Usai Lili Mundur, KPK
akan Lebih Baik & Kasusnya Diproses Pidana? Andrian Pratama Taher : Jurnalis Tirto.id |
TIRTO.ID, 13 Juli 2022
Kursi pimpinan
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kosong usai Lili Pintauli Siregar resmi
mengundurkan diri sebagai komisioner komisi antirasuh. Hal ini berdasarkan
Surat Keputusan Presiden Nomor 71/P/2022 yang diteken Presiden Joko Widodo. Berdasarkan UU
Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun
2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, pimpinan KPK yang
kosong menjadi wewenang presiden untuk mencari penggantinya. Pasal 33 ayat 1
menyebut, presiden dapat mengajukan calon anggota pengganti pimpinan yang kosong
kepada DPR. “Anggota
pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipilih dari calon pimpinan
Komisi Pemberantasan Korupsi yang tidak terpilih di Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia sepanjang masih memenuhi persyaratan sebagaimana diatur
dalam Pasal 29,” demikian bunyi Pasal 33 ayat 2 UU 19/2019. Selain itu,
ketentuan dalam Pasal 33 ayat 3 menyatakan pimpinan KPK pengganti akan
melanjutkan masa jabatan sisa pimpinan KPK yang kosong. Ketua Badan
Pengurus Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI), Julius Ibrani
meminta pengunduran diri Lili menjadi momentum Jokwi untuk memilih pimpinan
berintegitas. Ia menyinggung kasus Lili dan kasus lainnya, yakni pelanggaran
etik Ketua KPK Firli Bahuri yang diduga menerima fasilitas helikopter beberapa
waktu lalu. “KPK juga
memiliki catatan integritas pimpinan. Sebut saja Firli dengan gratifikasi
helikopter, lalu Lili P Siregar yang namanya terseret dalam kasus Wali Kota
Tanjung Balai, sampai bocornya agenda penggeledahan dalam kasus korupsi di
Ditjen Pajak," kata Julius dalam keterangan tertulis. Karena itu, ia
berharap, Jokowi bisa memilih pimpinan KPK yang mampu membawa perbaikan
kepada lembaga antirasuah. Ia juga meminta DPR melakukan seleksi secara
transparan, akuntabel dan mengeliminasi kepentingan politik. “Presiden
Jokowi dan DPR jangan sampai 'kejebur' di lubang yang sama. Calon anggota
pengganti yang dipilih harus punya rekam jejak yang jelas di bidang
antikorupsi, supaya punya visi dan misi yang jelas saat jadi pimpinan, bukan
aji mumpung dan ambil keuntungan dari jabatan,” kata Julius. Hal senada
diungkapkan peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM Yogyakarta, Zaenur
Rohman. Ia mengatakan, kursi kosong yang ditinggalkan Lili Pintauli harus
segera diisi. Sebab, kata dia, kursi pimpinan krusial dalam aktivitas
keseharian KPK. “Kenapa itu
penting untuk segera? Ya karena memang KPK itu sangat dinamis, setiap hari
juga ada kerja-kerja penindakan, misalnya yang itu membutuhkan kehadiran
pimpinan KPK secara penuh,” kata Zaenur kepada reporter Tirto, Selasa
(12/7/2022). Zaenur
mengatakan, kinerja KPK merupakan kolektif kolegial. Apabila kondisi hanya 4
pimpinan, maka ia khawatir pengambilan keputusan akan terganggu. Di sisi
lain, Lili sebagai wakil ketua KPK tentu membidangi isu tertentu di internal
KPK. “LPS ini, kan,
menduduki jabatan wakil ketua untuk bidang tertentu. Nah berarti, kan,
bidangnya LPS ini sementara kosong. Itu juga menunjukkan sangat pentingnya
bagi presiden untuk segera mengirimkan calon pengganti kepada DPR," kata
Zaenur. Meski
demikian, Zaenur pesimistis keberadaan pimpinan baru akan membawa perubahan
signifikan di KPK. “Kenapa? Karena pertama KPK itu kolektif kolegial. Yang
kedua dominasi Ketua KPK Firli Bahuri ini sangat kuat. Ketiga dari sisi waktu
juga sisanya sangat sebentar ya, hanya satu setengah tahun gitu ya,” kata
Zaenur. “Jadi ya ini
untuk mengisi kekosongan ini, ya hanya menjalankan kewajiban undang-undang
dan memang itu butuh agar seperti pengambilan keputusan itu kemudian tidak
menjadi deadlock," tutur Zaenur. Zaenur justru
menyarankan agar pemerintah lebih baik merevisi kembali Undang-Undang KPK. Ia
beralasan, kondisi KPK memburuk akibat aturan yang ada di UU No. 19 tahun
2019. Ia berharap semangat independensi dalam pemberantasan korupsi dan isu
krusial pengembangan KPK bisa kembali hadir di lembaga antirasuah. Presiden
Jokowi pun mengaku akan segera memroses pengganti Lili setelah pengunduran
diri dikabulkan per Senin (11/7/2022). “Masih dalam proses untuk pengganti
dari Bu Lili Pintauli, masih dalam proses,” kata Jokowi di Subang, Jawa
Barat, Selasa (12/7/2022). “Karena, kan,
baru saja surat pemberhentiannya minggu yang lalu sudah saya tandatangani dan
ini masih dalam proses untuk penggantiannya," lanjut Jokowi. Namun Jokowi
tidak merinci alasan mundur eks wakil ketua LPSK itu. Mantan Wali Kota Solo
ini hanya memastikan bahwa ia akan segera mengirimkan nama pengganti Lili ke
DPR. “Kami akan segera mengajukan (pengganti Lili) ke DPR secepatnya,"
kata Jokowi. Kasus Gratifikasi Harus Tetap Diusut Meskipun Lili
sudah mundur dan penggantinya sedang diproses, tapi sejumlah pihak masih
mendorong agar kasus Lili Pintauli bisa diproses secara hukum. Ketua Komisi
III DPR RI, Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul menegaskan bahwa
penyelidikan kasus gratifikasi yang dilakukan mantan Komisioner KPK Lili
Pintauli harus dilanjutkan. Walaupun Lili saat ini sudah mundur dari
jabatannya. “Kita sepakat
pegangan kita adalah konstitusi negara. Kalau konstitusi negara adalah
Undang-Undang Dasar 1945, dan negara kita adalah negara hukum. Kalau tindakan
melanggar pasal peraturan misalnya pasal korupsi Undang-UndangKkorupsi Nomor
19, itu tindak pidana," kata Bambang Pacul dalam konferensi pers di
Gedung DPR RI pada Selasa (12/7/2022). Pacul
menegaskan bahwa kasus Lili mundur tidak berarti kasus yang dilakukan
berhenti. Ia mengingatkan ada aturan pidana yang diduga dilanggar sehingga
harus diproses secara hukum. “Mana bisa,
teori dasarnya nggak pas bos! Dalam negara hukum tindakan kemudian selesai
dengan mengundurkan diri, darimana rumusannya, tolong dong kasih tahu
saya!" kata dia mempertanyakan. Pacul
menambahkan, “Tetap hari ini pegangan saya adalah hukum, Pasal 12 tentang
gratifikasi. Nanti tinggal dilacak gratifikasinya diterima di awal atau di
akhir. Kalau diterima di awal namanya Pasal 12 a, dan kalau diterima di akhir
Pasal 12 b.” Ketua
Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Bonyamin Saiman juga mendorong agar
kasus Lili tetap diproses secara hukum. Ia mengingatkan bahwa aksi mundur
Lili tidak berarti menggugurkan isu pidana dalam kasus dugaan gratifikasi
MotoGP. “Kalau ada
dugaan hukum pidana, tidak ada proses batal atau gugur karena hal yang
terpisah (dengan pelanggaran etik). Bahwa ini kode etik, ini ruhnya adalah
tindak pidana, baik Pasal 36 larangan berkomunikasi dengan pihak yang sedang
jadi pasien KPK atau ketentuan suap atau gratifikasi ya itu berdiri sendiri
dan bisa diproses hukum," kata Boyamin dalam keterangannya. Untuk itu,
Boyamin mengatakan dugaan gratifikasi tersebut mestinya segera diproses oleh
KPK, mengingat lembaga tersebut selama ini bertindak cukup keras terhadap
pihak-pihak di luar KPK. Boyamin juga
menegaskan, KPK boleh tidak memproses perkara Lili. Akan tetapi, Kejaksaan
Agung dan kepolisian bisa melakukan penyelidikan. “Tapi kan bisa malu kalau
yang menangani Kejaksaan Agung ataupun kepolisian," kata Boyamin. Hal senada
diungkapkan Zaenur yang menyatakan kasus Lili seharusnya bisa diproses. “Ini
dugaannya sangat kuat gitu ya, apalagi sudah didahului dengan pemeriksaan
oleh dewan pengawas gitu, kan. Seharusnya itu ditindaklanjuti oleh KPK,
diproses sebagai tindak pidana, dugaan pelanggaran tindak pidana, bukan lagi
kasus etik," kata Zaenur. Akan tetapi,
Zaenur pesimistis kasus Lili akan diproses. Hal tersebut terlihat dari kasus
Tanjung Balai di masa lalu. Sebagai catatan, Lili pernah kena sidang etik
karena berhubungan dengan Wali Kota Tanjung Balai Syahrial, yang notabene
pihak berperkara dalam kasus dugaan korupsi. Namun, kata
Zaenur, saat itu Dewas KPK enggan berinisiatif melapor ke polisi, kemudian
KPK enggan memproses penyelidikan internal serta kepolisian tidak mau
menerima laporan masyarakat sipil atas dugaan gratifikasi. “Saya juga
ragu ya ini akan ditangani meskipun ini seharusnya diproses secara hukum,
karena dugaan gratifikasinya itu sangat kuat, bahkan sampai kemudian dewas
menyelenggarakan sidang kode etik. Berarti, kan, dewas menemukan bukti-bukti
bahwa memang diduga ada penerimaan gratifikasi oleh Lili Pintauli
Siregar," kata Zaenur. Namun, kata
Zaenur, “Sekali lagi saya tidak optimis ya bahwa itu bisa diproses baik oleh
KPK maupun oleh kepolisian.” ● |
Sumber
: https://tirto.id/usai-lili-mundur-kpk-akan-lebih-baik-kasusnya-diproses-pidana-gtZP
Tidak ada komentar:
Posting Komentar