Sekularisasi
Pancasila
Syamsul Hidayat ; Dosen Universitas Muhammadiyah Surakarta,
Alumni PPSA XVII Lemhannas RI
SUMBER : REPUBLIKA,
1 Juni 2012
Para
pendiri bangsa ini telah meletakkan dasar-dasar tegaknya sebuah negara-bangsa
yang bernama Indonesia. Betapa seriusnya mereka dalam merumuskan konsep
ideologi bangsa ini. Hal itu dapat dilihat dari dinamika perdebatan mereka
dalam merumuskan landasan ideologi berdasarkan latar belakang keilmuan, agama,
dan budaya masing-masing. Serta, komitmen untuk bersama-sama saling menghargai
dan menghormati masing-masing pendapat yang dilontarkan.
Meskipun
melalui perdebatan sengit, keragaman pendapat dan gagasan itu bisa bertemu pada
komitmen bersama untuk membangun negara yang berdaulat. Titik temu ini mengandaikan
bahwa seluruh nilai-nilai dan falsafah hidup seluruh elemen bangsa ini, baik
yang bersumber dari keagamaan maupun budaya yang dirangkum dalam rumusan
Pancasila.
Nilai-nilai
luhur agama (terutama Islam) dan budaya yang terintegrasi dalam ideologi
negara, telah menjadikan Pancasila sebagai ideologi yang kokoh. Hal ini
dibuktikan dengan daya tahannya yang tinggi terhadap segala gangguan dan
ancaman dari waktu ke waktu.
Namun
akhir-akhir ini, gangguan dan ancaman terhadap ideologi Pancasila ini semakin
kuat, terlebih pada era globalisasi di mana percaturan dan pergumulan bahkan
benturan antarberbagai pemikiran dan ideologi dunia. Hal ini ditandai semakin
melemahnya penghayatan terhadap nilai-nilai Pancasila pada generasi bangsa ini
akibat hegemoni nilai-nilai dan budaya asing. Kondisi ini juga telah melanda
pemimpin bangsa ini.
Saat
ini, ancaman terbesar Pancasila adalah kecenderungan dan gerakan sekularisasi
Pancasila. Sekelompok orang ingin memisahkan bahkan mensterilkan Pancasila dari
nilai-nilai agama, termasuk di dalamnya upaya membenturkan Pancasila dan agama
(terutama Islam). Di sini, muncul dua kutub ekstrem, anti-Pancasila dan
anti-Islam. Pancasila dianggap aturan toghut,
dan Islam dianggap mengancam Pancasila.
Sebagai
falsafah hidup bangsa, hakikat nilai-nilai Pancasila telah hidup dan diamalkan
bangsa ini sejak awal. Artinya, rumusan Pancasila sebagaimana tertuang dalam
alinea 4 UUD 1945 sebenarnya merupakan refleksi dari falsafah dan budaya
bangsa, termasuk di dalamnya bersumber dari nilai-nilai agama yang dianut
bangsa Indonesia.
Sekularisasi dan Sterilisasi
Gerakan
sekularisasi atau sterilisasi Pancasila dari nilai-nilai agama saat ini dapat
berbentuk pemikiran, wacana, dan pengamalan dalam kehidupan sehari-hari. Ia
dilakukan mulai dari rakyat jelata hingga mereka yang memegang amanah sebagai
pemimpin dan pejabat negara.
Pada
tataran konsep dan pemikiran, munculnya wacana liberalisasi budaya dan agama
dengan mengatasnamakan HAM, misalnya, RUU Keadilan dan Kesetaraan Gender (KKG),
akan menggugat bagian-bagian penting dari undang-undang perkawinan.
Sekularisasi
Pancasila juga diwarnai dengan munculnya wacana bahwa nilai-nilai agama tidak
boleh dibawa dalam tatanan hidup bernegara. Dan sebaliknya, negara tidak boleh
mengatur kehidupan masyarakat dalam masalah keagamaan. Sehingga, negara tidak
perlu terlibat untuk mengatur, menertibkan hingga melarang munculnya aliran
sesat dalam suatu agama.
Seluruh
konsep yang terkandung dalam rumusan Pancasila adalah nilai-nilai ajaran agama
karena prinsip ketuhanan, kemanusiaan, keadilan, keadaban, persatuan,
kepemimpinan, kebijaksanaan, permusyawaratan, keadilan sosial adalah
nilai-nilai otentik dari ajaran agama. Ketaatan dalam menjalankan ajaran agama
akan memperkokoh tegaknya nilainilai Pancasila sekaligus memperkokoh ketahanan
nasional.
Dalam
bentuk lain, sekularisasi Pancasila telah merasuki bangsa ini dalam bentuk
praktik hidup yang tidak bermoral, baik dilakukan oleh rakyat biasa maupun para
pemimpin dan pejabat negara. Artinya, praktik hidup bangsa ini mengalami
pengeringan dari nilai-nilai agama.
Bagaimana
mungkin, seorang pemimpin, wakil rakyat, akademisi, intelektual, dan budayawan
ikut-ikut mendukung diterimanya konser Lady Gaga. Ini jelas contoh konkret
pengeringan nilai-nilai agama yang mengancam nilai-nilai otentik Pancasila.
Adanya krisis keteladanan, krisis kepemimpinan, dan dekadensi moral saat ini
bisa disebut dengan accumulated global
damage, yakni menjadi bukti nyata dari sekularisasi Pancasila.
Sudah
semestinya negara—sebagaimana amanah Pancasila—memiliki kepedulian yang tinggi
terhadap kehi dupan keagamaan seluruh elemen anak bangsa. Artinya, negara dalam
hal ini aparat dan penegak hukum, harus memelopori dan mendorong dengan sungguh-sungguh
agar setiap rakyat Indonesia menjalankan syariat agamanya masing-masing dengan
benar.
Negara
juga proaktif melindungi kehidupan keagamaan bangsa ini dari ancaman
aliran-aliran yang menyimpang dan sesat yang akan merusak kehidupan keagamaan.
Dalam menentukan apakah aliran suatu agama dipandang sesat atau tidak,
masing-masing umat beragama telah memiliki para ahli ilmu agama (ulama,
pendeta, dan majelis pemimpin agama). Karena itu, negara dapat meminta fatwa
kepada ulama, pendeta, atau majelis pemimpin agama-agama yang ada.
Dengan
demikian, terjadi kesepahaman antara pemimpin negara dan pemimpin agama dalam
melindungi dan menjamin kehidupan beragama. Sehingga, nilai-nilai Pancasila
akan berdiri tegak dengan kokoh sebagai ideologi negara yang kuat. Kokoh karena
moralitas dan ketaatan seluruh anak bangsa. Dengan begitu, negeri ini akan
menjadi baldatun thoyyibatun wa rabbun
ghafur. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar