Senin, 05 November 2012

Mencari Pahlawan Peduli Rakyat


Mencari Pahlawan Peduli Rakyat
Haryono Suyono ;  Mantan Menko Kesra dan Taskin
SUARA KARYA, 05 November 2012



Setelah merdeka sejak 17 Agustus 1945 lalu, bangsa Indonesia bekerja keras menyatukan seluruh anak bangsanya untuk maju bersama-sama. Tidak jarang, ajakan untuk maju itu tinggal berupa slogan dan tidak mendapat sambutan rakyat seperti yang diharapkan.
Untuk itu, para pemimpin politik tidak kurang akal, dan dikembangkannya seakan negara yang baru merdeka itu mendapat ancaman dari negara lain, baik tetangganya yang dekat atau dari negara besar yang ingin memanfaatkan kekayaan bumi Pertiwi yang sebagian besar belum digali. Ancaman itu kadang berhasil membuat bangsa ini takut, malu atau khawatir dan berusaha bersatu dan bekerja lebih keras. Tetapi, kadang kerja keras itu tidak ditanggapi dengan baik sehingga kekendoran semangat muncul kembali.
Dewasa ini, dalam masa transisi demokrasi yang terbuka, para pemimpin bangsa serba salah. Kalau menyatakan bahwa bangsa ini masih miskin dan mendapat ancaman yang dahsyat, bisa diartikan bahwa para pemimpinnya tidak becus atau tidak bekerja dengan baik dan besar kemungkinan tidak terpilih kembali pada pemilihan yang akan datang. Kalau pernyataannya terlalu indah, rakyat tidak akan percaya karena kenyataan yang dihadapi rakyat banyak memang keadaan belum baik dan masih mengkawatirkan.
Oleh karena itu, dengan sangat hati-hati dan bijaksana Presiden SBY dalam pidatonya di Yogyakarta, minggu lalu menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi nasional sangat tinggi dan negara kita makin menarik para investor yang ingin menanamkan modalnya di Indonesia. Tetapi, dengan jujur diakuinya bahwa jurang pemisah antara keluarga kaya dan keluarga miskin makin melebar, sehingga pemerintah berusaha sungguh-sungguh mendukung pengembangan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) melalui kemudahan modal dan berbagai sarana dalam program financial inclusion dari dunia keuangan atau perbankan.
Pada saat yang sama, dengan kerendahan hati diterimanya penghargaan internasional tentang financial inclusion tersebut, utamanya berkaitan dengan jumlah dana yang disalurkan secara melimpah kepada UMKM melalui KUR. Biarpun, secara santai diakui bahwa penurunan angka kemiskinan yang terjadi di Indonesia masih relatif kecil, berkisar pada angka di belakang koma dari angka sekitar 12 persen saja. Sehingga, penurunan yang relatif kecil itu memberi signal bahwa kredit KUR yang diluncurkan masih perlu disempurnakan melalui petunjuk dan arahan yang tepat. Ini agar keluarga miskin mendapat kesempatan yang makin besar untuk menikmati fasilitasi yang disediakan oleh pemerintah.
Beberapa penyempurnaan yang perlu ditambahkan, antara lain perlunya dimunculkan pahlawan-pahlawan lapangan yang sanggup berbagi kepada keluarga miskin. Di Bangli dinamakan keluarga Nyama Anyar. Artinya, kumpulan kekerabatan keluarga baru yang terdiri dari keluarga mampu dan keluarga kurang mampu. Keluarga mampu memberi fasilitasi dan bimbingan kepada keluarga kurang mampu untuk membuka usaha dengan kredit yang disediakan dengan dukungan agunan agar keluarga kurang mampu bisa memanfaatkan kredit itu.
Di Yogyakarta, khususnya di Kulon Progo, disebut sebagai KAKB (Kelompok Asuh Keluarga Binangun), di mana keluarga mampu berbaik hati menjadi pembina keluarga kurang mampu. Kumpulan keluarga baru itu bersama sama memanfaatkan kredit yang tersedia di bank dengan persyaratan yang biasanya tetap rumit.
Kemudahan lain adalah ketersediaan dari pihak perbankan untuk menyempurnakan aturan perbankan yang berlaku. Salah satu contohnya dilakukan oleh Pemda Jatim. Aturan bank disempurnakan melalui penyediaan agunan sebesar 70 persen oleh lembaga pengagun yang dibentuk oleh Pemprov. Melalui jaminan agunan sebesar 70 persen, nasabah yang berasal dari keluarga miskin hanya memerlukan pendamping yang sanggup memberikan agunan sebesar 30 persen sisa agunan yang diperlukan.
Bank UMKM meringankan syarat agunan berupa tanggung renteng, tetapi ada pula lembaga lain yang menanggung agunan sebesar 30 persen lainnya. Yayasan Damandiri yang didirikan oleh Almarhum HM Soeharto untuk beberapa kabupaten di Jawa Timur dan Yogyakarta menyediakan agunan yang 30 persen itu, sehingga para anggota Posdaya dapat memperoleh kredit untuk membuka usaha ekonomi produktif di desanya melalui kredit yang aturannya disederhanakan.
Untuk usaha yang lebih luas sedang dicari pahlawan pembangunan lainnya yang berasal dari keluarga kaya. Keluarga kaya dimaksud tidak perlu harus kehilangan uangnya, tetapi bank dapat mempergunakan sebagian dari uang yang ditempatkannya sebagai deposito untuk menjamin pinjaman keluarga miskin. Dana yang ditempatkan tetap mendapat bunga deposito seperti biasa, tetapi nilainya sedikit lebih rendah agar bank penerima deposito dapat memberikan pinjaman dengan bunga yang lebih rendah kepada keluarga miskin.
Dana deposito dipergunakan sebagai agunan, agar kalau terjadi kesulitan pembayaran oleh nasabahnya, yang keluarga miskin, di mana jumlah kreditnya tidak banyak, dalam usaha ini rata-rata tidak lebih dari Rp 2 juta, pengagun keluarga kaya dengan ikhlas memberikan dukungan dan membayar cicilannya. Kalau jumlah kreditnya hanya sebesar Rp 2 juta, maka cicilan bulanannya tidak akan lebih dari Rp 200.000, suatu jumlah yang sangat kecil untuk mengentaskan sebuah keluarga miskin.
Dalam kesempatan memperingati Hari Pahlawan Nasional 2012, kiranya usaha sederhana seperti ini perlu dipikirkan dan dikembangkan agar kesenjangan yang sedang terjadi di Indonesia tidak bertambah melebar, tetapi justru menyempit karena keluarga miskin berpartisipasi dalam pembangunan secara gegap gempita. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar