Rabu, 13 Juli 2022

Dunia Digital dan Pembentukan Pengetahuan Generasi Muda

Joko Santoso :  Kepala Biro Perencanaan dan Keuangan, Perpustakaan Nasional

SINDONEWS, 12 Juli 2022

 

 

 

Sejak pandemi Covid-19, ruang digital Indonesia diramaikan fenomena baru yakni masifnya penyebaran konten video edukasi berdurasi pendek melalui media sosial. Fenomena ini muncul seiring naiknya popularitas aplikasi media sosial berbagi video berdurasi pendek. Sebut saja TikTok, kemudian Instagram dengan fitur Reels-nya, dan Youtube melalui fitur Shorts.

 

Konten-konten edukasi itu ada video yang ditonton lebih dari 2 miliar kali hanya dalam 29 hari melalui tagar #samasamabelajar. Konten itu mengangkat tema edukasi dengan isu tips sehari-hari atauDo It Yourself, belajar memasak, belajar bahasa, dan gaya hidup.

 

Di Indonesia, pada awal 2022, TikTok mengumumkan memiliki 92,07 juta pengguna berusia 18 tahun ke atas. Angka tersebut masih di bawah Instagram yang memiliki 99,15 juta pengguna dari segala jenis usia, dan Youtube yang memiliki 139 juta pengguna dari segala usia.

 

Besarnya jumlah pengguna aplikasi tersebut menjadi gambaran bagaimana ketatnya persaingan aplikasi penyedia konten di Tanah Air. Apalagi besarnya jumlah penduduk dan demografi Indonesia menjanjikan potensi pasar digital sangat luas.

 

Berdasarkan laporan dari Hootsuite (We are Social) pada Februari 2022, Indonesia memiliki jumlah pengguna Internet dangadgetyang sangat masif. Setidaknya terdapat 204,7 juta pengguna internet dan 370,1 juta peranti genggam terkoneksi, angka tersebut lebih tinggi dari total populasi Indonesia 270,2 juta jiwa. Besarnya pengguna internet dan kepemilikangadgetini memicu tumbuhnya konten digital serta mendorong memunculkan peluang besar bagi produsen pengetahuan, termasuk di dalamnya paracontent creatoruntuk menyebarkan produknya di berbagai media sosial.

 

Dari sisi demografi, potensi pasar digital Indonesia juga bisa dilihat dari data sensus penduduk 2020 yang menunjukkan penduduk didominasi generasi Z (27,94%), disusul generasi milenial sebanyak 25,87% dari total penduduk Indonesia (Badan Pusat Statistik, 2021).

 

Generasi milenial, generasi Z, hingga generasi setelahnya mayoritas merupakandigital native, di mana minat dan ketertarikan mereka terhadap model pengetahuan lebih besar pada yang bersifat audio-visual dibandingkan tekstual. Hal ini tentu dibaca oleh pasar dan produsen pengetahuan dalam mengembangkan program dan produk digital pengetahuan sesuai dengan habitus mereka.

 

Kemudahan Akses dan Pengetahuan Instan

 

Mudah untuk berasumsi bahwa dunia modern kerap diisi informasi yang salah. Ada banyak informasi tersebar di berbagai laman web dan kanal media sosial di luar sana di mana kontennya dirancang untuk tujuan tertentu, alih-alih menyajikan fakta atau data sesuai keadaan sebenarnya.

 

Masalah ini menyebabkan ketidakpercayaan pada dataonlinebagi banyak orang. Namun, di samping itu informasi yang tersedia di berbagai laman web dan media sosial juga menghadirkan peluang baik bagi mereka yang ingin belajar. Jika dibekali dengan literasi yang cukup, banyak masyarakat tertolong dalam usaha peningkatan pengetahuan dan kompetensinya dengan menggunakan akses internet.

 

Mesin pencari seperti Google, merespons hal ini dengan membuat serangkaian fitur personalisasi. Secara spesifik, personalisasi pada model perpustakaan digital pun harus segera disiapkan. Hal ini akan membantu para pemustaka dengan sangat mudah untuk mengakses pengetahuan, bahkan tanpa harus memahami proses logika pencarian.

 

Memiliki akses ke semua pengetahuan yang diinginkan adalah berkah dunia digital. Tetapi sangatlah naif untuk memercayai semua pengetahuan yang dapat kita baca secaraonline. Beruntung, internet juga merupakan alat pengecekan fakta dan data yang cukup mumpuni.

 

Hingga kini sangat jarang ditemukan di banyak sumber daya utama yang semuanya berbagi pengetahuan palsu yang sama. Ini memberi kita pilihan untuk menelisik dan mencari tahu apa yang mungkin salah dengan hal-hal yang kita baca secaraonline. Laman web seperti Snopes (www.snopes.com) dapat menjadi pilihan untuk ini, karena mereka menyediakan informasi tentang berita palsu dan informasi palsu lainnya yang memungkinkan kita menelisik secara seksama kredibilitas informasionline.

 

Verifikasi semacam ini sangat penting dilakukan terlebih di era “Merdeka Belajar” dan “Kampus Merdeka” yang memungkin siswa bisa belajar dari mana saja untuk membentuk pengetahuan. Sehingga, pendekatan kritis terhadap media dan konten digital menjadi prasyarat untuk menggunakannya sebagai sumber belajar.

 

Kolaborasi Penyediaan Konten

 

Untuk menyediakan konten pengetahuan multimedia, yang dikurasi secara substantif dan teknis dari waktu ke waktu, dibutuhkan kerja secara tim. Internet membuat lebih mudah pekerjaan kolaboratif ditangani dari masa sebelumnya. Penyediaan konten pengetahuan adalah pekerjaan kolaboratif yang mungkin dilakukan dalam lingkup nasional, maupun secara luas dalam skala global.

 

Sebagai contoh, pada 2009National Library of Australiamembangun sebuah proyek"national discovery system"bernama Trove (trove.nla.gov.au) yang menghubungkan ribuan perpustakaan, perguruan tinggi, museum, galeri dan arsip di Australia. Sistem ini memungkinkan pengguna mengakses miliaran koleksi mulai dari salinan digital surat kabar, lembaran negara, peta, majalah, dan buletin. Juga terdapat buku, gambar, foto, situs web yang diarsipkan, musik, dan wawancara.

 

Sebagai infrastruktur digital yang dikembangkan dengan konsep"single business discovery system"Trove didesain tidak hanya berfungsi sebagai mesin agregator tetapi juga ruang kolaborasi pengetahuan publik, di mana setiap pengguna bisa berkontribusi untuk memperkaya koleksi Trove.

 

Di Tanah Air, Perpustakaan Nasional sejak 2015 telah membangun IOS (Indonesia OneSearch -www.onesearch.id), sebagai satu pintu pencarian untuk semua koleksi publik dari perpustakaan, museum, arsip, dan sumber elektronik di Indonesia. Hingga saat ini terdapat 15.917.664 entri yang dikumpulkan dengan metodeharvestingotomatis dari repositori milik organisasi mitra, yang berasal dari berbagai sektor.

 

Manfaat hasil kerja kolaboratif dalam penyediaan pengetahuan secara digital semacam Trove dan IOS ini membantu menghemat waktu pencarian, menghindari plagiat, menjelajah gagasan, meningkatkan volume akses, menjangkau lebih banyak pengguna dan memetakan pengetahuan institusi.

 

Perpustakaan juga melakukan transformasi penyediaan layanan koleksi berbasis teknologi informasi, dengan tetap mengedepankan aspek interaksi dan keterlibatan masyarakat sebagai inti pengembangan konsep layanan. Pergeseran ekspektasi masyarakat yang memandang perpustakaan adalah garda terdepan dalam penyebaran pengetahuan, menuntut adanya keterhubungan (connectivity), keberagaman (variety) dan kecepatan (velocity), sebagai norma dalam inovasi layanan perpustakaan di era digital.

 

Dalam konteks ini, pustakawan dan perpustakaan dianggap sebagai pihak yang paling kompeten dan relevan, karena memiliki aset data dan pengetahuan serta memahami bagaimana teknologi bisa membantu meningkatkan aksesibilitas pengetahuan tersebut. Untuk itu, selayaknya perpustakaan mendapat dukungan dan sinergi antarlembaga pemerintah, swasta dan personal yang lebih kuat lagi dalam upaya mencapai tujuan besar, yakni membentuk pengetahuan sebagai khazanah intelektual dan bukti kemajuan peradaban sebuah bangsa.

 

Disrupsi dalam dunia digital dalam pengembangan pengetahuan generasi muda adalah sesuatu yang tak dapat dihindari. Namun demikian, penyediaan sumber belajar dalam berbagai media dan konten tetaplah menjadi sesuatu yang dapat dirancang dan disituasikan.

 

Sehingga, ketersediaan kurasi dan repositori pengetahuan terbuka yang dikelola secara kolaboratif antarlembaga dan profesi, memungkinkan generasi muda untuk terus mengembangkan pengetahuannya, mengasah kemampuan menalar dan dapat berpijak pada dasar etika keilmuan yang jelas.

 

Sumber :  https://nasional.sindonews.com/read/824843/18/dunia-digital-dan-pembentukan-pengetahuan-generasi-muda-1657634878?showpage=all

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar