Advokat Itu Penegak
Hukum, Bukan Pelapor Klien
Maqdir Ismail : Advokat dan
Dosen FH Universitas Al Azhar Indonesia
SINDONEWS, 16
Juli
2022
BAKdisambar
petir, banyak Advokat yang terbangun dari tidur lelap dan terkaget-kaget,
karena menyebarnya Peraturan PPATK No.10 Tahun 2017 tentang Penerapan Prinsip
Mengenali Pengguna Jasa Bagi Advokat melalui Group WA. Satu Peraturan
yang merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah No.43 Tahun 2015 tentang
Pihak Pelapor Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian
Uang. Peraturan lama yang selama ini tidak menjadi perhatian. Dalam Pasal 17
Undang-Undang No.8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak
Pidana Pencucian Uang, Advokat tidak termasuk dalam kategori sebagai pihak
pelapor. Meskipun dinyatakan Pihak Pelapor itu adalah penyedia barang dan
atau jasa lainnya, tetapi Advokat tidak termasuk sebagai pihak pelapor. Advokat masuk
dalam kategori sebagai pihak Pelapor bersama Akuntan, Notaris, PPAT
dinyatakan dalam Peraturan Pemerintah sebagaimana bisa dibaca dalam Pasal 3
Peraturan Pemerintah No.43 Tahun 2015. Inilah bentuk
tafsir undang-undang yang membuat norma baru. Bisa jadi ini kecelakaan,
meskipun tidak tertutup kemungkinan ini adalah bentuk kesengajan untuk
menyembunyikan masalah ini, dalam rangka mencegah keributan. Advokat tidak sama dengan Pialang Adalah benar
bahwa kegiatan seorang Advokat itu adalah juga termasuk kegiatan memberikan
jasa yang menghasilkan uang. Akan tetapi kegiatan dan praktik Advokat yang
menghasilkan uang ini tidak bisa disamakan dengan kegiatan pialang atau
manager investasi yang juga menghasilkan uang. Kegiatan
Advokat tidak bisa disamakan dengan kegiatan pialang, karena pialang adalah
orang yang disewa untuk bertindak sebagai perantara yang dimotivasi oleh
kepentingan mereka sendiri baik dalam jangka panjang atau pendek, tanpa melihat
faktor moral penegak hukum secara layak sebagai alat ukur dalam melakukan
pekerjaan. Sedangkan
Advokat itu adalah satu professi yang yang dilakukan dengan mempertahankan
kehormatan dan menjunjung tinggi moral dan etik sebagai penegak hukum. Inilah
yang membedakan antara Advokat dengan Pialang. Pekerjaan
Advokat lebih dari seorang pebisnis, karena Advokat tidak hanya menjual
komoditas atau layanan. Mereka
berurusan dengan hal-hal yang membawa mereka jauh ke dalam alam moral
kehidupan orang-orang. Advokat dipercaya dengan rahasia tersimpan yang
dimiliki orang tentang diri mereka sendiri dan rahasia terdekat yang dimiliki
bisnis dan cara mereka bekerja. Dalam
menjalankan tugas profesinya ini, Advokat harus juga menjaga hak masyarakat
untuk mendapatkan akses yang patut dalam mendapatkan standar keadilan,
efektifitas proses hukum yang dilakukan dengan penuh integritas. Konsep
profesionalisme ketika diterapkan pada profesi hukum merupakan konsep
normatif yang memberikan cita-cita yang harus diupayakan oleh advokat,
diidealkan sebagai panggilan yang terarah dan dijiwai oleh semangat pelayanan
publik. Inilah letak
perbedaan pokok Professi Advokat dibandingkan dengan profesi lain, karena
profesi Advokat adalah professi sebagai penegak hukum yang dalam proses hukum
Advokat memainkan peran yang penting sekali, bukan saja untuk mewakili Klien
tetapi juga dalam menjaga proses hukum dalam rangka menegakkan keadilan dan
mencari kebenaran. Seperti
dikatakan dalam Kode Etik “Bahwa profesi Advokat adalah selaku penegak hukum
yang sejajar dengan instansi penegak hukum lainnya, oleh karena itu satu sama
lainnya harus saling menghargai antara teman sejawat dan juga antara para
penegak hukum lainnya”. Advokat wajib melindungi rahasia Klien Memasukkan
professi Advokat sebagai salah satu pelapor seperti dalam Peraturan PPATK
No.10 Tahun 2017 sebagai turunan dari Peraturan Pemerintah No.43 Tahun 2015,
pada hakekatnya menyalahi kodrat Advokat dan justru akan menghancurkan
kemadirian professi Advokat. Dalam
undang-undang Advokat atau dalam Kode Etik Advokat, tugas seorang Advokat
terhadap klien adalah untuk melindungi dan menjaga hak dari Klien.
Berkewajiban untuk menjaga sikap setia kepada klien. Tidak boleh ada
ketakutan dari seorang Advokat untuk melindungi hak-hak dan kebenaran yang
dimiliki oleh seorang Klien dengan alasan apa pun, kecuali perintah
undang-undang. Sebagaimana
dinyatakan dalam Pembukaan Kode Etik Advokat Indonesia, bahwa “Advokat
sebagai profesi terhormat (officium nobile) yang dalam menjalankan profesinya
berada dibawah perlindungan hukum, undang-undang dan Kode Etik, memiliki
kebebasan yang didasarkan kepada kehormatan dan kepribadian Advokat yang
berpegang teguh kepada Kemandirian, Kejujuran, Kerahasiaan dan Keterbukaan”. Kegiatan
Advokat, memang bukan merupakan kegiatan rahasia atau bagian dari organisasi
rahasia, tetapi sebagai profesi yang didasari pada kepercayaan Klien, Advokat
mempunyai kewajiban menjaga rahasia Klien. Sebagai
pekerjaan yang dilakukan berdasarkan kepercayaan dan dilindungi oleh hukum,
dalam menjalankan profesinya Advokat sangat tidak layak untuk menjadi pelapor
seperti yang dinyatakan oleh Peraturan PPATK No.10 Tahun 2017 sebagai turunan
dari Peraturan Pemerintah No.43 Tahun 2015, karena pada hakekatnya professi
Advokat adalah melindungi rahasia Klien dan kewajiban menjadi pelapor itu
tidak berdasarkan ketentuan undang-undang. Pasal 17 UU
No.8 Tahun 2010, ada dua kelompok yang dapat menjadi pelapor transaksi
keuangan yaitu, penyedia jasa keuangan dan penyedia barang dan atau jasa lain
dan tidak termasuk Advokat. PPATK sebagai
lembaga intelijen dibidang keuangan dan tidak termasuk aparat penegak hukum
tidak selayaknya ikut mengatur kegiatan Advokat. Tidak juga ada hak PPATK
untuk mengawasi kegiatan Advokat, karena pengawasan terhadap Advokat hanya
bisa dilakukan oleh Organisasi Advokat dan tidak ada kewenangan PPATK untuk
melakukan pengawasan terhadap kegiatan Advokat; (Pasal 12 UU Advokat). Sudah saatnya
kita membangun sikap saling menghargai dan menghormati profesi masing-masing
dan tentu kita harapkan “penghinaan” terhadap professi Advokat segera
dihentikan. Hal demikian perlu, karena
dengan begitu profesi Advokat yang berkewajiban melindungi rahasia Klien,
tidak dijadikan sebagai pelapor terhadap kegiatan Klien, sebab hal ini akan
merubah kodrat dari professi Advokat dari melindungi hak Klien menjadi
pelapor terhadap Klien. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar