Warga Jawa Barat perlu kritis terhadap rekam jejak
calon gubernurnya. Pasangan calon yang terbukti memiliki relasi dengan para
perusak lingkungan di Jawa Barat sebaiknya tidak dipilih, begitu pula calon
gubernur yang mendapatkan dana dari perusahan-perusahaan perusak lingkungan.
Awal Februari (12 Februari) lalu, warga perumahan elite
Tamansari Persada, Bogor, Jawa Barat, resah. Air setinggi pinggang orang
dewasa (1 meter) menggenangi jalan di perumahan tersebut. Anak-anak yang
baru pulang sekolah tidak bisa kembali ke rumah mereka. Perahu karet pun
dikerahkan untuk mengantar anak-anak, ibu-ibu, dan orang tua pulang ke
rumah masing-masing.
Bukan kali ini saja perumahan tersebut terendam banjir.
Hampir setiap kali hujan turun dengan waktu lebih dari dua jam, kawasan
perumahan itu terendam. Mengapa kawasan perumahan elite di Bogor itu selalu
terendam banjir setiap kali turun hujan dengan jangka waktu dua jam saja?
Sistem drainase buruk yang dibangun oleh pengembang
perumahan Tamansari Persada tersebut menjadi salah satu penyebabnya. Namun,
ada penyebab selain dari sistem drainase yang buruk itu. Sebelum dibangun
sebagai lokasi perumahan, tanah di kawasan itu adalah daerah resapan air
yang sengaja diuruk (ditimbun) dan dijadikan kawasan perumahan. Meskipun
sudah dibangun tanggul, tetap saja hal itu tidak bisa mengatasi luberan air
di kawasan tersebut.
Banjir bukan hanya terjadi di kawasan perumahan elite
Tamansari Persada Bogor. Perkampungan penduduk di sekitar kawasan perumahan
elite itu juga ikut terendam, seperti di Kelurahan Mekarwangi, Bogor.
Banjir di kawasan perumahan Tamansari Persada dan perkampungan penduduk
Kelurahan Mekarwangi bertambah parah dari tahun ke tahun. Penyebabnya
adalah tak terkendalinya pembangunan di kawasan yang secara topografi lebih
tinggi dari kedua kawasan itu. Pembangunan kawasan komersial baru dan pusat
belanja baru membuat air hujan tidak dapat meresap di dalam tanah dan
menjadi air larian yang masuk ke sistem drainase.
Mengapa muncul izin untuk mengalihfungsikan daerah
resapan air menjadi kawasan perumahan elite Tamansari Persada? Mengapa pula
pembangunan di kawasan sekitar perumahan elite tersebut makin tak
terkendali? Apa yang terjadi di kawasan perumahan elite Tamansari Persada,
Bogor, itu hanyalah contoh diabaikannya persoalan lingkungan hidup dalam pembangunan
di Jawa Barat. Pada masa mendatang, tekanan terhadap lingkungan hidup di
kawasan Jawa Barat akan semakin besar. Sebuah info properti yang dimuat di
media massa yang terbit di Jakarta mengungkapkan bahwa saat ini Pemerintah
Provinsi Jawa Barat tengah melecut pembangunan Kota Bogor, Depok, dan
Bekasi menjadi kawasan metropolitan baru untuk mendampingi Jakarta. Tak
mengherankan bila kemudian pusat-pusat belanja (mal) baru dibangun di
ketiga kawasan itu.
Menurut survei Perkembangan Properti Komersial Bank
Indonesia, pada akhir 2012, di kawasan Jakarta, Bekasi, Depok, dan Bogor,
luas pasokan mal mencapai 1.742.795 meter persegi. Dari pasokan mal seluas
itu, sebanyak 27,77 persen dipasok dari kawasan Bogor, Depok, dan Bekasi.
Jumlah pasokan untuk mal itu diperkirakan meningkat seluas 115.400 meter
persegi dari empat proyek mal di Bekasi dan Bogor.
Pembangunan kawasan perumahan dan mal di kota Bogor
dipastikan akan semakin mempersempit ruang terbuka hijau (RTH). Pada 2010
saja, kawasan RTH di kota itu hanya 10 persen dari luas wilayah. Padahal,
idealnya, RTH di sebuah kota adalah 30 persen dari keseluruhan wilayah. Hal
yang lebih parah lagi terjadi di Kota Bekasi. Pada 2012, kota itu hanya
menyisakan RTH sebesar 3,8 persen dari total luas wilayah. Tampaknya Kota
Depok juga akan mengikuti jejak Kota Bogor dan Bekasi menuju krisis RTH.
Pada 2012, sudah 39 persen lahan RTH yang terpakai untuk perumahan di
wilayah Kota Depok.
Krisis RTH tampaknya akan semakin meluas di kota-kota
Jawa Barat. Pada 2010, misalnya, RTH di Kota Bandung hanya mencapai 8,8
persen. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung pada 2012 mengungkapkan telah
mengantongi laporan sebanyak 13 pembangunan di Kota Bandung yang diduga
cacat perizinan. Pembangunan itu telah mengubah ruang terbuka hijau menjadi
kawasan permukiman atau lainnya.
Kerusakan lingkungan hidup tidak hanya terjadi di
wilayah perkotaan di Jawa Barat, tapi juga sudah meluas hampir di seluruh
wilayah provinsi itu. Hal itu terlihat dari makin kritisnya kondisi hutan
di Jawa Barat. Data dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa
Barat menyebutkan, berdasarkan SK Menhut 195/Kpts-II/2003, luas kawasan
hutan di Jawa Barat mencapai lebih dari 816.603 ha, yang terdiri atas hutan
konservasi 132.180 ha, hutan lindung 291.306 ha, dan hutan produksi 393.117
ha. Namun hampir sekitar 445 ribu hektare lahan hutan di Jawa Barat
mengalami kerusakan hingga berada dalam kondisi kritis.
Laju kerusakan lingkungan hidup di Jawa Barat
dipastikan akan terus meningkat seiring dengan meningkatnya laju pembangunan
di kawasan itu. Warga Jawa Barat pun harus diselamatkan dari datangnya
sebuah bencana ekologi yang mengancam keberlanjutan kehidupannya.
Di tengah krisis ekologi tersebut, pemilihan kepala
daerah (pilkada) Jawa Barat digelar. Ada harapan bahwa Gubernur Jawa Barat
yang baru akan mampu menghentikan laju krisis ekologi yang terjadi.
Singkatnya, Jawa Barat butuh gubernur "hijau". Warna hijau ini
bukan identik dengan partai Islam atau partai yang didirikan seorang mantan
tentara. Warna hijau ini adalah simbol dari keberpihakan kepada
keberlanjutan ekologi di Jawa Barat.
Namun tampaknya keberpihakan kepada keberlanjutan
ekologi tidak bisa diharapkan datang dengan sendirinya dari calon Gubernur
Jawa Barat yang ada. Warga Jawa Barat harus mendesak semua calon gubernur
untuk lebih memperhatikan persoalan krisis ekologi di provinsi itu. Warga
Jawa Barat perlu kritis terhadap rekam jejak calon gubernurnya. Pasangan
calon yang terbukti memiliki relasi dengan para perusak lingkungan di Jawa
Barat sebaiknya tidak dipilih, begitu pula calon gubernur yang mendapatkan
dana dari perusahan-perusahaan perusak lingkungan.
Setelah pilkada Jawa Barat usai pun, warga
provinsi itu tidak boleh tinggal diam. Warga Jawa Barat harus tetap
mengontrol setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh gubernur terpilih. Jangan
sampai Gubernur Jawa Barat yang terpilih nantinya justru menjerumuskan
warganya ke jurang krisis ekologi yang berkepanjangan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar