Bagaimana Memakai
Konjungsi Dan? Shofa Muhammad : Esais, Alumnus Universitas Negeri
Yogyakarta, Penulis buku Melukis Wajah Maling |
MAJALAH TEMPO, 10
September 2023
ADA banyak lirik lagu
berbahasa Indonesia yang memanfaatkan lisensi puitika (licentia poetica)
sehingga “seolah-olah” lirik lagu tersebut tidak sesuai dengan kaidah
kebahasaan. Menurut Encyclopaedia Britannica, lisensi puitika (licentia
poetica) adalah hak yang diasumsikan oleh penyair ada padanya untuk mengubah
sintaksis standar atau melakukan penyimpangan dari diksi ataupun pengucapan
umum. Tujuannya adalah kecukupan aturan tonal dan metrum yang hendak dicapai
dalam karyanya. Contoh lirik lagu yang
memanfaatkan lisensi puitika tersebut adalah karya grup musik Sheila on 7
yang berjudul “Dan” serta “Waktu yang Tepat untuk Berpisah”. Selain dua judul
lagu itu, penyanyi Ebiet G. Ade sering memakai lisensi puitika untuk lirik
lagu-lagunya. Salah satunya lagu yang diberi judul “Ayah Aku Mohon Maaf”. Dalam lagu “Dan”, Eross
Candra, penciptanya, menulis, “Dan... Dan bila esok datang kembali/Seperti
sedia kala/Di mana kau bisa bercanda”. Adapun dalam lagu “Waktu yang Tepat
untuk Berpisah” gitaris Sheila on 7 itu menggubah lirik “Dan bila kau harus
pergi/Jauh dan tak 'kan kembali/'Ku akan merelakanmu/Bila kau bahagia".
Sementara itu, Ebiet G. Ade menuliskan dengan liris lagu “Ayah Aku Mohon
Maaf”: “Dan pohon kemuning akan segera kutanam/Suatu saat kelak dapat jadi
peneduh/Meskipun hanya jasad bersemayam di sini/Biarkan aku tafakur bila
rindu kepadamu”. Lirik tiga lagu tersebut
memiliki kesamaan, yakni memilih kata “dan” yang disematkan di awal lagu.
Kata “dan” merupakan salah satu kata konjungsi koordinatif yang berfungsi
menghubungkan dua satuan bahasa yang sederajat, yakni kata dengan kata, frasa
dengan frasa, atau klausa dengan klausa (Anton Moeliono, 2003). Dalam tiga
lirik lagu di atas, kata “dan” diletakkan di awal lagu, yang dengan
sendirinya tidak menjadikannya konjungsi sesuai dengan definisi Anton
Moeliono. Namun, jika memakai pisau telaah lisensi puitika, kata “dan” yang
berada di awal lagu tersebut sama sekali tidak memunculkan perdebatan
kebahasaan. Ketiga lirik lagu tersebut bahkan berhasil sebagai lagu yang enak
didengar dan “ramah telinga”. Yang berpotensi menjadi
masalah kebahasaan dan layak dikritik adalah jika ada konjungsi “dan” pada
susunan kalimat yang sebenarnya sudah sesuai dengan kaidah kebahasaan. Ia,
misalnya, diletakkan sebagai penghubung klausa dengan klausa, tapi memiliki
logika bahasa yang masuk angin. Apakah ada contoh kasus kebahasaan yang
seperti itu? Tentu ada. Bahkan, dalam kasus yang dicontohkan di bawah ini,
hal itu bisa serius. Tahun ajaran baru di
sekolah tidak hanya menyibukkan para peserta didik untuk menyiapkan alat-alat
tulis dan peralatan sekolah lain. Wali murid pun harus mencari buku-buku
pelajaran untuk anak-anaknya. Di saat mencari buku-buku pelajaran untuk tahun
ajaran baru 2023/2024, saya baru sadar ternyata ada buku satu mata pelajaran
yang menggunakan judul dengan logika bahasa yang masuk angin tadi. Judul buku
itu adalah Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti, buku pelajaran untuk
kelas I-VI sekolah dasar, kelas VII-IX sekolah menengah pertama, dan kelas
X-XII sekolah menengah atas. Jika kita lihat dengan
ugahari memakai teori konjungsi koordinatif, judul tersebut tentu tak
bermasalah. Kata “dan” telah diletakkan secara benar di antara klausa
“Pendidikan Agama Islam” dan “Budi Pekerti”. Namun, jika kita lihat dengan
lebih cermat, ada masalah serius dalam hal logika bahasa di sana. Peran logika dalam
penggunaan bahasa sangatlah penting. Logika berbahasa berhubungan erat dengan
kebenaran kalimat. Suatu kalimat dikatakan benar jika ia benar-benar
melambangkan suatu peristiwa tertentu. Untuk menyusun kalimat logis, kita
harus memperhatikan pemilihan kata (diksi), penggunaan kata bentukan, dan
konjungsi. Tanpa bermaksud memberikan
tausiah di rubrik ini, saya merasa perlu menukil hadis riwayat Bukhari,
Baihaqi, dan Hakim yang menyebutkan, “Tidak sekali-kali saya (Nabi Muhammad)
diutus oleh Allah kecuali hanya untuk menyempurnakan akhlak”. Melalui hadis
ini kita mafhum bahwa akhlak adalah bagian integral dari (pendidikan) agama
Islam. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, akhlak diartikan sebagai budi
pekerti. Jadi bagaimana mungkin seorang penjual bakso menulis di geber
warungnya: “jual bakso dan kuahnya”. ● Sumber : https://majalah.tempo.co/read/bahasa/169669/konjungsi-dan |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar