|
SUARA
MERDEKA, 02 Juli 2013
“Pada masa
mendatang, personel Polri harus bisa membangun interaksi sosial lebih erat
dengan masyarakat”
MASYARAKAT selalu menuntut Polri untuk senantiasa
mereformasi diri, baik secara struktural, instrumental, maupun kultural. Upaya
itu bisa dilakukan melalui berbagai pemberdayaan dan peningkatan sumber daya,
dengan harapan Polri mampu beradaptasi terhadap perkembangan sosial, budaya,
ekonomi, dan politik masyarakat.
Perjalanan ke arah itu memerlukan paradigma baru. Prof Dr
Hermawan Sulistyo berpendapat paradigma adalah sekumpulan norma dan nilai
(aturan, standar, dan prinsip atau asas) serta sekumpulan prakondisi yang bisa
memengaruhi perilaku dan tindakan anggota suatu masyarakat/ komunitas.
Paradigma didasarkan atas realitas yang didukung fakta dan
data valid, yang dituangkan dalam kerangka konsep guna membangun teori
paradigma yang tepat dalam suatu periode. Perlu mengubah paradigma karena
kemungkinan terjadi ketidaksesuaian dengan realitas di tengah masyarakat
sehingga perlu paradigma tandingan.
Apabila masyarakat merasakan paradigma tandingan tersebut
dapat menjawab tantangan zaman maka saat itu berarti telah lahir paradigma
baru. Tapi perubahan paradigma bukanlah sekadar perubahan teknologi, struktur
kerja, dan cara kerja, melainkan perubahan cara berpikir yang selanjutnya mengaplikasikan
dalam tindakan nyata sesuai dengan fungsi dan peran masing-masing.
Menapaki usia ke-67 Polri, ke depan personel polisi harus
bisa lebih nyata menjadi anutan publik. Selain itu, mampu membangun simpati dan
kemitraan bersama masyarakat. Terlebih berkait peringatan HUT Bhayangkara,
Presiden SBY lewat akun Twitter Senin (1/7/13) mengingatkan Polri untuk terus
berbenah dan lebih baik lagi melayani masyarakat. Siangnya, Presiden kembali
menegaskan hal itu dalam upacara HUT di Mako Brimob, Kelapa Dua Depok Jabar.
Semua itu selaras dengan tema peringatan HUT tahun ini,
yang antara lain mengaitkan pentingnya sinergitas kemitraan dan keterwujudan
pelayanan prima. Artinya, ke depan personel Polri di mana saja dan kapan
saja harus bisa membangun interaksi sosial lebih erat dengan masyarakat.
Keberadaannya harus menjadi simbol persahabatan dan kemitraan, dengan
mengedepankan pencegahan ketimbang penindakan.
Ada ekspektasi besar dari masyarakat terhadap keterwujudan
polisi madani yang berorientasi kemitraan dalam pemecahan masalah, sekaligus
menunjukkan jati diri sebagai polisi sipil yang profesional, humanis, tidak
arogan, dan siap berkomunikasi dari hati ke hati dengan masyarakat. Tidak kalah
penting, kehadiran personel bisa memberikan rasa aman dan nyaman. Salah satu
konsep yang dikembangkan adalah community
policing atau perpolisian masyarakat.
Perubahan secara masif terkait paradigma polisi sipil
menjadi tanggung jawab seluruh personel untuk mengimplementasikan secara
berkesinambungan sehingga bisa meraih kepercayaan dari masyarakat.
Personel Polri harus memahami dan menghayati perubahan paradigma baru itu
supaya kembali meraih kepercayaan publik.
Paradigma
Kita bisa membandingkan paradigma baru yang kita harapkan
bersama, dengan paradigma lama. Pertama; imbas posisi Polri saat bergabung
dengan TNI yang paling dirasakan adalah budaya Polri yang mengarah
militeristik, yang menjadi alat kekuasaan rezim yang sedang berkuasa waktu itu.
Perubahan paradigma yang diharapkan adalah Polri harus
menjadi alat negara penegak hukum yang bisa menciptakan keamanan dan ketertiban
sehingga masyarakat merasa terlindungi, terayomi, dan terlayani guna mendorong
keterbangunan masyarakat madani, yaitu masyarakat yang demokratis, beradab, dan
berkeadaban.
Kedua; sifat militer adalah otoriter, sedangkan sifat sipil
adalah demokrasi. Demokrasi secara harfiah diartikan sebagai kekuasaan rakyat.
Dengan demikian polisi sipil adalah polisi yang bersifat demokratis atau siap
mendahulukan kepentingan banyak orang. Penekanan peran itu bukan
mendasarkan pada pengedepanan kekuatan fisik melainkan lebih menyandarkan
pendekatan kemanusiaan.
Pelayan
Masyarakat
Ketiga; di bawah paradigma lama, polisi lebih bersifat
reaktif dan cenderung mengedepankan pendekatan penegakan hukum (represif). Di bawah
paradigma baru, polisi harus berupaya menggeser pendekatan dari penegakan hukum
yang merupakan eksekusi kewenangan menuju ke arah pencegahan (preventif) dan
penangkalan (preemtif).
Keempat; mengedepankan pemenuhan kewajiban dibandingkan
eksekusi kewenangan. Perpolisian masyarakat bisa menjadi paradigma baru yang
lebih mengedepankan fungsi pemenuhan kewajiban, yaitu melindungi, mengayomi,
dan melayani masyarakat, dan secara otomatis tak lagi mengedepankan fungsi
kewenangan represif.
Kelima; kewenangan yang melekat pada jabatan Polri selama
ini disalahartikan sebagai atasan yang berkuasa yang menghendaki dilayani oleh
masyarakat. Seharusnya sesuai dengan moto Polri sebagai pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat, semua
anggota Polri harus bisa berperan menjadi pelayan masyarakat.
Critical issues yang berkembang saat ini berkait pergeseran paradigma
Polri sangat beragam, di antaranya kewenangan yang sangat besar dan
berkedudukan langsung di bawah presiden, anggaran yang lebih besar dibandingkan
TNI, lahan yang dulu milik instansi lain berpindah seiring domain tugas Polri
yang makin luas, yang bisa membuat iri institusi lain. Karena itu, ke depan,
Polri harus menempatkan diri lebih profesional supaya kembali mendapat
kepercayaan besar dari masyarakat. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar