Ahmad Najib Burhani : Profesor Riset di Badan
Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) |
KOMPAS, 26 Agustus 2023
Sejak
2019 pemerintah Indonesia memutuskan untuk membangun Ibu Kota Negara (IKN)
baru di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, yang diberi nama Nusantara.
Rencananya, upacara Hari Kemerdekaan 17 Agustus 2024 nanti akan dilangsungkan
di sini. Nama
Nusantara diambil karena ia merefleksikan realitas Indonesia sebagai negara
maritim dan istilah ini sudah menjadi iconic secara internasional.
"Nusantara itu sebuah konsep aktualisasi atas wilayah geografi sebuah
negara yang di dalamnya terdapat pulau-pulau yang disatukan oleh
lautan," kata Suharso Monoarfa dalam Rapat Panitia Kerja (Panja)
Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara (RUU IKN) (17/1/2022). Mengingat
Indonesia sebagai negara Bahari dengan ribuan pulau, maka di antara tujuan
terpenting dari pembangunan IKN adalah menciptakan pusat pertumbuhan ekonomi
baru di luar Jawa, agar terjadi keseimbangan ekonomi dan pembangunan antara Jawa
dan luar Jawa. Tujuan
ini telah menjadi mimpi sejak lama, agar pembangunan tak terkonsentrasi di
Jawa, sementara yang di Indonesia Timur tertinggal jauh. Apalagi mengingat
Jakarta yang sudah semakin tidak kondusif sebagai Ibu Kota dengan isu polusi
air, polusi udara, banjir, dan bahkan terancam tenggelam. Jakarta juga tak
lagi menjadi kota yang ideal untuk merefleksikan Indonesia dengan
pembangunannya yang saling bertabrakan dan tak merata, pola yang tak teratur,
kemacetan, dan ekonomi yang sangat kontras di beberapa tempat. Karena itu,
memang harus dibangun Ibu Kota baru. Sebelum
Presiden Joko Widodo mengumumkan rencana pemindahan Ibu Kota pada 16 Agustus
2019, pikiran untuk membuat Ibu Kota baru itu sudah muncul sejak zaman
Sukarno. Ketika itu, pemindahan Ibu Kota merupakan decolonializing strategy
atau upaya membangun identitas Indonesia yang berbeda dari zaman kolonial dan
sebagai sarana integrasi nasional. Ketika itu, lokasi yang digadang menjadi
Ibu Kota adalah Palangkaraya. Pada
zaman Suharto, gagasan itu muncul kembali dengan alasan yang berbeda,
pengembangan pusat ekonomi atau area bisnis baru di Jonggol. Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono juga sempat berencana memindahkan Ibu Kota karena alasan
kependudukan, kemacetan, dan banjir. Pada era Jokowi pikiran dan rencana
pemindahan Ibu Kota itu direalisasikan dengan harapan menyeimbangan
pembangunan, dari Java-centric menjadi Indonesia-centric, dan menyambut
tantangan masa depan. Membangun
kota, apalagi ibu kota, tentunya bukanlah proses sim salabim atau seperti
mitos Bandung Bondowoso yang membuat Candi Prambanan dalam semalam dengan
pasukan jinnya. Membangun kota adalah membangun peradaban. Dalam Bahasa Arab,
istilah untuk menyebut kota adalah madinah yang seakar dengan kata madaniyyah
atau civilization. Makanya, dulu Nurcholish Madjid (Cak Nur) sering memaknai
civil society sebagai “masyarakat madani”. Seperti
ditulis Bambang Susantono, Kepala Badan Otorita IKN, dalam pengantar buku The
Road to Nusantara: Process, Challenges and Opportunities (2023), membangun
Ibu Kota tidaklah sama dengan membangun kota biasa, yang mungkin lebih
didominasi pembangunan infrastruktur. Nusantara diproyeksikan akan
“menunjukkan upaya Indonesia untuk merangkul budaya kerja baru dan cara
berpikir inovatif yang akan memungkinkan bangsa untuk mengatasi tantangan
global masa depan” (h. ix). Karena
itulah, dalam Lampiran II dari UU No. 3 Tahun 2022 tentang IKN, model kota
yang dibangun di Nusantara memadukan tiga konsep, yaitu sebagai kota hutan
atau forest city, kota spons atau sponge city, dan kota cerdas atau smart
city. Konsep kota hutan dipakai untuk memastikan kelestarian lingkungan
dengan minimal 75 persen merupakan kawasan hijau. Ini adalah konsep baru yang
menyatukan manusia dengan alam. Konsep ini belum banyak modelnya dan karena
itu perlu banyak imajinasi dan kajian yang matang. Meski
Nusantara dirancang menjadi kota masa depan dengan kesadaran penuh tentang
problem lingkungan, teknologi pintar, dan bisa memajukan ekonomi, namun Ibu
Kota itu harus memiliki daya tarik dan daya dorong yang mampu membuat orang
mau berpindah ke sana. Jika tidak, maka ia akan menjadi kota mati atau kota
hantu. Saat ini, rancangan IKN masih memiliki sejumlah tantangan terkait
inklusivitasnya terhadap masyarakat adat dan lokal, konsep pemerintahan yang
sentralistik atau setback dari konsep desentralisasi, paradigmanya dalam
menjaga hutan, dan juga terkait Indonesia sebagai negara maritim. Konsep
forest city dari IKN, misalnya, sangat berpotensi untuk menjaga hutan
Indonesia. Saat ini, kerusakan hutan di Kalimantan sudah cukup parah.
Kerusakan itu bahkan hingga mencapai 60 persen dari 9,7 juta hektar hutan di
sana dan pembangunan IKN berpotensi menambah kerusakan tersebut. Hal lain
adalah tradisi membakar lahan atau hutan pada sebagian masyarakat yang jika
tak diantisipasi maka IKN yang dibangun dengan biaya mahal itu akan bisa
cepat musnah. Namun jika konsep forest city itu berhasil, maka ia akan
menjadi model bagi penyelamatan 125 juta hektar hutan Indonesia. Sementara
itu, meski lokasinya dekat dengan wilayah pantai Kalimantan Timur dan juga
dekat dengan selat Makassar, dan meski namanya Nusantara, yang terlewat dalam
pembangunan IKN justru pembangunan maritim yang merupakan identitas penting
Indonesia. Jika isu maritim ini digarap, maka bukan hanya Nusantara semakin
merefleksikan Indonesia, ia juga mewujudkan visi Bahari Jokowi untuk tak lagi
memunggungi laut. Dengan demikian, IKN Nusantara, yang meski tak ada dalam
Nawacita, tetap akan terlaksana dan demikian pula dengan visi pengembangan
maritim. Poin-poin
yang tertulis di atas tergambar dalam buku yang diterbitkan oleh BRIN-ISEAS
berjudul The Road to Nusantara: Process, Challenges and Opportunities yang
diluncurkan di Jakarta, 8 Agustus 2023. Buku itu merupakan referensi akademik
pertama tentang IKN Nusantara dalam Bahasa Inggris yang diterbitkan oleh
penerbit bereputasi global. Ada buku lain yang baru diterbitkan Springer yang
secara lebih khusus melihat aspek budaya dari IKN Nusantara, berjudul
Assembling Nusantara: Mimicry, Friction, and Resonance in the New Capital
Development (2023). Dua buku itu sudah ditelaah secara teliti oleh akademisi
yang mumpuni sebelum terbit, sehingga bisa menjadi rekomendasi yang dipercaya
bagi pemerintah. Selain
itu ada satu proyek lagi tentang IKN yang sedang dikerjakan periset BRIN yang
secara khusus melihat berbagai tantangan (challenges) di Nusantara, seperti
kekeringan, kebakaran hutan, longsor, banjir, gempa bumi, konflik horizontal,
dan yang berkaitan dengan pelibatan masyarakat adat. Semua karya itu
dimaksudkan untuk membantu mewujudkan IKN sebagai pusat peradaban baru yang
membawa Indonesia siap berselancar di masa depan dengan sukses.● |
Sumber
:https://www.kompas.id/baca/opini/2023/08/25/menuju-nusantara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar