Menguji Pernyataan
Menteri PUPR "Jakarta Sulit Dikembangkan Lagi" Riyan Setiawan : Jurnalis Tirto.id |
TIRTO.ID, 15 Juli 2022
Menteri
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono mengatakan
daya dukung Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibu Kota Negara (IKN) sudah tidak
mampu dikembangkan lagi. Hal tersebut
karena memperbaiki Jakarta sebagai ibu kota lebih mahal daripada membangun
IKN baru, kata Basuki. Pemerintah memprediksi anggaran IKN baru di Kalimantan
Timur mencapai Rp466 triliun dengan komposisi biaya 20 persen dari APBN dan
sisanya dari pihak swasta. “Jadi daya
dukung Jakarta ini sudah berat, memperbaikinya pun mungkin lebih mahal kalau
kita bikin [ibu kota] baru,” kata Basuki Hadimuljono di Kompleks Istana
Kepresidenan Jakarta, Senin (11/7/2022). Basuki
menambahkan, masalah yang dihadapi Provinsi DKI saat ini bukan hanya banjir,
tetapi masih banyak persoalan lain yang dihadapi, seperti penggunaan air
tanah yang berlebihan, proyek National Capital Integrated Coastal Development
(NCICD) sepanjang 46 kilometer di wilayah pesisir Jakarta Utara yang
dikerjakan kolaborasi antara pemerintah pusat dan Pemprov DKI Jakarta. “Kalau kami di
PU, kami bahwa Jakarta ini daya dukungnya sudah enggak mungkin dikembangkan
lagi seperti NCICD bukan untuk banjir, tapi untuk remediasi lingkungan,” kata
dia. Selain itu, 13
sungai yang mengalir di Jakarta diprediksi tidak akan mengalir ke laut. Hal
itu terjadi karena penurunan tanah sehingga Jakarta harus membangun tanggul
tinggi. Hingga kini,
kata Basuki, masalah banjir belum selesai, tapi muncul masalah baru lagi,
yaitu masalah air minum atau air bersih. Belum selesai masalah air minum,
muncul lagi masalah pengambilan air tanah yang berlebihan. Karena itu,
kata dia, pemerintah pusat membangun bendungan untuk pasokan air baku seperti
Waduk Karian, Jatiluhur 1, dan Jatiluhur 2 yang akan selesai pada 2030. Namun,
pernyataan Basuki dikritik Direktur Rujak Center for Urban Studies, Elisa
Sutanudjaja. Ia menyatakan tidak setuju dengan pernyataan Basuki tentang
Jakarta sulit dikembangan dan diselamatkan. Elisa
mengatakan, jika pemerintah menggunakan paradigma lama, maka Jakarta akan
sulit dikembangan. Misalnya terus membangun jalan tol dalam kota. “Ya, itu mah
macetnya bakal ada terus atau tambah parah apalagi jika tidak diimbangi
kebijakan pembatasan kendaraan,” kata Elisa kepada reporter Tirto, Rabu
(13/7/2022). Selama ini,
kata Elisa, solusi yang dibayangkan pemerintah selalu berorientasi pada
keuntungan. Misalnya membangun tanggul laut, tetapi ada tol dan reklamasinya
dengan harapan dapat pembiayaan dari itu. “Tapi akhirnya
tidak menjawab masalah utamanya. Makanya terlihat sulit dan mahal serta harus
proyek besar,” kata dia. Dia menegaskan,
publik membutuhkan solusi yang langsung menjawab permasalahan, bukan yang
malah mengkapitalisasi dengan mengambil untung dari masalah seperti soal
penurunan tanah. “Jakarta punya
tuh program monitoring penurunan tanah sama ESDM. Jadi ya seharusnya sudah
tahu siapa yang langgar dan akhirnya harus ditutup atau didenda atau
apapun," tuturnya. Lalu perihal
kemacetan, kata Elisa, seharusnya solusinya pembatasan pasokan kendaraan dan
dikenakan biaya parkir mahal. “Bukannya malah menambah jalan lagi,” kata
Elisa menambahkan. Akan tetapi,
Elisa mengaku sepakat jika Jakarta tidak mampu ditangani dengan NCICD. Sebab,
kata dia, hal tersebut tidak menjawab permasalahan Jakarta. Ia
menjelaskan, dalam konsep NCICD tidak ada skema satupun untuk menghentikan
penurunan tanah. Dia juga mencontohkan permasalahan Jakarta sama seperti
Bangkok sekarang atau Tokyo pada era 1960-1970-an. Cara yang
ditempuh Tokyo untuk penurunan tanah yakni dengan menghentikan penyedotan air
tanah dalam dan merelokasi industri tertentu. “Kalau cuma bikin tanggul saja
tanpa perlambatan laju penurunan tanah, ya nanti tanggulnya akan turun juga,”
kata dia. Elisa pun
menyatakan tidak setuju dengan pernyataan Basuki tentang biaya pemulihan
Jakarta lebih mahal daripada membangun IKN. Sebab, biaya bangun IKN selama
ini hanya dihitung secara konvensional. Tetapi tidak memperhitungkan biaya
lingkungan hidup hingga biaya personal orang-orang yang perlu pindah. Kendati biaya
perbaikan Jakarta mahal, tetapi kata Elisa, DKI tetap perlu diperbaiki. “Pada
akhirnya publik dan negara keluar biaya dua kali lipat," ujarnya. Selain itu,
kata dia, pemindahan ibu kota tidak membuat masalah yang sedang dihadapi
Jakarta saat ini akan berkurang atau biaya perbaikannya menjadi lebih murah
juga. Lalu, tidak ada jaminan kalau IKN bisa menarik investasi, urbanisasi
dan perpindahan orang. “Kalau
investasi IKN gagal, maka ya biayanya jadi tiga kali lipat, Jakarta, bangun
IKN, dan beban support IKN," tuturnya. Sementara itu,
Pakar Tata Kota Universitas Trisakti, Yayat Supriatna mengatakan,
menyelamatkan Jakarta memang sulit dan membutuhkan biaya yang besar
dibandingkan membangun ibu kota baru. Yayat
menjelaskan, Jakarta memiliki segudang permasalahan seperti air tanah yang
sudah tercemar, banjir, polusi udara, hingga kemacetan. Kemudian untuk
pembangunan infrastruktur maupun membuat ruang terbuka hijau (RTH) pun harus
melakukan pembebasan lahan dengan warga yang membutuhkan biaya yang besar.
Belum lagi harga tanah yang mahal di Jakarta. Sedangkan
untuk membangun ibu kota baru, kata dia, mayoritas tanah milik pemerintah dan
memiliki lahan kosong yang bisa ditata dan direncanakan pembangunan hingga
penduduk yang tinggal di lokasi tersebut. “Jakarta tanah
mahal, bangun jalan saja biaya pembebasan saja mengeluarkan miliaran rupiah.
Kalau IKN, kan, tanah negara, lahannya luas, bisa dirancang sedemikian rupa
oleh pemerintah dan biayanya bisa diperkirakan,” kata Yayat saat dihubungi
reporter Tirto, Rabu (13/7/2022). Redaksi Tirto
kembali menghubungi Kementerian PUPR untuk meminta tanggapan terkait kritik
atas pernyataan Menteri PUPR Basuki. Sayangnya, hingga artikel dirilis, belum
ada respons. ● |
Sumber
: https://tirto.id/menguji-pernyataan-menteri-pupr-jakarta-sulit-dikembangkan-lagi-gt5v
Tidak ada komentar:
Posting Komentar