Dunia Digital dan
Pembentukan Pengetahuan Generasi Muda
Joko Santoso :
Kepala Biro Perencanaan dan Keuangan,
Perpustakaan Nasional
SINDONEWS,
12 Juli 2022
Sejak pandemi
Covid-19, ruang digital Indonesia diramaikan fenomena baru yakni masifnya
penyebaran konten video edukasi berdurasi pendek melalui media sosial.
Fenomena ini muncul seiring naiknya popularitas aplikasi media sosial berbagi
video berdurasi pendek. Sebut saja TikTok, kemudian Instagram dengan fitur
Reels-nya, dan Youtube melalui fitur Shorts. Konten-konten
edukasi itu ada video yang ditonton lebih dari 2 miliar kali hanya dalam 29
hari melalui tagar #samasamabelajar. Konten itu mengangkat tema edukasi
dengan isu tips sehari-hari atauDo It Yourself, belajar memasak, belajar
bahasa, dan gaya hidup. Di Indonesia,
pada awal 2022, TikTok mengumumkan memiliki 92,07 juta pengguna berusia 18
tahun ke atas. Angka tersebut masih di bawah Instagram yang memiliki 99,15
juta pengguna dari segala jenis usia, dan Youtube yang memiliki 139 juta
pengguna dari segala usia. Besarnya
jumlah pengguna aplikasi tersebut menjadi gambaran bagaimana ketatnya
persaingan aplikasi penyedia konten di Tanah Air. Apalagi besarnya jumlah
penduduk dan demografi Indonesia menjanjikan potensi pasar digital sangat
luas. Berdasarkan
laporan dari Hootsuite (We are Social) pada Februari 2022, Indonesia memiliki
jumlah pengguna Internet dangadgetyang sangat masif. Setidaknya terdapat
204,7 juta pengguna internet dan 370,1 juta peranti genggam terkoneksi, angka
tersebut lebih tinggi dari total populasi Indonesia 270,2 juta jiwa. Besarnya
pengguna internet dan kepemilikangadgetini memicu tumbuhnya konten digital
serta mendorong memunculkan peluang besar bagi produsen pengetahuan, termasuk
di dalamnya paracontent creatoruntuk menyebarkan produknya di berbagai media
sosial. Dari sisi
demografi, potensi pasar digital Indonesia juga bisa dilihat dari data sensus
penduduk 2020 yang menunjukkan penduduk didominasi generasi Z (27,94%),
disusul generasi milenial sebanyak 25,87% dari total penduduk Indonesia
(Badan Pusat Statistik, 2021). Generasi
milenial, generasi Z, hingga generasi setelahnya mayoritas merupakandigital
native, di mana minat dan ketertarikan mereka terhadap model pengetahuan
lebih besar pada yang bersifat audio-visual dibandingkan tekstual. Hal ini
tentu dibaca oleh pasar dan produsen pengetahuan dalam mengembangkan program
dan produk digital pengetahuan sesuai dengan habitus mereka. Kemudahan Akses dan Pengetahuan Instan Mudah untuk
berasumsi bahwa dunia modern kerap diisi informasi yang salah. Ada banyak
informasi tersebar di berbagai laman web dan kanal media sosial di luar sana
di mana kontennya dirancang untuk tujuan tertentu, alih-alih menyajikan fakta
atau data sesuai keadaan sebenarnya. Masalah ini
menyebabkan ketidakpercayaan pada dataonlinebagi banyak orang. Namun, di
samping itu informasi yang tersedia di berbagai laman web dan media sosial
juga menghadirkan peluang baik bagi mereka yang ingin belajar. Jika dibekali
dengan literasi yang cukup, banyak masyarakat tertolong dalam usaha
peningkatan pengetahuan dan kompetensinya dengan menggunakan akses internet. Mesin pencari
seperti Google, merespons hal ini dengan membuat serangkaian fitur personalisasi.
Secara spesifik, personalisasi pada model perpustakaan digital pun harus
segera disiapkan. Hal ini akan membantu para pemustaka dengan sangat mudah
untuk mengakses pengetahuan, bahkan tanpa harus memahami proses logika
pencarian. Memiliki akses
ke semua pengetahuan yang diinginkan adalah berkah dunia digital. Tetapi
sangatlah naif untuk memercayai semua pengetahuan yang dapat kita baca
secaraonline. Beruntung, internet juga merupakan alat pengecekan fakta dan
data yang cukup mumpuni. Hingga kini sangat
jarang ditemukan di banyak sumber daya utama yang semuanya berbagi
pengetahuan palsu yang sama. Ini memberi kita pilihan untuk menelisik dan
mencari tahu apa yang mungkin salah dengan hal-hal yang kita baca
secaraonline. Laman web seperti Snopes (www.snopes.com) dapat menjadi pilihan
untuk ini, karena mereka menyediakan informasi tentang berita palsu dan
informasi palsu lainnya yang memungkinkan kita menelisik secara seksama
kredibilitas informasionline. Verifikasi
semacam ini sangat penting dilakukan terlebih di era “Merdeka Belajar” dan
“Kampus Merdeka” yang memungkin siswa bisa belajar dari mana saja untuk
membentuk pengetahuan. Sehingga, pendekatan kritis terhadap media dan konten
digital menjadi prasyarat untuk menggunakannya sebagai sumber belajar. Kolaborasi Penyediaan Konten Untuk
menyediakan konten pengetahuan multimedia, yang dikurasi secara substantif
dan teknis dari waktu ke waktu, dibutuhkan kerja secara tim. Internet membuat
lebih mudah pekerjaan kolaboratif ditangani dari masa sebelumnya. Penyediaan
konten pengetahuan adalah pekerjaan kolaboratif yang mungkin dilakukan dalam
lingkup nasional, maupun secara luas dalam skala global. Sebagai
contoh, pada 2009National Library of Australiamembangun sebuah
proyek"national discovery system"bernama Trove (trove.nla.gov.au)
yang menghubungkan ribuan perpustakaan, perguruan tinggi, museum, galeri dan
arsip di Australia. Sistem ini memungkinkan pengguna mengakses miliaran
koleksi mulai dari salinan digital surat kabar, lembaran negara, peta,
majalah, dan buletin. Juga terdapat buku, gambar, foto, situs web yang
diarsipkan, musik, dan wawancara. Sebagai
infrastruktur digital yang dikembangkan dengan konsep"single business
discovery system"Trove didesain tidak hanya berfungsi sebagai mesin agregator
tetapi juga ruang kolaborasi pengetahuan publik, di mana setiap pengguna bisa
berkontribusi untuk memperkaya koleksi Trove. Di Tanah Air,
Perpustakaan Nasional sejak 2015 telah membangun IOS (Indonesia OneSearch
-www.onesearch.id), sebagai satu pintu pencarian untuk semua koleksi publik
dari perpustakaan, museum, arsip, dan sumber elektronik di Indonesia. Hingga
saat ini terdapat 15.917.664 entri yang dikumpulkan dengan
metodeharvestingotomatis dari repositori milik organisasi mitra, yang berasal
dari berbagai sektor. Manfaat hasil
kerja kolaboratif dalam penyediaan pengetahuan secara digital semacam Trove
dan IOS ini membantu menghemat waktu pencarian, menghindari plagiat,
menjelajah gagasan, meningkatkan volume akses, menjangkau lebih banyak pengguna
dan memetakan pengetahuan institusi. Perpustakaan
juga melakukan transformasi penyediaan layanan koleksi berbasis teknologi
informasi, dengan tetap mengedepankan aspek interaksi dan keterlibatan
masyarakat sebagai inti pengembangan konsep layanan. Pergeseran ekspektasi
masyarakat yang memandang perpustakaan adalah garda terdepan dalam penyebaran
pengetahuan, menuntut adanya keterhubungan (connectivity), keberagaman
(variety) dan kecepatan (velocity), sebagai norma dalam inovasi layanan
perpustakaan di era digital. Dalam konteks
ini, pustakawan dan perpustakaan dianggap sebagai pihak yang paling kompeten
dan relevan, karena memiliki aset data dan pengetahuan serta memahami
bagaimana teknologi bisa membantu meningkatkan aksesibilitas pengetahuan
tersebut. Untuk itu, selayaknya perpustakaan mendapat dukungan dan sinergi
antarlembaga pemerintah, swasta dan personal yang lebih kuat lagi dalam upaya
mencapai tujuan besar, yakni membentuk pengetahuan sebagai khazanah
intelektual dan bukti kemajuan peradaban sebuah bangsa. Disrupsi dalam
dunia digital dalam pengembangan pengetahuan generasi muda adalah sesuatu
yang tak dapat dihindari. Namun demikian, penyediaan sumber belajar dalam
berbagai media dan konten tetaplah menjadi sesuatu yang dapat dirancang dan disituasikan. Sehingga, ketersediaan kurasi
dan repositori pengetahuan terbuka yang dikelola secara kolaboratif
antarlembaga dan profesi, memungkinkan generasi muda untuk terus
mengembangkan pengetahuannya, mengasah kemampuan menalar dan dapat berpijak
pada dasar etika keilmuan yang jelas. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar