Rebutan Partai dalam
Penunjukan Penjabat Kepala Daerah Hussein Abri Dongoran : Wartawan Majalah Tempo |
MAJALAH TEMPO, 11
Juni
2022
TELEPON seluler Kamsol
terus berdering pada Sabtu, 21 Mei lalu, sekitar pukul 21.00. Malam itu,
Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Riau tersebut dihubungi anggota staf
gubernur dan seorang pejabat Sekretariat Daerah Riau. Mereka memberitahukan
agar Kamsol bersiap dilantik sebagai penjabat kepala daerah, yaitu penjabat
Bupati Kampar. Menurut Kamsol, koleganya
menyampaikan bahwa Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menunjuk dia untuk
menggantikan Bupati Catur Sugeng Susanto yang masa jabatannya habis per 22
Mei 2022. “Saya diminta melakukan gladi resik sebelum dilantik Pak Gubernur,”
Kamsol menceritakan kejadian itu saat ditemui Tempo di Jakarta pada Selasa, 7
Juni lalu. Terpilihnya Kamsol di luar
dugaan. Namanya tak masuk daftar tiga calon pengganti Bupati Kampar yang
dikirimkan Gubernur Riau Syamsuar ke Kementerian Dalam Negeri. Kewenangan
gubernur mengusulkan calon penjabat bupati dan wali kota diatur dalam
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2018 tentang cuti di luar
tanggungan bagi kepala daerah. Syamsuar merekomendasikan
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Imron Rosyadi, Kepala Dinas
Pariwisata Roni Rakhmat, dan Kepala Biro Kesejahteraan Rakyat Sekretariat
Daerah Riau Zulkifli Syukur. Syamsuar mengirimkan nama ketiganya ke
Kementerian pada 21 April lalu, sebulan sebelum Bupati Kampar lengser. Sebagaimana di Kampar,
penjabat Wali Kota Pekanbaru yang ditunjuk pun di luar daftar yang dikirimkan
Syamsuar. Alih-alih memilih satu dari tiga nama yang diajukan Syamsuar, Tito
Karnavian justru mendapuk Sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Riau Muflihun. “Penetapan nama itu
kewenangan Menteri Dalam Negeri,” kata Kepala Biro Administrasi dan Tata
Pemerintahan Sekretariat Daerah Riau Muhammad Firdaus saat dihubungi pada
Kamis, 9 Juni lalu. Firdaus mengklaim Syamsuar tetap menghormati dan
mengikuti keputusan Kementerian Dalam Negeri. Syamsuar melantik Kamsol
dan Muflihun di Balai Pauh Janggi, kompleks kantor Gubernur Riau, pada Senin,
23 Mei lalu. Meski demikian, Ketua Dewan Pengurus Daerah Partai Golkar
Provinsi Riau itu disebut-sebut kecewa atas keputusan Menteri Tito Karnavian. Tiga petinggi Partai
Golkar bercerita, Syamsuar terbang ke Jakarta untuk bertemu Tito sepekan
sebelum surat dari Kementerian Dalam Negeri terbit. Ia dikabarkan sudah
mendengar pilihan Tito dan hendak mempertanyakan keputusan itu. Menurut
sumber yang sama, Syamsuar pun meminta petinggi partai beringin untuk
menanyakan alasan Tito memilih Kamsol dan Muflihun. Sejumlah politikus Golkar
yang mengetahui peristiwa itu mengungkapkan Tito lantas menjelaskan bahwa
usul Gubernur Riau itu tak dilirik Presiden Joko Widodo. Elite Golkar ini
lalu mengatakan pemilihan pejabat di luar usul gubernur dapat menjadi
preseden buruk karena gubernur seakan-akan tak mengetahui kompetensi anak
buahnya. Empat narasumber yang
mengetahui penunjukan penjabat kepala daerah di Riau mengatakan penunjukan
Kamsol dan Muflihun tak lepas dari peran anggota staf khusus Kepala Badan
Siber dan Sandi Negara, Supirman. Sebelum keluarnya pengumuman resmi dari
Kementerian Dalam Negeri, mereka mendengar bahwa Supirman sudah menyebutkan
keduanya bakal menjadi penjabat kepala daerah. Supirman bekas calon
legislator dari partai beringin di daerah pemilihan Riau 1 pada Pemilihan
Umum 2019. Ia juga bergabung di Cakra 19, tim pemenangan Jokowi- Ma’ruf Amin,
yang diinisiasi Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut
Pandjaitan. Dalam berbagai kesempatan, Supirman kerap mendampingi Luhut.
Salah satunya ketika Syamsuar berkunjung ke kantor Kementerian Koordinator
Kemaritiman pada 7 Januari lalu. Lima narasumber yang ditemui
Tempo mengungkapkan Supirman ditengarai membawa kepentingan Luhut dalam
penunjukan Bupati Kampar dan Wali Kota Pekanbaru karena faktor kedekatan
mereka. Juru bicara Luhut, Jodi Mahardi, tak menjawab permintaan konfirmasi
hingga Sabtu, 11 Juni lalu. Supirman pun hadir saat
pelantikan Kamsol dan Muflihun. Kamsol mengaku bersahabat dengan Supirman.
“Dia orang daerah yang sudah berkarier di pusat,” ujarnya. Namun Kamsol tak
tahu persis apa bantuan Supirman sehingga ia bisa terpilih menjadi penjabat
Bupati Kampar. Ditemui Tempo di kawasan
Senayan, Jakarta, pada Jumat, 10 Juni lalu, Supirman menjelaskan sejumlah
tudingan tentang pemilihan penjabat Bupati Kampar dan Wali Kota Pekanbaru.
Tapi ia menolak keterangannya ditulis. Kepada para jurnalis yang mewawancarainya
selepas pelantikan di kantor Gubernur Riau pada Senin, 23 Mei lalu, Supirman
membantah jika disebut membantu Kamsol dan Muflihun. Adapun Syamsuar enggan
menanggapi permintaan wawancara Tempo saat ditemui dalam Festival Semarak
Pelancongan Negeri Malaka 2022 di Pekanbaru pada Kamis, 9 Juni lalu. Ia
meminta pertanyaan diajukan kepada Kepala Dinas Komunikasi, Informatika, dan
Statistik Riau Hendra Saputra. “Sekarang tidak ada permasalahan,” tutur
Hendra. Ketua Badan Pemenangan
Pemilu Golkar Zainuddin Amali tak mengetahui alasan penunjukan penjabat
Bupati Kampar. Ia mengarahkan pertanyaan itu diajukan kepada Wakil Ketua Umum
Golkar Ahmad Doli Kurnia. Doli tak menanggapi pertanyaan Tempo hingga Sabtu,
11 Juni lalu. Penjabat Bupati Kampar dan
Wali Kota Pekanbaru merupakan bagian dari 271 penjabat kepala daerah yang
dipilih pemerintah. Masa jabatan ratusan kepala daerah hasil pemilihan kepala
daerah 2017 dan 2018 itu habis pada 2022 dan 2023. Pemerintah menunjuk
penjabat kepala daerah hingga pilkada serentak 2024 digelar pada 27 November
dua tahun mendatang. Mantan Direktur Jenderal
Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, Djohermansyah Djohan, mengatakan
salah satu pangkal masalah penunjukan penjabat kepala daerah adalah ketiadaan
aturan main. Padahal Mahkamah Konstitusi telah meminta pemerintah membuat
aturan teknisnya. “Sekarang semuanya serba tertutup,” ucap Djohermansyah. Juru bicara Mahkamah
Konstitusi, Fajar Laksono, menyayangkan sikap pemerintah yang tak kunjung
membuat aturan teknis ihwal pengisian jabatan kosong sebagaimana
direkomendasikan Mahkamah. “Ketika pertimbangan hukum dianggap tidak mengikat
dan diabaikan, timbul polemik,” ujarnya. Polemik penunjukan kepala
daerah juga terjadi di Kabupaten Seram Bagian Barat, Maluku. Kementerian Dalam
Negeri menunjuk Kepala Badan Intelijen Negara Daerah Sulawesi Tengah Brigadir
Jenderal Andi Chandra As’aduddin sebagai penjabat bupati. Organisasi
masyarakat sipil menilai penunjukan Andi melanggar Undang-Undang Tentara
Nasional Indonesia dan Kepolisian. Sebagai prajurit aktif,
Andi seharusnya dilarang mengemban jabatan sipil. Namun pemerintah ngotot
pelantikan Andi tetap sah karena posisi kepala BIN daerah setara dengan
eselon II yang menjadi syarat penjabat bupati. Empat narasumber Tempo,
termasuk pejabat Kementerian Dalam Negeri yang mengetahui pemilihan Andi,
menyebutkan Andi diusulkan oleh Kepala BIN Budi Gunawan. Andi diperintahkan
menangani bentrokan antardesa di Seram Bagian Barat. Sebab, ia dianggap cakap
menyelesaikan konflik serupa sewaktu berdinas di Poso, Sulawesi Tengah. Deputi Komunikasi dan
Informasi BIN Wawan Hari Purwanto hanya mengirimkan emotikon tangan terkatup
saat ditanya ihwal cawe-cawe BIN dalam terpilihnya Andi. Staf Khusus Menteri
Dalam Negeri Bidang Politik dan Media Kastorius Sinaga mengungkapkan Andi
dipilih karena faktor pemulihan keamanan di wilayah itu. “Dia itu right man
on the right time,” tuturnya pada Senin, 30 Mei lalu. Dua pejabat pemerintah dan
seorang anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat yang menangani bidang dalam
negeri bercerita, penunjukan Andi mendapat perhatian khusus Panglima Tentara
Nasional Indonesia Jenderal Andika Perkasa. Narasumber yang sama menyebutkan
Andika telah bertemu Tito untuk membicarakan polemik Andi menjadi penjabat
bupati. Dalam pertemuan itu,
Andika dikabarkan meminta Kementerian Dalam Negeri tak lagi melantik anggota
TNI aktif menjadi penjabat kepala daerah. Merespons pernyataan Panglima TNI,
Tito menjelaskan, prajurit yang sudah tak berdinas bisa menjadi penjabat dan
tak melanggar aturan. Andika dan Tito tak
merespons pertanyaan yang dilayangkan Tempo hingga Sabtu, 11 Juni lalu.
Namun, tatkala pemilihan Andi menjadi polemik, Andika menjelaskan, penunjukan
tersebut adalah bentuk kepercayaan pemerintah kepada TNI. “Kami patuh pada
semua aturan yang berlaku,” ujar mantan Kepala Staf Angkatan Darat ini di
Yogyakarta pada Rabu, 25 Mei lalu. Kursi penjabat kepala
daerah ditengarai juga dikaveling oleh partai politik. Mantan Direktur
Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, Djohermansyah Djohan,
mengaku mendengar praktik tersebut saat masih bertugas dalam pemerintahan.
“Ada kepentingan partai dan aparatur sipil negara yang mendekati partai
politik,” ucapnya. Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan salah satunya. Dua pengurus PDI Perjuangan mengungkapkan partai
banteng mengusulkan sejumlah nama untuk menjadi penjabat kepala daerah. Usul
itu disalurkan melalui mekanisme khusus. Dua pejabat Kementerian Dalam Negeri
mengakui ada ruang tertentu untuk mengakomodasi kepentingan partai. PDI Perjuangan disebut
mengusulkan Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan
Sumber Daya Mineral Ridwan Djamaluddin sebagai penjabat Gubernur Kepulauan
Bangka Belitung. Hal itu terungkap saat Wakil Bendahara Umum PDI Perjuangan
Rudianto Tjen menggelar buka puasa bersama awak media di Pangkalpinang pada
Jumat, 22 April lalu. Rudianto, anggota Komisi
Pertahanan DPR, mengatakan PDI Perjuangan telah mengusulkan empat nama
pengganti Gubernur Erzaldi Rosman Djohan kepada Presiden Jokowi. Salah
satunya Ridwan yang belakangan benar-benar ditunjuk menjadi penjabat
gubernur. “Empat kandidat ini yang saya jelaskan ke Presiden,” tutur Rudianto
seperti dilansir dari kantor berita Antara. Wakil Sekretaris Jenderal
PDI Perjuangan Arif Wibowo mengatakan Ketua Umum Megawati Soekarnoputri dalam
rapat yang digelar pertengahan tahun lalu berpesan agar pengurus partai
memberi masukan kepada pemerintah ihwal penjabat kepala daerah. Megawati juga meminta para
kadernya untuk mengawasi, mengontrol, dan mencermati penjabat kepala daerah
ini. Tujuannya agar tidak merugikan PDIP secara politik. “Karena, penjabat
berdiri di atas asumsi memenangkan salah satu partai,” ujar Arif. Partai Golkar diduga juga
memagari kursi Bupati Batang, Jawa Tengah. Wihaji, bupati periode 2017-2022,
adalah kader partai beringin. Seorang petinggi Golkar mengatakan partainya
mengusulkan Sekretaris Daerah Batang Lani Dwi Rejeki dan seorang petinggi
Kementerian Perindustrian, yang pernah dipimpin Ketua Umum Golkar Airlangga
Hartarto. Pemilihan penjabat kepala
daerah di Jawa Tengah, menurut sejumlah politikus Golkar dan PDI Perjuangan,
sempat memanaskan hubungan kedua partai. Ada anggapan bahwa penunjukan
penjabat kepala daerah di sejumlah wilayah di provinsi itu bertujuan
“memerahkan” Jawa Tengah. Menteri Tito akhirnya memilih Lani Dwi Rejeki. Orang dekat Gubernur Jawa
Tengah Ganjar Pranowo dan dua politikus Golkar mengungkapkan keputusan
Kementerian Dalam Negeri sempat ditanyakan oleh Ganjar kepada Airlangga.
Namun Ganjar tak mempersoalkan jika tiga calon yang diusulkannya tak dipilih
pemerintah pusat. “Kami mengusulkan, dan pusat bisa menunjuk yang lain,”
katanya lewat WhatsApp, Jumat, 10 Juni lalu. Ketua Golkar Jawa Tengah
Panggah Susanto mengatakan partainya tak memiliki kewenangan menentukan
penjabat Bupati Batang. Menurut dia, Partai Golkar sedang berfokus menyiapkan
tahap Pemilihan Umum 2024. “Itu kewenangan pemerintah pusat,” ucap Panggah. Golkar juga mengajukan
penjabat Gubernur Gorontalo untuk menggantikan Rusli Habibie yang juga kader
partai beringin. Seorang elite Golkar bercerita, partai mengajukan tiga nama.
Salah satunya Staf Ahli Bidang Budaya Sportivitas Kementerian Pemuda dan
Olahraga Hamka Hendra Noer. Kementerian Pemuda kini dipimpin Ketua Badan
Pemenangan Pemilu Golkar Zainuddin Amali. Belakangan, pemerintah menunjuk
Hamka sebagai penjabat Gubernur Gorontalo. Dihubungi pada Jumat, 10
Juni lalu, Amali membantah kabar bahwa Golkar menitipkan calon kepala daerah,
khususnya penjabat Gubernur Gorontalo. Ia memang pernah dimintai pendapat dan
berdiskusi dengan Menteri Tito mengenai profil Hamka. “Saya menjawab bahwa
tak ada yang bermasalah pada Hamka,” ujar Amali. Menteri Tito mengklaim
penunjukan penjabat kepala daerah dilakukan secara selektif dan demokratis.
Menurut bekas Kepala Kepolisian RI itu, pemerintah menjaring aspirasi dari
masyarakat dan menjalankan mekanisme sidang yang ketat. “Kami melaksanakan
sidang yang dipimpin langsung oleh Pak Presiden dengan didampingi menteri dan
terjadi mekanisme yang demokratis untuk memutuskan nama-nama penjabat kepala
daerah,” tutur Tito Karnavian pada medio Mei lalu. ● Sumber : https://majalah.tempo.co/read/nasional/166175/rebutan-partai-dalam-penunjukan-penjabat-kepala-daerah |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar