Selasa, 24 April 2012

Menyiapkan Program Kompensasi Lebih Rapi


Menyiapkan Program Kompensasi Lebih Rapi
Elfindri, Guru Besar Ekonomi SDM Unand
SUMBER : MEDIA INDONESIA, 24 April 2012



SEMESTINYA banyak hikmah dapat diambil dengan tertundanya penaikan harga BBM bersubsidi. Di antaranya, hilangnya kesempatan sekitar Rp137 triliun dana yang dapat dialihkan dari subsidi menjadi berbagai program kompensasi dan infrastruktur. Hikmah lainnya, seperti yang penulis khawatirkan pada harian ini (‘Meredam Kenaikan Harga Minyak’, Media Indonesia, Maret 2012), bahwa program BLT janganlah dijadikan sebagai salah satu harapan masyarakat. Sekalipun dalam perjalanan program serupa katanya diperindah menjadi program bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM), penegasan akan program sementara.

Tidak sesederhana itu penyusunan program kompensasi. Setidaknya dua sisi pekerjaan besar mesti disusun pemerintah. Itu kemudian dijadikan sebagai exit strategy oleh pemerintah dalam jangka menengah dan panjang. Selain bagaimana menata kembali konsumsi energi nasional, persoalan penataan sistem kompensasi akibat kebijakan pengurangan subsidi ialah persoalan yang tidak mudah. Setiap program yang dibuat secara terburu-buru akan menimbulkan beban biaya dan efek ikutan yang juga perlu dipikirkan.

Tidak mudah dari segi konseptualisasi, perencanaan, desentralisasi, serta ketepatan desain program itu sendiri. Kenapa tidak? Karena program kompensasi diharapkan tidak hanya sebagai cara untuk ‘mengembalikan’ posisi kehidupan masyarakat di sekitar garis kemiskinan atau di bawahnya kepada kondisi sebelum penurunan kemampuan daya beli, sebagai akibat dari kenaikan harga kebutuhan pokok. Jadi, kompensasi tidak akan menaikkan taraf hidup masyarakat.

Kompensasi Investasi Manusia

Jika sistem kompensasi seperti di negara maju diberlakukan, dalam kaitan ini dua kelompok masyarakat memperoleh kompensasi minimum agar mereka bisa bertahan hidup. Pertama ialah mereka yang belum mendapatkan pekerjaan, alias para pencari kerja atau mereka yang berhenti bekerja akibat ‘lay off’ dari pengusaha untuk mengurangi skala produksi. Kepada kelompok pertama ini diberikan tunjangan pengangguran, yang biasanya dibayarkan sekali dua minggu selama mereka menganggur atau belum punya pekerjaan.

Kedua ialah kelompok mereka yang tidak masuk ke usia kerja, serta kelompok lainnya yang masuk ke definisi penerima tunjangan. Di negara maju, program kompensasi ini masuk ke bentuk tunjangan serta bantuan sosial dalam berbagai skim program, di antaranya pemberian voucer yang dapat digunakan dalam memanfaatkan biaya perawatan kesehatan, penggunaan transportasi, makanan bersubsidi food stamp, dan sebagainya.

Meniru cara demikian tentulah masih jauh dari kemampuan Indonesia, sekalipun Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan kepada negara seperti yang dilaksanakan di kebanyakan negara maju. Namun dalam kenyataan, negara masih belum menaikkan standar minimum kepada mereka yang termasuk dua kelompok tadi.

Dalam kaitannya dengan sistem kompensasi, beberapa skim program diharapkan dapat disusun secara menyatu sebagai akibat dari berkurangnya subsidi yang selama ini ditempatkan pada penggunaan listrik dan bahan bakar kendaraan bermotor, ke subsidi yang arahnya untuk proses investasi manusia jangka panjang.

Pertama, ada jaminan yang disediakan negara kepada warganya untuk akses pada jenjang pendidikan sampai pendidikan tinggi. Berbagai skim beasiswa mesti dapat menjangkau lebih besar lagi persentase anak-anak yang berasal tidak hanya dari keluarga miskin, tapi juga dari kelompok menengah. Semula skim bea siswa Bidikmisi, Beasiswa Prestasi, serta beasiswa lainnya menjangkau anak-anak keluarga miskin secara random. Ketersediaan beasiswa seperti itu dapat memberikan kesem patan ke dua kepada anak-anak yang putus sekolah untuk mengecap pendidikan atau memperoleh pembekalan keterampilan hidup.

Kedua ialah kompensasi yang dapat ditujukan kepada akses untuk memperoleh pelayanan kesehatan, obat-obatan, dan keluarga be rencana. Penyediaan biaya kompensasi tidak hanya selesai pada ketersediaan dana kesehatan untuk bebas memperoleh layanan, menerima obat, dan keperluan kontrasepsi, tetapi juga sistem yang dibangun sedemikian rupa sehingga masya rakat dari keluarga miskin memperoleh jaminan asuransi dan kepastian pelayanan.

Ketiga ialah kompensasi yang berkaitan dengan insentif agar produktivitas kerja kelompok masyarakat dapat meningkat. Program food for work merupakan bagian dari rencana ini yang relatif tepat diarahkan untuk petani agar bekerja memperbaiki saluran irigasi. Masya rakat miskin kota dapat memanfaatkan dana cash for work supaya saluran drainase, perbaikan kampung kumuh, saluran sungai, dan sebagainya dapat dikerjakan secara terus-menerus. Bagi nelayan, mereka dapat memperoleh kompensasi solar ketika kembali menangkap ikan. Singkatnya, banyak bentuk kompensasi yang lebih tepat penggunaannya. Dengan demikian, mengingat kompleksnya bentuk kompensasi, penulis lebih setuju prosesnya didesentralisasikan saja. Daerah-daerah akan berkreasi membuat bentuk kompensasi ketimbang penetapan kompensasi secara nasional.

KTP Cap Miskin

Model KTP yang diberi tanda tambahan cap miskin dapat segera diintegrasikan dengan sistem reproduksi e-KTP yang sedang dirampungkan pemerintah. Misalnya, dengan membedakan warna kartu e-KTP.

Mereka yang berhak menggunakan, yang masuk definisi miskin atau menerima kompensasi, diberi KTP warna kuning. Untuk kategori lainnya, diberi warna lain. Pada awal tahun dapat dikeluarkan berapa jumlah e-KTP yang diberi cap. Tahun berikutnya dapat dilakukan evaluasi, mana yang sudah dapat berubah menjadi normal, mana yang masuk kategori baru.

Dengan sistem KTP cap miskin demikian, masyarakat yang berhak menerima kompensasi tidak perlu lagi direpotkan dengan berbagai bentuk surat bukti. Cukup memperlihatkan itu kepada kepala sekolah jika anak-anak mereka ingin bersekolah. Demikian juga, cukup memperlihatkan kartu cap miskin ketika memperoleh pelayanan kesehatan. Atau, jika ingin membeli minyak tanah, gula, atau beras. Sistem itulah yang mesti direncanakan secara komprehensif sehingga dengan membangun sistem yang baik, kompensasi akan semakin siap untuk diwujudkan karena semakin rapi dan bertanggung jawab. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar