Faktor-Faktor
Penting dari Manajemen Risiko
Achmad Deni Daruri, President Director Center for Banking Crisis
SUMBER
: MEDIA INDONESIA, 24 April 2012
“Membentuk standar relatif lebih mudah. Yang paling
sulit ialah membaca kecenderungan dari faktor-faktor penting manajemen risiko
di masa depan. Itu tugas yang harus dilakukan secepatcepatnya agar manajemen
risiko perbankan dapat berjalan efektif."
DITURUNKANNYA
target pertumbuhan ekonomi China menjadi 7,5% untuk tahun ini memperlihatkan
bahwa pemerintah China mulai membaca tantangan berat manajemen risiko
makroekonomi mereka. Sementara itu, krisis keuangan di Amerika Serikat telah
memaksa regulator mengubah paradigma dengan tren dan faktor-faktor penting
pendukungnya dalam konteks manajemen risiko.
Amerika
Serikat dan banyak negara lainnya mulai membuat regulasi yang berkaitan dengan
kecenderungan tersebut di masa depan. Namun, tidak semua faktor penting
tersebut telah disiapkan para regulator dengan membentuk regulasi yang tepat.
Hal itu memperlihatkan adanya kelemahan yang mendasar pada formulasi regulasi
dalam konteks mempertajam gigi manajemen risiko.
Peraturan
perlu dibuat untuk menghasilkan langkah-langkah preventif dalam konteks
kebutuhan mengendalikan risiko dengan pendekatan manajemen risiko. Kelemahan
itu muncul karena regulator tidak melakukan kajian persepsi pasar akan risiko
yang bakal muncul di masa depan yang dapat menjadi bahan kajian manajemen
risiko. Industri keuangan, termasuk perbankan, tidak memiliki kemewahan untuk
membentuk regulasi tersebut.
Kejadian
krisis di Amerika Serikat dan Uni Eropa, bahkan juga krisis Asia yang
menghantam perekonomian negara-negara Asia pada 1997, memperlihatkan lemahnya
lembaga seperti self regulatory organization (SRO) untuk memantau dan mengatur
sektor keuangan. Lembaga itu sangat lamban dalam mengantisipasi krisis
keuangan. Lamban dalam arti membaca arah kecenderungan risiko yang bakal
mengancam industri keuangan dalam jangka pendek, menengah, dan panjang. Tidak
hanya itu. Dengan adanya lembaga tersebut, otoritas perbankan dan moneter juga
kehilangan kendali dalam mengatur dan mengawasi krisis yang bakal muncul
tersebut. Pembagian tugas itu justru membuat pengawasan risiko sektor keuangan
semakin tidak optimum.
Regulator
yang mengawasi SRO tersebut pun mandul dalam membaca ancaman risiko masa depan
dari industri keuangan. Ibarat menghadapi medan pertempuran, radar tidak cukup
untuk mengawasi seluruh kedaulatan negara. Dengan analogi radar tersebut,
solusinya ialah dengan menambah radar baru bagi wilayah yang belum tercakup
oleh pengawasan atau mengganti semua radar yang ada dengan radar baru yang
memiliki kapasitas pengawasan yang mampu mencakup seluruh wilayah negara.
Pilihan
nomor dua merupakan pilihan terbaik karena tidak memerlukan koordinasi
antarradar dan memiliki standar operasi yang lebih mudah. Dengan analogi
tersebut, sebetulnya perekonomian sebuah negara hanya memerlukan satu radar
yang dapat beroperasi untuk membaca seluruh wilayah Nusantara. Banyaknya radar
menimbulkan risiko munculnya daerah tak terpantau atau daerah yang terpantau
oleh banyak radar.
Masalah
koordinasi akan menjadi pelik, apalagi jika setiap pengelola radar memiliki
interes yang berbeda-beda. Yang lebih parah ialah jika musuh mampu
mengendalikan radar yang kita gunakan. Itu sama halnya dengan SRO yang mampu
dikendalikan pemilik SRO tersebut. Kondisi itu sangatlah rentan. Jangankan
membaca risiko yang ada pada saat ini, membaca risiko yang akan terjadi di masa
depan pun akan sangat sulit dilakukan.
Di
Amerika Serikat, kondisi itu juga terjadi sehingga muncullah krisis keuangan
yang sampai saat ini masih dirasakan. Sekalipun bank sentral telah diberi
wewenang yang lebih luas, terbukti kemampuan dalam mengantisipasi risiko masa
depan masih belum memadai.
Sampai
saat ini Amerika Serikat baru berkutat pada pembuatan regulasi untuk menghadapi
faktor penting risiko masa depan bagi dunia perbankan dalam konteks risiko
likuiditas dan stress testing. Dalam
hal stress testing saja belum semua bank mampu melakukan itu untuk seluruh
model bisnis mereka.
Mungkin
regulasi bagi risiko likuiditas merupakan bentuk regulasi yang paling matang
yang telah dibuat oleh regulasi keuangan di Amerika Serikat untuk menghadapi
risiko masa depan dari perbankan itu sendiri. Untuk stress test, ternyata masih mengandalkan stress test yang dilakukan bank sentral sehingga setiap bank lebih
bersifat pasif.
Padahal,
jika masing-masing bersifat aktif, hasil stress
test akan semakin efektif. Misalnya, melakukan stress test setiap minggu
tentu akan memberikan dampak positif bagi perbaikan risiko bank tersebut. Itu
lebih baik ketimbang menunggang bank sentral untuk melakukan stress test.
Kloman
(2007) mengingatkan, “Risk management
must teach an organization how to cope not only with risk that is measurable,
but also with the broader and persistent fog of uncertainty and doubt. This
means improving organizational resilience to the inevitable unexpected
contingencies. The most sophisticated risk assessments can never measure all
uncertainties. We must adapt to surprises.” Bukan hanya itu. Regulasi akan
membuat hasil stress test tiap bagian
bank mampu dianalisis secara apple to
apple. Perbandingan bahkan dapat dilakukan antarbank secara konsisten. Hal
ini dapat terjadi jika regulasi menjamin adanya standar data dan standar
metodologi bagi industri perbankan.
Hal
lain yang luput dari perhatian regulator dunia dalam mengukur risiko penting di
masa depan ialah enterprise risk management, pengelolaan risiko sistemis, dan
model risiko kredit buku bank. Ketiga hal ini masih luput dari perhatian
regulator perbankan di dunia, termasuk regulator yang canggih di Amerika
Serikat. Faktor-faktor penting dari manajemen risiko ialah kecenderungan risiko
yang akan muncul di masa depan, yang seharusnya dimasukkan ke cetak biru
perbankan nasional.
Cetak
biru tidak sekadar bicara mengenai bentuk besarnya bank. Yang lebih penting
dari itu justru mengendalikan risiko-risiko perbankan masa depan yang akan
menjadi hambatan bagi pembangunan dan stabilitas perbankan nasional. Dengan
belajar dari kasus ini, diperlukan regulator tunggal yang bertanggung jawab
atas keseluruhan risiko perbankan nasional. Regulator ini bukanlah regulator
kemarin sore. Regulator ini juga harus memiliki kemampuan lender of last resort. Ibarat dokter, dia bukan hanya mengerti
kesehatan pasien, melainkan juga mampu mengobatinya termasuk mengoperasi dan
memberikan infus darah bagi pasien. Dengan demikian, dia sejalan pula dengan
analogi radar tunggal dengan kapasitas maksimum.
Selain
itu, setelah mendapatkan tanggung jawab dalam mengembangkan manajemen risiko
perbankan nasional, regulator ini harus mengembangkan standar manajemen risiko.
Membentuk standar relatif lebih mudah. Yang paling sulit ialah membaca
kecenderungan dari faktor-faktor penting manajemen risiko di masa depan. Itu
tugas yang harus dilakukan secepat-cepatnya agar manajemen risiko perbankan
dapat berjalan efektif. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar