Reformasi
Kaum Muda
Toto
Sugiarto ; Direktur Eksekutif Soegeng
Sarjadi Syndicate,
Pengajar
Filsafat Universitas Paramadina
KORAN TEMPO, 06 Juli 2012
Sebelum terbongkarnya kasus korupsi mantan
Bendahara Umum Partai Demokrat M. Nazaruddin, di mana beberapa petinggi Partai
Demokrat lain yang berusia muda terkait, publik sempat menaruh harapan pada
kaum muda, khususnya politikus muda. Kaum muda dipersepsikan siap menggantikan
estafet kepemimpinan bangsa dan melakukan perbaikan kehidupan bernegara.
Saat itu tunas muda yang muncul di pucuk
kepemimpinan beberapa partai politik menjadi identifikasi generasi baru politik
Indonesia. Mereka dinilai memiliki kapasitas, integritas, dan visi yang baik
sehingga dinilai siap meneruskan kepemimpinan Republik dalam Pemilu 2014.
Mereka membuat masyarakat optimistis akan lancarnya proses regenerasi di
Republik ini.
Terpuruk
Namun, setelah kasus korupsi yang melibatkan
beberapa politikus muda Partai Demokrat terungkap, harapan itu pupus. Publik
sekarang percaya bahwa tidak ada hubungannya dikotomi kaum muda dan tua dengan
perbaikan kehidupan bernegara. Wacana tentang peran kaum muda dalam
kepemimpinan bangsa dan negara pun, yang sebelumnya ingar-bingar, memudar.
Kaum muda terpuruk ke dalam citra sebagai
kalangan yang lebih korup, lebih serakah, dan lebih tidak peduli terhadap
negeri ini dibanding kalangan tua. Generasi muda yang harus menanggung utang
"segunung" warisan generasi terdahulu itu dianggap turut memperbesar
utang dengan korupsi dana APBN yang secara rakus dilakukan. Kondisi ini perlu
menjadi perhatian serius. Citra kaum muda yang hancur akibat tingkah polah
politikus muda korup perlu kembali dibangun. Harapan terhadap kaum muda harus
kembali ditumbuhkan. Bagaimanapun, suatu bangsa tidak akan mampu bergerak maju
tanpa peran kaum muda.
Bung Karno bahkan pernah menyemangati kaum
muda dengan mengatakan "Beri aku 10 pemuda, maka akan aku ubah
dunia". Pernyataan itu di satu sisi ditujukan untuk menyemangati. Di sisi
lain, ia merupakan keyakinan bahwa peran kaum muda tidak bisa dinafikan.
Meskipun banyak politikus muda sekarang ini terlibat korupsi dan terjerumus ke
dalam gaya hidup hedonistik dan nafsu memperoleh kekayaan berlimpah secara
instan, masih banyak kaum muda lain yang layak menjadi tumpuan harapan.
Politikus muda yang korup tidak pantas
berlama-lama dan meniti karier di panggung politik Republik. Mereka harus turun
dan memperoleh balasan atas perbuatannya. Meski demikian, panggung politik
harus tetap terbuka bagi kaum muda. Kaum muda tetap merupakan masa depan
bangsa.
Mengembalikan Kepercayaan
Masalahnya adalah bagaimana mengembalikan
kepercayaan dan harapan rakyat kepada politikus muda yang sekarang berada di
titik nadir. Realitas sekarang, politikus muda yang sesungguhnya bersih pun
terkena stigma, di mana publik melihat mereka secara negatif. Politikus muda
sekarang dicap sebagai orang-orang yang secara rakus sedang memanfaatkan
posisinya untuk secepatnya menjadi kaya. Mereka dilihat seperti ulat yang
dengan ganas memakan seluruh daun sehingga, dalam waktu yang tidak terlalu
lama, daun tinggal tulang.
Moral politikus muda dipersepsikan bukan
hanya tidak lebih baik dibanding generasi Orde Baru yang dinilai korup, tapi
bahkan lebih buruk. Di era Orde Baru diyakini tingkat korupsi mencapai 30
persen, sedangkan sekarang orang mempersepsikan bahwa tingkat korupsi,
khususnya korupsi politik yang antara lain dilakukan politikus muda, jauh lebih
besar dari 30 persen. Adalah tugas para politikus muda untuk menghapus stigma
tersebut, di mana persepsi negatif yang sudah kadung terbentuk itu tidak bisa dihapus
secara instan. Diperlukan waktu yang cukup panjang untuk mengubahnya. Rekam
jejak yang sekarang sedang ditorehkan, berupa kerja dan karya, adalah cara
efektif untuk menghapus citra buruk tersebut.
Catatan Akhir
Ada dua hal yang, tidak bisa tidak, harus
dilakukan kaum muda untuk memperbaiki citra dan merebut panggung politik.
Pertama, melakukan reformasi kaum muda. Gerakan perubahan ini di satu sisi
diperlukan untuk membalikkan opini publik yang negatif terhadap politikus muda,
di sisi lain sebagai langkah bersih-bersih kaum muda dari perilaku berpolitik
kotor dan murahan. Pembaruan tidak bisa dihindarkan.
Kedua, berani melompat ke depan, keluar dari
zona nyaman mengekor kalangan tua. Untuk itu, diperlukan effort yang
luar biasa untuk tampil ke depan.
Banyak masalah bangsa yang memerlukan aksi
kepemimpinan untuk menyelesaikannya. Kesemuanya dapat menjadi ajang pengabdian
yang akan membuahkan rekam jejak untuk melompat ke depan. Korupsi, anarkisme,
diskriminasi, ekstremisme, dan masalah kemiskinan merupakan contoh lahan
menjejakkan kaki untuk tampil ke depan di panggung politik.
Dimensi masalah bangsa yang begitu luas dan
rumit merupakan lahan subur untuk munculnya para pemimpin baru. Dengan
menyelesaikan masalah, pemimpin baru muncul menggantikan penguasa lama yang
sudah karatan akibat ambisi dan kerakusan.
Dalam artikelnya yang sangat menarik di
sebuah koran nasional bertajuk "Mengusir Macan Tua", politikus PDIP
Budiman Sudjatmiko mengatakan bahwa regenerasi adalah hukum besi alam. Meski
demikian, hukum besi tersebut tidak akan terjadi dengan sendirinya. Hukum besi
itu memang tak terhindarkan, namun diperlukan kerja keras dan karya gemilang
untuk mewujudkannya. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar