Rabu, 13 Juli 2022

 

Strategi Pelita Air Setelah Garuda Indonesia Beroperasi Kembali

Aisha Shaidra :  Jurnalis Majalah Tempo

MAJALAH TEMPO, 9 Juli 2022

 

 

                                                           

PENGALAMAN pertama menumpang pesawat Pelita Air Service agak merepotkan bagi Nashir Effendi. Saat berangkat dari Jakarta ke Yogyakarta pada Rabu, 29 Juni lalu, pria 29 tahun itu sempat bingung ketika hendak check in secara online lewat telepon seluler pintarnya. Tak seperti saat menggunakan maskapai penerbangan langganannya, Nashir tak menemukan fasilitas online check-in di situs Pelita Air. “Entah saya yang tak menemukannya di web atau memang belum tersedia,” katanya kepada Tempo, Jumat, 8 Juli lalu.

 

Walhasil, Nashir harus check in manual di loket Pelita Air di bandar udara. Bukan cuma itu, Nashir pun harus membayar lebih mahal karena pembelian tiket mepet dengan waktu keberangkatan. Dia membandingkan, harga tiket kelas ekonomi yang ia beli saat itu Rp 900 ribu, lebih mahal sekitar Rp 200 ribu ketimbang tiket maskapai penerbangan lain.

 

Meski begitu, Nashir cukup puas karena penerbangannya tepat waktu dan Pelita Air menyediakan makanan ringan dalam perjalanan. Hal lain yang membuat dia senang adalah Pelita Air berangkat dari Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten. “Yang saya tahu, terminal itu hanya untuk pesawat full service dan penerbangan luar negeri,” ujar Nashir, yang berstatus pekerja lepas.

 

Konsumen berusia muda seperti Nashir adalah target pasar Pelita Air, yang baru beroperasi sebagai maskapai penerbangan berjadwal pada 28 April lalu. Kepada Tempo, Direktur Utama Pelita Air Dendy Kurniawan mengatakan segmen yang disasar sebagai konsumen loyal adalah masyarakat berusia 25-40 tahun. "Karakter mereka unik, antara lain convenience seekers dan digital savvy," tutur Dendy kepada Tempo, Kamis, 7 Juli lalu.

 

Karakter konsumen yang dimaksud Dendy adalah kalangan yang mengutamakan kenyamanan dan melek gaya hidup digital. Menurut dia, segmen konsumen ini adalah “pesanan” Kementerian Badan Usaha Milik Negara saat menugasi Pelita Air sebagai maskapai berjadwal berbiaya rendah. Karena itu, Dendy menambahkan, timnya menyiapkan sejumlah fasilitas, seperti layanan pemesanan tiket yang fleksibel dan hiburan yang bisa dinikmati selama penerbangan. 

 

Sebelum menjadi maskapai berjadwal, Pelita Air bermain di segmen penerbangan carter dan kargo. Sebagai anak usaha PT Pertamina (Persero), Pelita juga melayani keperluan industri minyak dan gas bumi.

 

Semua berubah sejak pertengahan tahun lalu, saat pemerintah berniat mengubah Pelita Air menjadi maskapai penerbangan berjadwal sebagai penyangga operasi PT Garuda Indonesia (Persero) yang ketika itu di ambang kebangkrutan. Operasi Garuda terganggu karena menghadapi utang Rp 142 triliun dan gugatan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU).

 

Bahkan sempat beredar kabar bahwa pemerintah akan memposisikan Pelita Air sebagai pengganti Garuda. Opsi ini berjalan jika Garuda gagal berdamai dengan para kreditor dan harus dipailitkan. Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengakui hal ini. "Pelita disiapkan bila PKPU Garuda tidak berhasil. Tapi Pelita juga disiapkan untuk menangani kelas konsumen medium," ucapnya kepada Tempo, Jumat, 8 Juli lalu.

 

Skenario ini berubah setelah Garuda lolos dari lubang jarum. Dalam sidang PKPU pada Senin, 27 Juni lalu, Garuda menyepakati homologasi atau perdamaian dengan para kreditornya. Walhasil, Garuda bakal beroperasi kembali dengan fokus rute domestik. Kini Pelita Air melayani segmen medium service, kelas penerbangan di antara low-cost carrier yang diisi Citilink dan full service yang dilayani Garuda. “Pelita akan melayani kelas premium economy," kata Menteri BUMN Erick Thohir, Jumat, 8 Juli lalu.

 

•••

 

SEJAK diangkat menjadi Direktur Utama Pelita Air pada 8 April lalu, Dendy Kurniawan mematangkan sejumlah skenario dan model bisnis. Mantan Direktur Utama PT Indonesia AirAsia ini menentukan rute-rute potensial hingga memetakan sumber daya manusia. "Juga melakukan restrukturisasi internal, mana yang perlu kami perkuat. Ini perlu komitmen dan dukungan dari pemegang saham," ujarnya.

 

Pelita Air melayani penerbangan Jakarta-Denpasar dan Jakarta-Yogyakarta sebagai rute perdana, masing-masing satu kali penerbangan dalam sehari. Untuk mengarungi rute itu, tutur Dendy, Pelita Air memiliki dua pesawat Airbus A320-200. Pada November nanti, ada tambahan enam pesawat yang melayani sejumlah rute baru. Dendy menargetkan tambahan 10 pesawat setiap tahun sehingga pada 2026 Pelita Air memiliki 48-50 pesawat.

 

Dendy mengatakan Bali dan Yogyakarta menjadi rute pilihan saat Pelita Air beroperasi sebagai maskapai penerbangan berjadwal. Pertimbangannnya, dua daerah itu adalah wilayah tujuan wisata favorit. Pelita Air juga mulai melayani penerbangan berjadwal pada libur Idul Fitri lalu, saat pemerintah memperlonggar izin perjalanan antardaerah dan arus mudik. Pada momen itu pula Bali dan Yogyakarta menjadi tujuan favorit konsumen penerbangan kelas medium.

 

Hal lain yang disiapkan Dendy adalah brand awareness. Maklum saja, selama ini orang Indonesia kadung mengenal Pelita Air sebagai maskapai carter. Karena itu, dalam waktu dekat, setelah mendapatkan tiga pesawat baru, Pelita Air bakal menambah dua rute yang diminati konsumen muda. "Untuk branding,” ucapnya.

 

Dendy mengaku meminta waktu kepada Menteri BUMN Erick Thohir agar Pelita Air tidak langsung berekspansi secara agresif. Sebab, dia menjelaskan, memimpin maskapai penerbangan swasta berbeda dengan mengelola anak usaha BUMN seperti Pelita. “Butuh waktu untuk menyiapkan fondasi agar kokoh, menambal bolong di sana-sini.”

 

Sebagai maskapai yang melayani konsumen kelas medium, Pelita Air mendapat beban tertentu. Di tengah persaingan ketat industri penerbangan, Dendy dituntut menyusun struktur biaya penerbangan yang efisien agar bisa bersaing secara sehat dengan maskapai lain. Dia memberi gambaran, struktur biaya Pelita Air harus condong ke penerbangan murah alias LCC tapi dengan layanan mendekati full service. “Kami pun tak bisa bersaing dengan cara banting harga,” katanya.

 

Analis Jaringan Penerbangan Indonesia, Gerry Soejatman, mengatakan masuknya Pelita Air di segmen medium menjadi cara pemerintah untuk menghadirkan kompetisi antar-BUMN. Dia menyamakan kondisi ini dengan kompetisi antar-bank pelat merah. Pemerintah, Gerry melanjutkan, menghendaki maskapai penerbangan milik negara bisa bertumbuh karena kompetisi yang sehat. "Termasuk untuk berkompetisi dengan produk yang berbeda-beda," ujarnya.

 

Sedangkan Erick Thohir mengatakan Pelita Air sengaja dipasang di kelas medium agar tidak bersaing dengan Garuda, yang saat ini sedang memulihkan operasi. Menurut dia, Pelita Air menjadi bentuk intervensi pemerintah untuk mewujudkan keseimbangan di industri penerbangan. "Pelita Air akan menambah kapasitas angkutan dan memberikan lebih banyak pilihan kepada penumpang."

 

Tahun depan, Pelita Air bakal mengoperasikan 18 pesawat dengan lebih banyak rute. Lagi-lagi pemilihan rute akan mempertimbangkan selera konsumen muda. ●

 

Sumber :   https://majalah.tempo.co/read/ekonomi-dan-bisnis/166378/strategi-pelita-air-setelah-garuda-indonesia-beroperasi-kembali

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar