Digipay,
Misi Ganda Modernisasi Belanja Pemerintah Hadiyanto: Direktur
Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan |
KOMPAS, 25 Juli 2022
Transformasi
digital pada era disrupsi adalah keniscayaan. Ini bukan hanya sugesti.
Keruntuhan sejumlah perusahaan raksasa telekomunikasi dan fotografi pada era
2012-2019 adalah contoh nyata kegagalan merespons perkembangan teknologi yang
tumbuh secara eksponensial. Resistansi
terhadap perubahan membuat dominasi bertahun-tahun hancur. Mereka telanjur
asyik dalam zona nyaman, sementara kompetitornya melakukan transformasi
digital secara cepat. Inovasi baru sang pesaing, yang out of the box pada
zamannya, mampu menggusur hegemoni mereka. Fenomena
ini tak hanya terjadi pada sektor privat, tetapi juga sektor publik. Meskipun
dampak yang ditimbulkan lebih minor dan nature organisasi yang relatif
berbeda, sektor publik juga perlu adaptif dan responsif menyikapi ini. Bagaimanapun,
pengguna layanan sektor publik juga pengguna layanan swasta. Mereka tak segan
melakukan komparasi. Peningkatan kualitas layanan publik selalu menjadi
tuntutan utama publik pada sistem birokrasi yang ada. Digitalisasi
pengelolaan Pemerintah,
dalam hal ini Kementerian Keuangan, secara nyata beradaptasi dengan
perkembangan teknologi informasi. Digitalisasi pengelolaan kas negara yang
dilakukan merupakan bagian integral dari proses transformasi digital
pengelolaan keuangan negara. Sejak
awal 2000-an, seiring dengan modernisasi sistem pengelolaan keuangan negara,
pemerintah mulai melakukan transformasi. Strategi smooth and gradual shifting
dilakukan untuk mengubah pola konvensional menjadi digital. Pemerintah
mengembangkan dan memanfaatkan platform digital dan perluasan pembayaran
nontunai (cashless payment) pada sistem pembayaran pemerintah. Dalam
praktik pengelolaan keuangan negara, entitas pemerintah atau satuan kerja
(satker) masih mengelola uang persediaan (semacam petty cash) secara tunai
sampai dengan jumlah tertentu. Secara bertahap, penggunaan uang tunai ini
makin dikurangi seiring intensifikasi program edukasi cashless payment kepada
para pengelola keuangan pemerintah. Belanja
barang pemerintah tahun 2021 mencapai Rp 529 triliun. Sebanyak Rp 152 triliun
(28,7 persen) di antaranya dibelanjakan menggunakan mekanisme uang persediaan
(UP). Data ini merefleksikan masih besarnya penggunaan uang tunai dalam
belanja pemerintah. Dengan
angle berbeda, secara implisit angka ini mencerminkan berapa sesungguhnya
potensi belanja pemerintah yang bisa dilakukan secara nontunai (cashless).
Dalam konteks manajemen kas pemerintah, penggunaan UP secara tunai sebenarnya
menghadirkan risiko yang perlu jadi perhatian. Penggunaan
kartu kredit pemerintah (KKP) dan pengembangan pemanfaatan virtual account
oleh pemerintah sejak 2018 menjadi terobosan penting untuk meningkatkan
efisiensi dan efektivitas belanja UP. Kedua
instrumen ini disempurnakan dengan pengembangan ekosistem digital payment
marketplace yang mampu mengintegrasikan pemerintah, perbankan, dan penyedia
barang/jasa (yang sebagian besar UMKM). Ekosistem ini jadi embrio lahirnya
sebuah platform pada akhir 2019, yakni Digipay. Digipay
merupakan manifestasi konkret dari kolaborasi dan sinergi antara sektor
publik dan sektor privat dalam ekosistem belanja pemerintah. Transformasi
digital menjadi roh dalam kelahiran Digipay. Seluruh proses belanja satker,
mulai dari pemesanan barang/jasa, negosiasi, pengiriman barang, penghitungan
pajak, hingga pembayaran transaksi serta pembayaran pajak dan pelaporan
manajerial, dilakukan secara digital. Pembayaran
dilakukan secara cashless menggunakan KKP dan internet banking, terintegrasi
dalam satu ekosistem. Akses vendor UMKM terhadap Digipay diberikan satu pintu
melalui satker pengguna Digipay. Pemanfaatan
Digipay membawa misi besar: modernisasi pengelolaan kas negara sekaligus
pemberdayaan UMKM. Efisiensi belanja pemerintah, manajemen kas, pengembangan
cashless society, simplifikasi proses bisnis, kepastian pembayaran, ekspansi
pemasaran, perluasan basis nasabah, dan mitigasi risiko moral hazard adalah
manfaat nyata Digipay bagi pemerintah, vendor UMKM, ataupun perbankan. Warga
dengan menggunakan gawai dapat memilih barang-barang belanjaan yang dijual
secara daring. ALIF
ICHWAN Warga
dengan menggunakan gawai dapat memilih barang-barang belanjaan yang dijual
secara daring. Transformasi
UMKM Sejalan
dengan pernyataan Presiden Joko Widodo, UMKM dituntut terus beradaptasi.
Itulah jurus ampuh untuk dapat eksis dalam iklim persaingan yang kian
kompetitif. Transformasi digital sebagai langkah adaptif akan mendorong daya
tahan UMKM menjadi lebih kuat. Riset Bank Dunia menyebutkan, 80 persen UMKM
yang terlibat dalam ekosistem digital memiliki daya tahan lebih baik,
khususnya saat pandemi. Upaya
pemberdayaan UMKM melalui transformasi digital yang digagas pemerintah belum
sepenuhnya berhasil. Kementerian Komunikasi dan Informatika merilis data,
jumlah UMKM yang terdigitalisasi sepanjang pandemi baru 16,4 juta (27,3
persen) dari total 60 juta pelaku UMKM. Padahal, digitalisasi sebenarnya
menjanjikan keuntungan yang menarik. LPEM FEB UI dan Tokopedia merilis data
bahwa digitalisasi membuat tujuh dari 10 pelaku usaha mengalami peningkatan
volume penjualan (CNN, 2022). Kementerian
Keuangan melihat hal ini sebagai tantangan sekaligus peluang. Ekosistem
belanja pemerintah selalu melibatkan tiga pihak: satker pengelola dana,
penyedia barang/jasa sebagai pemasok, serta perbankan yang memfasilitasi
sistem pembayaran. Dengan konfigurasi seperti ini, pemerintah memainkan peran
yang besar dengan memberikan akses luas bagi lebih banyak UMKM untuk terlibat
sebagai pemasok kebutuhan operasional. Digipay
sebagai platform berbasis daring menjadi rumah luas yang mempertemukan
kepentingan manajemen kas dan efisiensi belanja pemerintah secara online dan
cashless, akses UMKM untuk go digital, dan pengembangan layanan perbankan
khususnya bagi UMKM. Hingga
Juni 2022, pemanfaatan Digipay masih perlu terus didorong. Sekitar 7.099
satker, 2.296 vendor UMKM, dan bank pemerintah yang tergabung dalam Himpunan
Bank Milik Negara (Himbara) telah masuk dalam ekosistem Digipay. Di
sana telah dilakukan 19.976 transaksi dengan nilai total Rp 42,92 miliar.
Progres ini dapat dimaknai dari berbagai perspektif. Secara spesifik, capaian
ini perlu diakselerasi, terutama melalui intensifikasi edukasi untuk mengubah
pola perilaku dan pola pikir satker dan vendor UMKM. Produk
yang dipasarkan dalam Digipay adalah produk-produk UMKM yang identik dengan
produk dalam negeri. Berbelanja pada UMKM berarti berbelanja produk dalam
negeri. Akses Digipay bagi UMKM sejatinya menjadi bagian dari upaya
peningkatan penggunaan produk dalam negeri. Meski dalam praktiknya terdapat
sejumlah keperluan satker yang tak bisa dipenuhi oleh produk lokal, jumlahnya
masih relatif lebih kecil dibandingkan produk yang dipasok dari dalam negeri. Konsep
yang diusung Digipay ini sejalan dengan program Peningkatan Penggunaan Produk
Dalam Negeri (P3DN). Melalui program ini, pemerintah mendorong semua pihak
agar lebih banyak menggunakan produk dalam negeri dibandingkan produk impor.
Tentu saja satker pemerintah harus memiliki awareness dan menjadi pionir
terdepan. Satu
untuk semua Transformasi
digital belanja pemerintah yang diimplementasikan melalui Digipay mampu
mengolaborasikan banyak kepentingan. Misi modernisasi pengelolaan kas negara
dapat berjalan beriringan dengan upaya pemberdayaan UMKM. Meski
tak bisa secepat sektor privat, pemerintah harus tetap memulai melakukan
transformasi digital dengan melahirkan inovasi-inovasi sesuai perkembangan
teknologi, yang bukan merupakan sunset policy. Terobosan
ini diharapkan bergulir semakin luas, termasuk bisa direplikasi di lingkup
pemda. Dengan otoritas pemerintah yang besar, inovasi-inovasi yang diciptakan
harus mampu menyentuh dan menyelesaikan masalah pada banyak sektor dalam satu
momentum yang sama. Untuk alasan tersebutlah sejatinya Digipay diciptakan. ● Sumber :
https://www.kompas.id/baca/opini/2022/07/23/digipay-misi-ganda-modernisasi-belanja-pemerintah |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar