Rabu, 24 Juli 2013

Bernanke dan Imam Nawawi

Bernanke dan Imam Nawawi
Adiwarman A Karim  ;  Peneliti di Center for Indonesian Political Studies
(CIPS) Yogyakarta
REPUBLIKA, 22 Juli 2013


Hari Rabu pada Sya'ban, 19 Juni lalu, Gubernur Bank Sentral AS Ben Shalom Bernanke memberikan isyarat akan diakhirinya kebijakan mengguyur pasar dengan dolar AS yang dikenal sebagai kebijakan quantitative easing (QE). Sebagai guru besar ekonomi di Princeton University sebelum menjabat gubernur bank sentral, tentu Bernanke tahu persis bahwa pasar akan bereaksi terhadap isyaratnya itu.

Teknik memengaruhi pasar dengan memberikan isyarat kebijakan apa yang akan diambil disebut moral suasion. Isyarat Ben terbukti sangat efektif. Bukan saja pasar AS yang bereaksi, bahkan pasar dunia pun bereaksi, termasuk Indonesia. Bank sentral seluruh dunia pun direpotkan menenangkan reaksi pasar. 

Kemudahan akses informasi telah membuat moral suasion menjadi sangat efektif mengundang reaksi pasar. 
Hari Rabu pada Ramadhan, 17 Juli lalu, gubernur bank sentral Indonesia menjawab pertanyaan wartawan memberikan isyarat bahwa kurs Rp 10 ribu per dolar AS masih sesuai dengan fundamen ekonomi Indonesia. Sebagai mantan pimpinan bank komersial terbesar di Indonesia, tentu gubernur BI tahu persis bagaimana pasar bereaksi terhadap isyaratnya itu.

Isyaratnya terbukti efektif. Bagaikan paduan suara berbagai pejabat menyuarakan tidak adanya batas psikologis rupiah sehingga tidak perlu khawatir bila kurs mencapai Rp 10 ribu per dolar AS. Untuk menenangkan pasar, dikatakan inflasi akan tinggi pada Juli, kemudian normal kembali setelah Lebaran.
Kemudahan akses informasi telah membuat moral suasion sangat efektif. Namun, paling tidak ada dua hal yang membedakannya dengan moral suasion dua dekade yang lalu. Pertama, semakin banyak praktisi dan ekonom yang dapat melakukan simulasi ekonomi untuk menguji kebenaran isyarat yang diberikan melalui moral suasion. Kedua, pasar memiliki kekuatan finansial untuk menguji kebenaran dan komitmen otoritas dalam mempertahankan target-targetnya.

Dengan kata lain, pasar akan bereaksi sesuai logikanya masing-masing. Bila pasar menilai isyarat yang disampaikan otoritas tidak kredibel, reaksi pasar akan liar. Bila pasar menilai kebijakan mengguyur dolar AS belum akan dihentikan oleh Bernanke atau bila pasar menilai kurs Rp 10 ribu per dolar AS tidak sesuai dengan fundamen, reaksi pasar dapat saja kontraproduktif tidak sesuai dengan tujuan moral suasion yang dilakukan.

Logika pasar ini jauh lebih dominan perannya dalam menentukan kurs rupiah daripada faktor-faktor tradisional, seperti defisit neraca perdagangan dan neraca modal. Secara teori, memang neraca perdagangan dan neraca modal yang surplus akan memperkuat nilai tukar rupiah karena pasokan dolar AS meningkat di pasar domestik. Namun, secara praktik, hal itu belum tentu demikian. Para eksportir pemilik dolar itu dapat saja menahan dolar mereka sehingga meskipun secara catatan dolar itu masuk ke Indonesia, namun dalam kenyataannya pasokan dolar di pasar domestik tidak bertambah.

Logika para eksportir sangat sederhana. Bila mereka meyakini kurs rupiah akan terus melemah, tentu lebih baik menahan dolarnya dan menunggu sampai rupiah mencapai keseimbangan baru. Lebih parahnya, bila sebagian pelaku pasar ingin menguji kebenaran isyarat otoritas bahwa keseimbangan baru berada pada kurs Rp 10 ribu per dolar AS. Apalagi, bila para spekulan memancing otoritas untuk melepas cadangan devisa demi mempertahankan kurs Rp 10 ribu per dolar AS tersebut. Cadangan devisa tergerus, kurs melemah. Label krisis devisa akan ditiupkan untuk menimbulkan kepanikan. Selanjutnya, para spekulan mengantisipasi bahwa otoritas moneter akan menaikkan tingkat suku bunga. Kredit macet mulai merebak karena naiknya beban bunga. Label krisis perbankan akan menambah kepanikan.

Pada level global, spekulan mulai menyerang langsung harga emas melalui pasar berjangka. Bila selama ini emas diyakini paling stabil harganya dan menjadi rujukan hakiki harga-harga (ultimate unit of measurement), kini harga emas pun mulai berfluktuasi. Gonjang-ganjing harga emas pada pasar berjangka ini yang membuat harga emas pasar tunai ikut terpengaruh. Setelah mencapai puncaknya pada 1.900 dolar AS per troy ons (31,1 gram) pada akhir April 2011, harga emas berfluktuasi dengan kecenderungan menurun pada level 1.300 dolar AS per ons pada awal Juli 2013.

Memang tidak mudah menjadi gubernur bank sentral bila para pelaku ekonomi hanya memikirkan kepentingan sesaatnya masing-masing tanpa adanya panduan moral untuk kepentingan yang lebih besar. Abu Zakaria Muhiyuddin Yahya ibn Syaraf al Nawawi, ratusan tahun yang lalu, telah memberikan panduan agar aksi-aksi spekulan dapat dicegah. Imam Nawawi lahir di Desa Nawa, dekat Damaskus, pada 1233 M. Ada dua karya fenomenal beliau yang relevan dengan perangkat untuk mencegah aksi spekulan. Al Minhaj bi Syarh Sahih Muslim yang merupakan penjelasan beliau atas hadis-hadis yang dikumpulkan oleh ahli hadis Imam Muslim dan Al Majmu Syarh al Muhadzdzab yang merupakan manual komprehensif fikih Syafii.

Ketika membahas hadis Rasulullah SAW yang artinya, "Dan tidaklah orang yang melakukan ihtikar itu, kecuali ia termasuk orang yang bersalah," Imam Nawawi memberikan definisinya. Menurut beliau, ihtikar adalah upaya dagang untuk menjual lebih sedikit dengan harga yang lebih tinggi agar mendapat keuntungan di atas keuntungan yang normal. Kegiatan ihtikar inilah yang sekarang marak dilakukan, mulai dari komoditas daging sapi sampai dolar AS.

Uniknya, solusi yang ditawarkan bukanlah dengan melepas cadangan devisa untuk menjaga kestabilan harga, namun dengan menghentikan aksi ihtikar tersebut. Setiap transaksi harus ada ma'kud alaih (underlying transaction) sehingga tidak dibolehkan jual beli dolar AS sekadar untuk jual beli saja, sekadar mengambil keuntungan dari selisih kurs.

Ketika membahas hadis Rasulullah SAW yang artinya, "Rasulullah melarang jual beli kali bi kali," Imam Nawawi menjelaskan definisinya. Transaksi kali bi kali adalah membeli sesuatu yang penyerahannya ditangguhkan dengan pembayaran yang juga ditangguhkan. Kegiatan kali bi kali inilah yang sekarang marak dilakukan, mulai dari dolar AS sampai emas. Dengan transaksi kali bi kali, spekulan emas mengangkat indeks harga emas di pasar berjangka menjadi 35,691, yaitu naik 4,1 persen.

Di sini, inti masalahnya, harga emas di pasar berjangka ditentukan oleh transaksi yang penyerahan dan pembayarannya sama-sama ditangguhkan yang tujuan transaksinya bukan untuk memiliki emas, melainkan untuk mengambil keuntungan dari pergerakan harga emas pada masa mendatang. Celakanya lagi, harga emas tunai yang tujuannya untuk memiliki emas ikut terpengaruh.
Hari Rabu, 6 Rajab 1278 M, Imam Nawawi wafat dengan meninggalkan karya- karya fenomenal, termasuk kitab Riyadus Shalihinyang sangat populer di Indonesia. ● 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar