|
REPUBLIKA,
22 Juli 2013
Harga
daging sapi meningkat meskipun hasil survei yang dilakukan BPS menunjukkan
terjadi peningkatan jumlah populasi sapi potong daripada periode 2000-2011.
Jumlah ternak sapi potong pada tahun 2011 diperkirakan sebesar 14,8 juta ekor.
Keyakinan
untuk mencapai swasembada daging semula sedemikian besar sehingga pemerintah
mengurangi jumlah impor daging sapi. Akan tetapi, kenaikan harga daging sapi
yang dianggap tidak wajar itu tetap terjadi bukan hanya sebelum kenaikan harga
BBM, bulan puasa, dan seminggu setelah awal puasa. Ketidakstabilan harga daging
sapi tersebut telah menimbulkan keraguan terhadap optimisme tentang data
kecukupan pasokan daging sapi.
Terungkapnya
kasus suap kuota impor daging sapi pun dan operasi pasar dag- ing sapi oleh
BUMN PT RNI ternyata tidak langsung mampu menurunkan harga daging sapi eceran.
Sementara itu, pedagang daging sapi bertindak kurang bekerja sama untuk
menyalurkan daging sapi impor. Bersamaan dengan itu pula, dari sisi pengeluaran
konsumsi untuk daging dijumpai data yang mengejutkan. Harga daging sapi menjadi
lebih mahal, diikuti oleh penurunan pangsa pengeluaran konsumsi daging per
kapita per bulan secara bertahap dari 2,85% pada tahun 2004 menjadi 2,26% bulan
September tahun 2012. Dari 14,8 juta ekor sapi potong tersebut, sapi yang
dipotong pada tahun yang sama berjumlah sebesar 1,5 juta ekor. Keberadaan
jumlah sapi yang dipotong sebanyak 10 persen itu semula juga dijadikan penjelas
tentang mengapa harga daging sapi masih tinggi.
Berdasarkan
pengamatan pandangan mata secara langsung di Provinsi Gorontalo minggu ini,
memang secara mudah dijumpai banyak sapi yang sedang makan rumput di tepi
jalan, yang dapat memperjelas makna rasio sapi potong yang dipotong sebanyak 10
persen itu. Rasio 10 persen itu juga menepis anggapan jumlah sapi lokal yang
dianggap banyak, sehingga sebagian orang menolak rencana impor daging sapi
untuk menormalkan harga daging sapi.
Penjelas
lainnya adalah sapi bakalan akan lebih layak apabila sapi potong tersebut
dipotong untuk memperingati Idul Adha dibandingkan pada periode sebelumnya.
Dugaan lainnya adalah terdapat kartel pangan yang sedemikian kuat, sehingga
rencana pemerintah mempercepat impor daging dan operasi pasar tidak cukup
menggetarkan hipotesis adanya kartel pangan.
Badan
hukum ternak besar dan kecil di Indonesia berjumlah sebanyak 183 perusahaan
pada tahun 2011, sehingga informasi jumlah perusahaan daging sapi kurang jelas.
Dari jumlah 183 perusahaan, sebanyak 127 perusahaan berupa PT/CV/firma dan
berdasarkan permodalan PMA sebanyak 7 perusahaan. Dengan struktur usaha
formal yang seperti itu, maka dugaan adanya kartel pangan memerlukan pembuktian
yang kuat guna membuktikan adanya pelanggaran pada Undang-Undang Persaingan
Usaha.
Adanya
indikasi keterkaitan antara satu perusahaan dengan anak perusahaan telah menambah
informasi, meskipun belum cukup menjelaskan tentang adanya potensi persekongkolan
untuk menentukan harga daging sapi.
Fleksibilitas harga
Estimasi
elastisitas jumlah penawaran daging sapi terhadap daging sapi jangka pendek
sebesar 1,06, sehingga koefisien fleksibilitas harga sebesar 0,94. Untuk
menurunkan harga daging sapi eceran sebesar 20 persen, maka diperlukan pasokan
daging sapi sebanyak 0,94 x 20 persen x 1,5 juta ekor x 0,23 rasio daging
terhadap jumlah sapi yang dipotong yaitu 64.860 ton.
Jadi
sebenarnya, apabila pemerintah akan mengimpor 84 ribu ton daging sapi untuk
sepanjang tahun 2013, maka masuk akal apabila harga daging sapi eceran belum turun
sebesar 20 persen. Sementara itu, elastisitas jumlah permintaan daging ayam ras
terhadap harga daging sapi jangka pendek bersifat tidak elastis sebesar 0,56 di
Indonesia. Setiap 1 persen kenaikan harga daging sapi meningkatkan 0,56 persen
jumlah permintaan daging ayam ras.
Ketidakelastisan
tersebut menjelaskan tentang mengapa ketika harga daging sapi meningkat,
kemudian konsumen yang berpindah dari mengonsumsi daging sapi ke daging ayam
juga menghadapi kenaikan harga daging ayam. Kondisi tersebut merupakan implikasi
atas peningkatan jumlah permintaan daging ayam, terlebih data pengeluaran
konsumsi per kapita per bulan untuk total daging di atas menurun. Dengan menggunakan
elastisitas di atas pada komoditas makanan pokok yang lainnya, akan memperjelas
berapa kebutuhan penambahan pasokan. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar