Deflasi Ekonomi Cina Yopie Hidayat : Kontributor Tempo |
MAJALAH TEMPO, 20
Agustus 2023
KEKHAWATIRAN pasar mulai
menjadi kenyataan. Dua bulan lalu, ketika angka inflasi di Cina persis berada
di ambang deflasi, banyak analis cemas ekonomi Negeri Tirai Bambu akan segera
jatuh ke siklus perlambatan. Kini data mutakhir per akhir Juli 2023 jelas menunjukkan
pemburukan itu. Cina mengalami deflasi 0,3 persen dalam setahun terakhir. Deflasi merupakan sinyal
awal terjadinya kontraksi ekonomi. Alih-alih tumbuh, ekonomi susut. Jika
melihat data, ekonomi Cina tampak makin melambat. Antara kuartal pertama dan
kuartal kedua tahun ini, tingkat pertumbuhan ekonomi Cina hanya 0,8 persen.
Berbagai indikator lain juga memberikan sinyal mencemaskan. Pertumbuhan
kredit perbankan jatuh ke titik terendah dalam 14 bulan terakhir. Nilai
ekspor selama Juli turun 14,5 persen dibanding pada Juli tahun lalu. Ini
adalah penurunan nilai ekspor terbesar sejak awal masa pandemi Covid-19. Dalam situasi seperti ini,
pasar finansial global amat berharap pemerintah Cina akan menggelontorkan
stimulus besar-besaran. Setiap tahun pada pertengahan Agustus, para pejabat
tinggi Cina berkumpul di Beidaihe, sebuah resor di pinggir pantai, sekitar
250 kilometer dari Beijing. Selain digelar untuk retret, berteduh dari hawa
musim panas yang menyengat, pertemuan tahunan itu merupakan ajang pembuatan
keputusan penting. Tahun ini, pasar menunggu keputusan pemerintah yang lebih
agresif agar Cina tak makin terperosok ke dalam kelesuan panjang. Harapan itu tak terkabul.
Memang, People’s Bank of China, bank sentral Cina, pekan lalu menurunkan suku
bunga acuan 0,15 persen menjadi 2,5 persen. Penurunan bunga acuan ini adalah
yang terbesar sejak 2020. Namun analis menilai ekonomi Cina membutuhkan
kebijakan stimulus yang jauh lebih kuat agar tidak terus melorot. Penurunan
bunga saja tidaklah cukup. Umumnya, ketika kelesuan
ekonomi datang, pemerintah di berbagai negara akan segera memberi stimulus
dengan menyuntikkan bantuan tunai ataupun kredit secara langsung baik kepada
konsumen maupun pebisnis kelas kecil-menengah. Targetnya, daya beli
masyarakat meningkat. Ekonomi bisa bergerak lebih kencang karena dorongan
konsumsi dan tarikan aktivitas usaha kecil-menengah. Kebijakan agresif yang
penting untuk mencegah perlambatan ini sama sekali belum terlihat di Cina. Yang lebih parah, Beijing
malah cenderung menutup diri. Pemerintah Cina tak menerbitkan lagi data
pengangguran di kalangan muda (usia 16-24 tahun). Per akhir Juni lalu, data
ini memang menggegerkan. Ada 21,3 persen orang muda Cina yang menganggur,
rekor terburuk semenjak data ini mulai dipublikasikan pada 2018.
Membengkaknya angka pengangguran ini menunjukkan betapa ekonomi Cina tidak
berhasil pulih setelah terbelenggu sangat ketat selama masa pandemi Covid-19.
Berbagai akibat buruk kekeliruan kebijakan dalam penanganan pagebluk itulah
yang kini mulai membebani ekonomi Cina. Celakanya, pada banyak
negara yang selama ini berseteru dengan Cina, muncul schadenfreude atau
perasaan senang melihat kesusahan orang lain. Presiden Amerika Serikat Joe
Biden, misalnya, malah melontarkan olok-olok bahwa masalah ekonomi Cina
adalah bom waktu yang siap meledak. Dan jika orang jahat sedang dalam
masalah, mereka bisa melakukan hal-hal buruk, begitu kata Biden. Senang melihat kesusahan
orang lain memang manusiawi. Namun kelesuan yang tengah menyergap ekonomi
terbesar kedua dunia ini semestinya justru mendorong otoritas ekonomi di
berbagai negara bekerja sama, bukannya melontarkan olok-olok yang hanya akan
memperburuk keadaan. Sebab, banyak sekali negara yang amat bergantung pada
kesehatan dan pertumbuhan ekonomi Cina. Sikap schadenfreude sungguh ironis
mengingat ekonomi global masih memerlukan Cina sebagai lokomotif penggerak. Ekonomi Indonesia,
misalnya, akan terkena imbas buruk yang amat serius jika nilai ekspor
berbagai komoditas ambruk karena harga makin merosot terseret buruknya
kondisi ekonomi Cina. Celakanya, seperti halnya Biden, saat ini energi dan
waktu para politikus Indonesia makin tersedot oleh urusan pemilihan presiden.
Entah siapa yang akan serius memikirkan dan menyiapkan antisipasi jika
kondisi kian buruk. ● Sumber : https://majalah.tempo.co/read/sinyal-pasar/169531/deflasi-ekonomi-cina |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar