Minggu, 07 Juli 2013

Beasiswa Bidikmisi Tersendat, Ada Apa?

Beasiswa Bidikmisi Tersendat, Ada Apa?
Masduri ;  Dewan Pertimbangan Lingkar Bidikmisi (Lingdiksi) PTAIN Se-Nusantara, Peneliti di Jurusan Teologi dan Filsafat Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Ampel Surabaya
SINAR HARAPAN, 05 Juli 2013


Awalnya, semua beasiswa Bidikmisi dikelola Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), baik perguruan tinggi negeri (PTN) ataupun Perguruan Tinggi Negeri Agama Islam (PTAIN).
Namun, sejak 2013 ini, pengelolaan beasiswa Bidikmisi yang berada di PTAIN dialihkan kepada Kementerian Agama (Kemenag), termasuk mahasiswa Bidikmisi angkatan 2010 dan 2011 yang awalnya memang mendapatkan bantuan dana dari Kemendikbud.

Tidak ada alasan pasti dari Kemendibud kepada mahasiswa Bidikmisi mengapa tiba-tiba mengalihkan pengelolaan beasiswa Bidikmisi, namun sedikit kabar yang sampai kepada mahasiswa Bidikmisi, pengalihan itu berdasar saran dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) agar proses pelaporannya lebih mudah jika yang mengelola satu atap dengan perguruan tingginya.

Mendengar perubahan itu, sejak awal mahasiswa Bidikmisi memang pesimistis karena akan banyak masalah apabila pengelolaan beasiswa Bidikmisi dialihkan kepada Kemenag.

Bukan rahasia lagi jika selama ini birokrasi di Kemenag banyak yang bermasalah, mulai dari kinerja yang kurang efektif dan efisien, administrasi yang amburadul, serta banyak yang bermasalah dengan korupsi. Kekhawatiran itu ternyata sekarang benar adanya, beasiwa Bidikmisi di PTAIN terlambat cair hingga enam bulan.

Sejak Januari hingga Juli ini beasiswa Bidikmisi belum cair. Mereka hidup terlunta-lunta di kota-kota besar demi bisa belajar. Peristiwa ini adalah pengalaman terburuk sejak pertama kali beasiswa Bidikmisi ada pada 2010. Sebelumnya, ketika beasiswa Bidikmisi masih dikelola Kemendikbud keterlambatan pencairan biasanya maksimal hanya tiga bulan, namun sejak beralih ke Kemenag keterlambatannya hingga satu semester.

Sekarang ini, semua mahasiswa Bidikmisi sedang sekarat. Mereka risau tidak bisa melakukan apa pun. Berhari-hari kadang tidak makan. Uang mereka habis. Sudah berkali-kali pula meminta ke rumah, namun karena di rumahnya juga tidak ada uang, mereka kesulitan.

Sementara itu, utang biaya makan sudah menumpuk, biaya indekos sudah nunggak hingga enam bulan, dan buku-buku kuliah banyak yang tidak terbeli. Bahkan, ada salah satu mahasiswa Bidikmisi sampai menjadi kuli untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Mereka tidak bisa konsentrasi belajar karena harus bekerja. Perjuangan mereka di kota-kota besar memang sangat menyakitkan. Kehidupan kota yang begitu keras menampilkan wajah beringas. Sulit sekali menemukan solidaritas sosial seperti di desa-desa pedalaman. Kehidupan kota dipenuhi ego individualistis sehingga tak pernah peduli nasib orang lain.

Mestinya pemerintah sadar bahwa penerima beasiswa Bidikmisi adalah mahasiswa dari keluarga kurang mampu, yang seandainya tidak ada beasiswa Bidikmisi tidak mungkin mereka bisa kuliah dan hidup di kota besar. Mereka semua selama ini bertahan hidup bergantung pada dana beasiswa Bidikmisi. Keterlambatan dana beasiswa Bidikmisi sama saja dengan menelantarkan anak-anak miskin.

Pemerintah tentu sudah paham jika peserta Bidikmisi memang anak-anak miskin. Bahkan, saat awal pendaftaran, selain berprestasi, syarat miskin menjadi poin utama. Jika tidak miskin nihil bisa dapat beasiswa Bidikmisi. Bahkan, sudah dilakukan observasi ke rumah peserta Bidikmisi untuk mengecek fakta yang sebenarnya, apakah miskin atau hanya pura-pura miskin.

Jika mereka sudah paham bahwa peserta beasiswa Bidikmisi anak kurang mampu atau anak miskin, mengapa pemerintah masih sering melambatkan pencairan dananya?

Selama ini mahasiswa Bidikmisi kadang sampai tidak makan berhari-hari demi bisa belajar di perguruan tinggi. Hidup di kota besar tidak seperti di desa. Jika di desa tidak makan mungkin masih ada tetangga yang bisa berbagi makanan. Namun, hidup di kota besar, ketika tak ada makanan benar-benar tidak makan.
Kota besar sangat keras. Mereka sangat sulit bertahan hidup tanpa dana beasiswa Bidikmisi. Karena mereka masih belajar, butuh banyak konsentrasi untuk mendalami ilmu pengetahuan. Mereka berangkat ke kota besar bukan untuk bekerja menjadi kuli.

Meskipun dari keluarga kurang mampu, mereka juga punya impian besar. Dari kampung kelahirannya di pedalaman sana, mahasiswa Bidikmisi mempertaruhkan nasib di kota-kota besar demi masa depan yang mencerahkan.

Tidakkah terbuka mata hati pengelola beasiswa Bidikmisi PTAIN? Nasib masa depan bangsa ada di tangan mahasiswa yang saat ini sedang berproses di perguruan tinggi, termasuk mahasiswa Bidikmisi yang saat ini sekarat karena keterlambatan pencairan dana.

Oleh karena itu, pemerintah harus bertindak cepat menyelesaikan persoalan keterlambatan pencairan dana beasiswa Bidikmisi. Enam bulan bukan waktu yang sedikit. Banyak dari mahasiswa Bidikmisi yang sudah diancam diusir dari indekosnya karena nunggak pembayaran enam bulan.

Selama ini pemerintah hanya terus berjanji akan segera mencairkan dana Bidikmisi dari bulan ke bulan. Namun, sampai Juli ini masih belum ada kepastian kapan beasiswa Bidikmisi bisa dicairkan.


Mahasiswa Bidikmisi selalu dibuai dengan harapan palsu sehingga mereka sudah tidak lagi percaya kepada Kemenag. Mereka pun kalau ada kabar pencairan Bidikmisi biasanya sinis dan menganggap itu pemberi harapan palsu (PHP). Entahlah, sampai kapan beasiswa Bidikmisi benar-benar cair? Mahasiswa Bidikmisi terus menunggu! 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar