Benarlah Kendaraan
listrik Solusi Menurunkan Polusi Udara? Erwan Hermawan : Jurnalis Majalah Tempo |
MAJALAH TEMPO, 4
September 2023
BERDALIH harganya menguras
duit negara, penjabat Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono, emoh
mengendarai mobil listrik. Meski paham mobil listrik rendah emisi, ia memilih
menggunakan mobil hybrid hitam untuk operasional keliling Jakarta
sehari-hari. “Pemerintah enggak mampu beli, mending hybrid murah perawatan
dan suku cadang,” kata Heru, Rabu, 30 Agustus lalu. Pernyataan Heru
bertentangan dengan permintaan dia pada pertengahan Agustus lalu. Ia meminta
pegawai negeri Jakarta membeli kendaraan listrik untuk menekan tingkat polusi
udara. Heru bersedia membantu anak buahnya agar mendapat bunga rendah dari
bank untuk mencicil kendaraan listrik. “Sekarang panggilan negara. Kamu harus
mau, harus sanggup,” ujar Heru. IQAir, platform informasi
kualitas udara asal Swiss, mencatat indeks kualitas udara di Jakarta pada
Sabtu, 2 September lalu, sebesar 169. Angka itu menempatkan Jakarta sebagai
kota dengan polusi udara terburuk sedunia, dengan partikel halus PM2.5
sebanyak 91 mikrogram per meter kubik, 18 kali lebih tinggi dari standar
Badan Kesehatan Dunia (WHO). Dalam catatan Centre for
Research on Energy and Clean Air (CREA), ada tiga polutan utama di udara
Jakarta, yakni partikel halus PM2.5, sulfur dioksida (SO2), dan nitrogen
oksida (NOx). Tiga polutan itu bersumber dari berbagai aktivitas, dari
pembangkit listrik, transportasi, sampai industri manufaktur. Analisis CREA yang terbit
pada 25 Agustus lalu menemukan polutan SO2 dan NOx di udara Jakarta
kebanyakan bersumber dari pembangkit listrik batu bara. Lebih dari 90 persen
SO2 di udara berasal dari pembangkit, yang juga mengeluarkan NOx serta PM2.5
ke udara Jakarta masing-masing 27 dan 4 persen. Menurut peneliti CREA,
Lauri Myllyvirta, kendaraan listrik bukan solusi untuk menekan tingkat polusi
Jakarta selama listrik di Indonesia bersumber dari pembangkit batu bara.
Kenaikan populasi kendaraan listrik justru meningkatkan polutan di udara.
Sebab, penggunaan setrum dari pembangkit batu bara untuk mengecas kendaraan
listrik kian masif. Dalam hitungan CREA, kadar
SO2 meningkat 0,15 gram lebih banyak dengan menggunakan mobil listrik
ketimbang bahan bakar bensin. “Solusi utama adalah transisi pembangkit dari
batu bara ke energi ramah lingkungan,” tutur Lauri. Jakarta dikepung
pembangkit batu bara. Ada sepuluh pembangkit batu bara pada radius 100
kilometer dari batas Jakarta. CREA mencatat polusi dari pembangkit baru bara
bertanggung jawab terhadap 1.600 kasus kematian dini di Jakarta per tahun. Masalahnya, jumlah
pembangkit batu bara di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2022,
misalnya, kapasitas terpasang pembangkit batu bara meningkat 13,8 persen dari
tahun sebelumnya. Pada 2024, Institute for Essential Service Reform atau IESR
menaksir konsumsi batu bara untuk pembangkit sebesar 131 juta ton. Mantan Menteri Perencanaan
Pembangunan Nasional, Bambang Brodjonegoro, mengatakan sumber energi
Indonesia bergantung pada pembangkit batu bara karena harganya terjangkau.
Namun pembangkit itu akan pensiun seiring dengan target netralitas karbon
pada 2060. “Belum ada opsi renewable energy dengan harga terjangkau,” ujar
Bambang, Sabtu, 2 September lalu. Meski mobil listrik ikut
berdampak pada peningkatan polusi, pemerintah tetap ngotot menjadikannya
sebagai salah satu solusi. Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi
Luhut Pandjaitan mengatakan solusi atas polusi di Jakarta antara lain dengan
mempercepat peralihan dari kendaraan berbahan bakar fosil ke kendaraan
listrik. Sebelum menjadi ketua tim
penanganan polusi Jakarta pada Senin, 28 Agustus lalu, Luhut gencar
mempromosikan ekosistem kendaraan listrik di Tanah Air. Termasuk merencanakan
pembangunan smelter nikel hingga memberikan insentif untuk pembelian
kendaraan ramah lingkungan. “Kita percepat proses electric vehicle,” kata
Luhut, Jumat, 1 September lalu. Nyatanya, mobil listrik
ikut memuluskan deforestasi. Juru kampanye Greenpeace Indonesia, Arie Rompas,
mengatakan komponen baterai kendaraan listrik berasal dari nikel. Greenpeace
menemukan penambangan nikel di Sulawesi Tengah dan Tenggara mengakibatkan
deforestasi lebih dari 500 ribu hektare. “Kendaraan listrik justru merusak
lingkungan di daerah,” ujar Arie. ● Sumber : https://majalah.tempo.co/read/lingkungan/169556/polusi-udara-jakarta |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar