Manfaat dan Mudarat
RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak Opini Tempo : Redaktur Majalah Tempo |
MAJALAH TEMPO, 25
Juni
2022
MESKI sekilas terkesan
progresif, sejumlah bagian dalam Rancangan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu
dan Anak (RUU KIA) perlu dicermati dengan hati-hati. Jangan sampai sebuah
regulasi yang hendak memastikan pemenuhan hak maternitas ibu dan anak justru
mendomestikasi peran perempuan dan hanya jadi macan ompong di lapangan. RUU Kesejahteraan Ibu dan
Anak, yang akan disahkan sebagai RUU inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat pada
Kamis, 30 Juni 2022, memang memberi sejumlah keistimewaan untuk pekerja
perempuan yang melahirkan, menyusui, atau mengalami keguguran. Perempuan yang
melahirkan mendapat cuti enam bulan, dua kali lipat dibanding aturan yang
dimuat dalam Undang-Undang Tenaga Kerja. Sedangkan suaminya beroleh jatah 40
hari cuti. Jika mengalami keguguran, pekerja perempuan berhak cuti satu
setengah bulan. Sejatinya pemberian cuti
enam bulan untuk pekerja perempuan yang melahirkan sudah jadi standar
internasional. Hasil riset 22 peneliti Indonesia yang dimuat di jurnal BioMed
Central pada November 2018 menunjukkan bahwa cuti enam bulan meningkatkan
keberhasilan pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif delapan kali lipat. ASI
eksklusif penting untuk meningkatkan inteligensi, menjaga ketahanan tubuh
bayi dari berbagai penyakit, dan menurunkan angka kematian anak. Di sisi lain, DPR perlu
memastikan aturan progresif itu tidak justru menimbulkan diskriminasi
terhadap perempuan. Jangan sampai aturan ini mendorong perusahaan memilih
mempekerjakan laki-laki ketimbang perempuan. Dampak yang tak diinginkan
(unintended consequences) semacam itu bisa terjadi meski sudah diatur bahwa
gaji 100 persen hanya dibayarkan pada tiga bulan pertama dan turun menjadi 75
persen setelahnya. Untuk itu, hasil riset
yang menemukan bahwa produktivitas pekerja perempuan yang cuti enam bulan
umumnya meningkat perlu ditonjolkan untuk menangkis keberatan para pengusaha.
Setelah kembali bekerja, pekerja perempuan nyaris tak pernah absen karena
bayinya lebih sehat. Pemberian cuti 40 hari untuk pria yang mendampingi istri
melahirkan juga berpengaruh positif terhadap peningkatan produktivitas dan
tanggung jawab terhadap pekerjaan. Artinya, perusahaan ikut menikmati manfaat
dalam jangka panjang. DPR dan pemerintah tak
perlu surut langkah meski sejumlah pengusaha berancang-ancang menolak aturan
ini. Pemerintah bisa memasukkan pasal yang mengatur agar pemberitahuan cuti
hamil dilakukan beberapa bulan sebelumnya agar perusahaan bisa menyiapkan
pengganti sementara atau mengatur beban kerja. Keberatan lain yang muncul
adalah potensi domestikasi peran perempuan melalui pengesahan aturan ini. Ada
kekhawatiran peran menjaga tumbuh kembang anak dibebankan semata-mata di
pundak para perempuan. Padahal idealnya itu merupakan tanggung jawab bersama
ayah-bundanya. Pembagian peran gender secara tradisional semacam itu bisa
jadi langkah mundur untuk gerakan perempuan di Indonesia. Pemerintah dan DPR juga
harus memastikan RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak nantinya bisa berjalan
efektif di lapangan. Jangan sampai aturan ini hanya menjadi gula-gula politik
untuk mengambil hati kaum pekerja. Kegagalan Undang-Undang Penyandang
Disabilitas yang hingga kini belum bisa memaksa perusahaan swasta
mempekerjakan paling sedikit 1 persen penyandang disabilitas harus jadi
pelajaran penting. ● Sumber : https://majalah.tempo.co/read/opini/166263/manfaat-dan-mudarat-ruu-kesejahteraan-ibu-dan-anak |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar