Fatamorgana
Gotabaya Rajapaksa Ade
Alawi: Dewan
Redaksi Media Group |
MEDIA INDONESIA, 12 Juli 2022
SABTU (9/7) adalah hari
yang paling buruk dalam sejarah Sri Lanka. Krisis berkepanjangan yang melanda
negara pulau di sebelah utara Samudra Hindia di pesisir tenggara India itu
memicu kemarahan ribuan rakyat. Mereka mengepung dan memaksa masuk ke
kediaman Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa. Tak hanya itu, murka rakyat
juga membuat mereka merangsek masuk ke kediaman Perdana Menteri (PM) Ranil
Wickremesinghe, dan membakarnya. Rakyat menuntut pemerintah bertanggung jawab atas kesalahan
pengelolaan keuangan negara, juga kekurangan pangan dan bahan bakar yang
melumpuhkan. Mereka menuntut Presiden Gotabaya Rajapaksa segera mengundurkan
diri dari jabatan. Atas desakan people power itu, Rajapaksa menyatakan akan
segera lengser dari jabatannya. Begitu pula PM Ranil Wickremesinghe, sami
mawon, undur diri dari jabatan setelah pemerintahan baru terbentuk. Massa yang menduduki kediaman resmi Presiden Sri Lanka di Kolombo
mengacak-acak isi rumah, memasuki kamar pribadi presiden, bersantai di tempat
tidur, nge-gym, berfoto-foto, nyebur ke kolam renang, dan menikmati makanan.
Di luar gedung, bendera Singa atau bendera Sri Lanka dikibar-kibarkan oleh
para pengunjuk rasa. Mereka bernyanyi dan menari di kediaman kepala negara seolah
merayakan keberhasilan menumbangkan Presiden Gotabaya Rajapaksa yang dianggap
tak becus mengelola negara berpenduduk sebanyak 23.044.123 jiwa (2021) ini. Krisis yang membelit Republik Sosialis Demokratis Sri Lanka
menumpuk, bak lingkaran setan, sehingga sulit mana dulu yang harus
diselesaikan. Dari masalah ekonomi, sosial, politik, perang saudara, hingga
konflik SARA. Permasalahan negara dibiarkan berlarut-larut, sementara
kekuasaan yang koruptif di sisi lain menunjukkan kepongahannya. Korupsi dan
nepotisme keluarga Rajapaksa menguasai dua pertiga anggaran Sri Lanka. Krisis ekonomi Sri Lanka meletus sejak 2019 akibat tumpukan
utang luar negeri yang menggunung. Kondisi semakin parah ketika pandemi
covid-19 pada awal 2020 melanda. Industri pariwisata yang menjadi andalan
pemasukan Sri Lanka limbung. Ekonomi dalam negeri pun kian terpuruk karena
inflasi. Pada akhir 2021, utang luar negeri Sri Lanka mencapai US$50,72
miliar. Utang luar negeri itulah yang membebani ketika sejumlah utang yang
telah jatuh tempo tak bisa dibayar. Terlebih, jumlah utang tersebut sudah
mencapai 60,85% dari produk domestik bruto (PDB). Besar pasak daripada tiang.
Utang terbesar ialah kepada Tiongkok sebesar US$8 miliar atau sekitar
seperenam dari total uang luar negeri. Utang tersebut digunakan untuk
pembangunan infrastruktur di negara yang berjuluk ‘Mutiara dari Samudra
Hindia’ itu. Inflasi yang tak terbendung membuat harga barang-barang
kebutuhan pokok meroket sebesar 57%. Keadaan kian kacau ketika mata uang Sri
Lanka jatuh hingga 80%, yang berdampak pada melambungnya harga barang-barang
impor. Kelangkaan bahan bakar dan pemadaman listrik berkepanjangan
menyebabkan penderitaan rakyat makin menumpuk. Bahkan, ibu-ibu pun tak mampu
lagi membeli susu untuk anak-anak mereka. Sejatinya Sri Lanka adalah negara yang kaya dengan sumber daya
alam. Demikian pula dengan destinasi pariwisatanya yang memikat. Negeri ini
juga terkenal dengan sejarah peninggalan leluhurnya sejak 2.500 tahun yang
lalu. Kehancuran Sri Lanka bermula dari populisme yang dilakukan
Presiden Gotabaya Rajapaksa untuk memberikan kesenangan sesaat kepada
rakyatnya, seperti pemotongan pajak besar-besaran dan subsidi BBM yang tidak
terukur. Kini, Sri Lanka menjadi negara bangkrut akibat mengabaikan
prinsip-prinsip good governance. Sri Lanka tak sendirian. Setidaknya ada 60 negara terancam bakal
bernasib sama. Sejumlah laporan dari International Monetary Fund (IMF), World
Bank, dan PBB menyebutkan sebanyak 42 negara tengah bergerak ke tubir jurang
resesi, ambruk, dan bangkrut. Belajar dari Sri Lanka, kebangkrutan sebuah negara tidak semata
karena faktor ekonomi. Ada pula faktor lainnya, seperti sosial dan politik.
Bagi Indonesia, negara yang kaya dengan limpahan sumber daya alam dan
multikultur, kohesi sosial perlu dijaga. Keberagaman harus menjadi kekuatan,
bukan sumber perpecahan. Tata kelola yang baik secara transparan, akuntabel,
dan partisipatif, tentu akan menjauhkan republik tercinta ini dari
kebangkrutan. Tabik! ● Sumber :
https://mediaindonesia.com/podiums/detail_podiums/2500-fatamorgana-gotabaya-rajapaksa |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar