Mengapa Anies
Baswedan Pilih Muhaimin Sebagai Cawapres? Abdul Manan : Jurnalis Majalah Tempo |
MAJALAH TEMPO, 10
September 2023
DEKLARASI pasangan bakal
calon presiden dan wakil presiden Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar di
Hotel Majapahit, Surabaya, pada Sabtu, 2 September lalu, mengubah koalisi
partai politik Pemilihan Umum 2024. Partai Demokrat hengkang dari koalisi
pendukung Anies, sedangkan Koalisi Indonesia Maju yang mendukung Prabowo
Subianto kehilangan Partai Kebangkitan Bangsa. Menurut Anies, Muhaimin
dipilih sebagai calon wakil presiden akibat kebuntuan negosiasi partai dalam
Koalisi Perubahan, yang sebelumnya terdiri atas Partai NasDem, Partai
Demokrat, dan Partai Keadilan Sejahtera. Demokrat, yang mengusulkan ketua
umum partainya, Agus Harimurti Yudhoyono, sebagai calon wakil presiden, ingin
segera ada deklarasi. Adapun NasDem ingin deklarasi dilakukan menjelang
penutupan pendaftaran kandidat presiden pada Oktober 2023. Demokrat menetapkan
tenggat 3 September 2023 kepada Anies agar mendeklarasikan calon wakilnya.
NasDem, yang tak punya pilihan, lalu mendekati Ketua Umum PKB Muhaimin yang
juga tak kunjung jelas apakah menjadi calon wakil presiden bagi Prabowo atau
tidak. Kepentingan NasDem dan PKB pun bertemu dengan menyepakati Muhaimin
sebagai pendamping Anies. Anies-Muhaimin menjadi
pasangan pertama yang mendeklarasikan diri sebagai pasangan kandidat Pemilu
2024. Calon presiden lain, Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto, hingga kini
masih mencari pendamping masing-masing. "Kami jadi punya waktu lebih
banyak untuk persiapan," kata Anies Baswedan kepada Stefanus Pramono,
Raymundus Rikang, Husein Abri Yusuf, dan Abdul Manan dari Tempo di rumahnya
di Jakarta, Kamis, 7 September lalu. Dalam wawancara sekitar
satu setengah jam, Anies menjelaskan negosiasi partai-partai pendukungnya
yang buntu. Juga soal kasus hukum di Komisi Pemberantasan Korupsi yang
menyeret nama Muhaimin Iskandar, dan hubungannya dengan Presiden Joko Widodo. Mengapa
akhirnya tak memilih Agus Harimurti Yudhoyono sebagai calon wakil presiden
Anda? Kalau saja tidak terjadi
deadlock di masa-masa akhir itu, barangkali opsinya masih AHY (singkatan nama
Agus Harimurti Yudhoyono). Kalau saja tidak terjadi deadlock juga di koalisi
Pak Prabowo dan Gus Imin (Muhaimin Iskandar), barangkali dia masih bersama
Pak Prabowo dan kawan-kawan. Kebuntuan sudah tidak bisa lagi dicarikan jalan
keluar. Kebuntuan
di koalisi Anda terjadi sejak kapan? Seminggu sampai 29 Agustus
2023. Terjadi ketegangan, perbedaan yang sudah tidak bisa lagi dijembatani. Tapi
Anda masih ingin bersama dengan AHY? Kalau sudah begini, bukan
soal ingin dan tidak. Ini soal kami punya agenda perubahan. Perubahan hanya
bisa terjadi kalau ada kewenangan. Untuk dapat kewenangan, harus memenangi
proses demokrasi. Proses demokrasi membutuhkan dukungan partai politik
minimal 20 persen (kursi Dewan Perwakilan Rakyat). Jadi, saya melihat, siapa
pun figur yang memenuhi kriteria, kami harus siap dan (bersikap) dewasa. Ini
sudah sampai pada level bicara kenegaraan, bicara kepentingan pembuatan
kebijakan, bukan soal perasaan kami mau duduk bareng serumah. Saya melihat di
fase-fase ini kami harus siap bekerja sama dengan siapa saja. Selama nilainya
sama, visinya sama, misinya sama, dan memiliki komitmen untuk governance yang
sama. Kepada
AHY, Anda mengatakan “mari menyambut takdir”. Apa artinya? Demokrat bergabung dengan
koalisi kami dengan harapan AHY menjadi calon wakil presiden. Mereka juga
menyampaikan, bila ada opsi lain yang dianggap lebih pas, akan mereka terima.
Di awal NasDem juga mengatakan begitu. Kami siap dengan Demokrat asalkan
tidak mensyaratkan AHY. Yang satu bilang jangan disyaratkan, yang satu bilang
jangan ditolak. Nah, saya sampaikan, aspirasi menjadi wakil itu aspirasi yang
kami pahami. Karena itu, ayo kita jemput takdir sama-sama. Demokrat
mengira kalimat itu sebagai komitmen menjadikan AHY calon wakil presiden.... Saya sampaikan bahwa ini
harus kesepakatan bersama. Enggak mungkin ada pasangan hanya diputuskan calon
presiden. Yang tanda tangan siapa? Partai. Dan itu harus diterima sebagai
sebuah kesepakatan. Nah, argumen untuk cari nama A-B-C-D-F-G itu juga punya
alasan teknokratis, yaitu basis pemilih. Basis pemilihnya harus yang berbeda.
Bukan soal suka atau tidak suka. Kemudian segmen. Jadi banyak faktor
teknokratis yang menjadi argumen bagi NasDem tak segera memutuskan AHY. Jadi,
kalau berbicara tentang kami ingin agar terjadi kesepakatan bersama, itu
dalam rangka menjaga supaya ini bisa satu perahu. Enggak bisa tanpa itu. Saya melihat misi utama
kami mendapatkan amanah membawa gerakan perubahan. Artinya menyelamatkan
koalisi tetap berjalan. Misi itu terancam gagal ketika tidak ada kesepakatan.
Pak Surya Paloh (Ketua Umum NasDem) mengabarkan ada opsi baru. Jadi
berpasangan dengan Muhaimin menyelamatkan misi itu. Misi
perubahan atau mendapatkan tiket? Untuk melakukan gerakan
perubahan harus punya kewenangan. Untuk punya kewenangan harus memenangi
proses demokrasi. Untuk memenangi proses demokrasi harus ada tiket. Urutannya
begitu. Bagi kami, bukan soal tiket saja. Ini misi kami. Misi kami melakukan
perubahan. Ini saya sampaikan berkali-kali. Kami ingin kebebasan berbicara
hidup lagi. Kami enggak ingin lagi ada rasa takut. Bagaimana caranya? Ubah
undang-undangnya. Jadi saya punya misi itu yang harus diselamatkan. Caranya
dengan koalisi ini tetap hidup. Kalau tidak terjadi
deadlock, baik-baik saja. Pak Surya Paloh mengundang PKB ikut dan Muhaimin
siap jadi pasangan. Pada saat itu, secara moral, saya salah kalau menerima.
Kenapa? Masih ada koalisi, masih ada usaha menjemput takdir. Ikhtiar
menjemput takdir itu selesai di hari Selasa sore. Apa
benar banyak orang takut bertemu dengan Anda? Entah kenapa semuanya
merasa kayak di Wakanda. Banyak orang enggak mau ketemu terbuka. Kenapa? Ini yang harus kita ubah.
Ini republik merdeka. Siapa saja bisa bertemu dengan siapa saja. Siapa saja
bisa berdiskusi dengan siapa saja. Iklim keterbukaan harus dibuat oleh
kepemimpinan nasional. Ketika rasa takut itu ada, kita tidak hidup dalam
sebuah negeri merdeka. Menyebut nama Indonesia saja Wakanda. Approval rating kepada
pemerintah cukup tinggi, sedangkan Anda mengusung tema perubahan. Apa tak
jadi bumerang? Apakah kebutuhan pokok
harganya terjangkau? Apakah layanan kesehatan nyaman? Apakah layanan
pendidikan memuaskan? Jawabnya, tidak. Tapi approval rate kepada presiden
tinggi. Tapi, ketika kita bicara tentang problem-problem yang dihadapi
masyarakat, itu nyata di keluarga-keluarga. Generasi Z merasakan sulitnya
mencari lapangan pekerjaan. Jadi saya sampaikan bahwa kita ingin berubah.
Kebijakan tata niaga, kebutuhan pokok, itu harus diubah. Supaya produsen
kebutuhan pangan dengan konsumen selisih harganya tidak jauh. Artinya, yang
memproduksi bisa sejahtera, yang mengkonsumsi bisa menjangkau. Ini aspek yang
tidak mendapatkan perhatian riil. Itu fakta. Banyak
orang menganggap hubungan Anda dengan Presiden Jokowi buruk. Bisa Anda
jelaskan? Pak Jokowi itu presiden.
Saya warga negara. Ketika saya penyelenggara negara, kami ketemu intensif
sebagai penyelenggara negara. Saya gubernur, beliau presiden. Karena
pekerjaan, interaksi saya cukup banyak. Pekerjaan itu selesai, saya pamit,
undur diri, dan saya menjadi warga negara sebagaimana yang lain. Menurut
saya, normal-normal saja. Malah aneh kalau ketemu terus-menerus. Jadi,
menurut saya, ini tak perlu dipertanyakan. Saya warga negara biasa. Beliau
presiden yang punya urusan begitu banyak. Bahwa saat ini saya dicalonkan oleh
partai dan lain-lain, kan presiden juga bilang tidak cawe-cawe. Mungkin
karena Anda tidak pernah menyatakan akan melanjutkan program pemerintah
sekarang? Nanti timing-nya ada.
Bukan sekarang. Omong-omong,
masih bisakah Anda tidak mendapat tiket sebagai calon presiden? Ini seperti pertanyaan, "Berapa
besar kemungkinan Anda di jalan ditabrak mobil?" Gimana jawabannya? Ya,
enggak tahu. Makanya, kalau kita pergi, berangkat, yang kita bisa kendalikan
itu rem, gas, kopling. Itu bisa kita kendalikan. Tapi, kendaraan orang lain,
saya enggak bisa kendalikan. Di situ saya berdoa. PKS
masih mendukung Anda? Kami berjalan bersama PKS
sejak 2016. Saya bersyukur bisa bekerja bersama dengan PKS selama ini.
Insyaallah ke depan juga terus sama-sama. Sebagaimana ketika NasDem
mendeklarasikan (pencalonan saya) pada Oktober tahun lalu, tidak bisa PKS
serta-merta mendeklarasikannya. PKS harus menggelar sidang majelis syura.
Proses internal ini harus dihormati. Jadi tidak perlu menjadi bahan
spekulasi. Selama
ini PKB dan PKS punya banyak perbedaan. Bagaimana Anda menyatukannya? Kita ini sebangsa, setanah
air. Makin sering kita memunculkan kebersamaan, kerja sama itu makin baik.
Pikiran, perasaan, harapan mungkin beda-beda, tapi membiasakan kerja bersama
itu penting untuk perasaan kesatuan di republik ini. Kami melihat ini sebagai
sesuatu yang positif, bahwa mudah-mudahan dengan adanya situasi seperti
sekarang terbentuk suasana komunikasi yang lebih baik sampai ke level
grassroots. Jika di level grassroots pikiran dan kebiasaan tetap berbeda,
kami hormati. Tapi bisa bekerja sama itu rasanya baik. Kenapa kita harus
melanggengkan perbedaan? Bagaimana
menjawab kritik bahwa nanti Anda akan menjadi petugas partai politik? Anda lihat saya bekerja di
Jakarta. Saya hanya didukung Gerindra dan PKS. Tujuh partai lain tidak bersama.
Dalam perjalanannya, justru berbalik, tujuh mendukung kami, dua tidak.
Alhamdulillah, kami mendapat dukungan yang cukup luas dari semuanya. Dalam
banyak hal kami bisa bersepakat. Kami bisa tidak bersepakat dengan partai.
Sama seperti juga di sini. Kami selama ini ada diskusi. Memang baru pertama
kali ada nama dari NasDem? Enggak, kok. Berkali-kali. Cuma, kan enggak ramai
saja. Dan terjadi diskusi, terjadi pro-kontra. Menurut saya, keputusan ini
(berpasangan dengan Muhaimin) hanya bisa terjadi karena terjadi deadlock.
Kalau enggak deadlock, cerita masih panjang. Anda
kerap dikritik karena dalam pemilihan kepala daerah DKI Jakarta 2017 sangat
sarat isu politik identitas. Faktanya, polarisasi
berdasarkan isu agama sudah ada sejak 2011. Kedua belah pihak menggunakan isu
agama. Yang mendukung Ahok menggunakan isu agama. Yang menentang juga
menggunakan isu agama. Apakah semua pendukungnya begitu? Tidak. Apakah semua
penentangnya memakai isu agama? Tidak. Narasi-narasi tentang
lebih baik memilih pemimpin nonmuslim tapi tidak korup daripada korup tapi
muslim itu sudah ada sebelum saya jadi calon gubernur. Jadi polarisasi itu
sudah ada, sudah kuat, dan sudah menjadi friksi. Karena kami menjadi
pemenang, dengan mudah dikatakan kami menang karena isu agama. Kemenangan itu
faktornya banyak. Jadi saya melihat penting bagi kita menempatkan fakta
secara lengkap bahwa isu perbedaan agama, isu agama, itu sudah ada lima-enam
tahun sebelum saya. Saya tidak memulainya. Ada
juga yang mengungkit soal asal-muasal keluarga Anda dari Yaman. Anda merasa
menjadi korban soal itu? Enggak. Bagi saya itu
non-isu. Kami bersyukur bahwa orang-orang tua kami memilih menjadi pejuang
mendirikan republik ini. Dan itu juga yang membuat saya merasa harus siap
masuk wilayah politik, sebagaimana orang-orang tua kami dulu memilih berada
di wilayah politik itu sebuah perjuangan. Apakah selama kakek saya terlibat
dalam perjuangan sepi dari kontroversi dan kritik? Tidak. Apakah ketika ia
mengambil keputusan disetujui semua orang? Tidak. Banyak yang menentang,
banyak yang mengkritik, banyak yang tidak setuju, banyak juga yang setuju.
Maka, kalau saya mendapat undangan terlibat proses politik, saya akan jawab,
ya. Anda
terlihat berusaha menghindari berkomentar soal Demokrat. Masih ada harapan
Demokrat kembali? Bukan hanya itu. Memang
saya selama ini juga tidak dalam situasi memojokkan atau menyerang siapa pun.
Jadi saya selalu berharap tone-nya bersahabat kepada semua. Soal
kasus hukum Muhaimin di KPK, apakah tidak jadi pertimbangan Anda dan NasDem? Kalau Gus Muhaimin itu
punya masalah hukum, saya rasa beliau tidak berani mengambil opsi ini. Beliau
bilang tidak ada masalah. Dan kalau tidak ada masalah, ya, tidak ada masalah. Anda
tidak khawatir akan diganjal dengan kasus hukum? Aku wis dikuliti nganti
ora ono kulite (saya sudah dikuliti sampai tidak ada kulitnya lagi). Opo
meneh sing ate dikuliti (apa lagi yang akan dikuliti dari saya)? Sebagai
pasangan pertama yang berdeklarasi, apa plus dan minusnya? Ada kesempatan dibicarakan
sendirian karena belum ada yang lain. Saya tak lihat ada minusnya. Malah bisa
dipersiapkan lebih awal. Hal-hal yang kemarin belum disinkronkan bisa
disinkronkan. Punya waktu (persiapan) lebih banyak. Kemudian, bagi pendukung,
relawan, kalau ditanya (apakah mereka) berlayar atau tidak, bisa saya jawab
"berlayar". Bukankah
sebagai pasangan pertama Anda juga jadi lebih banyak dirisak? Di-bully itu dengan kata
lain jadi percakapan, kan? Taksiran
Anda, berapa calon yang akan maju? Mana yang lebih baik buat Anda, dua atau
tiga calon? Bismillah, kami berlayar.
Itu saja yang penting. ● Sumber : https://majalah.tempo.co/read/wawancara/169697/wawancara-anies-baswedan |
Yang makan gratis yang menang wkwk
BalasHapushttps://jurnalfksd.blogspot.com