Menyebarkan
Keutamaan lewat Media Sosial Ignatius Haryanto ; Pengajar Jurnalistik Universitas Multimedia
Nusantara, Serpong |
KOMPAS, 9 September 2021
Mengonsumsi
media sosial hari ini adalah suatu keniscayaan. Aneka nilai dari media sosial
juga berseliweran dalam media sosial: ada yang menginsipirasi, ada yang hanya
menyajikan kekonyolan-kekonyolan, ada yang menghibur, dan lain-lain. Dari
sekian banyak konten yang ada dalam media sosial, khususnya Instagram,
penulis tertarik dengan konten-konten yang dihasilkan dari China, berupa
video-video pendek yang memberikan pesan untuk menghormati keutamaan umat
manusia. Konten yang penulis maksud adalah video-video dalam durasi 2-5 menit
dengan aneka bintang utama. Sebagian besar pemainnya adalah anak-anak muda,
berparas cantik, ganteng, dengan banyak cerita yang dihadirkan. Keutamaan
yang ditonjolkan dalam video-video itu menyangkut soal nilai menghormati
orangtua, menghargai teman lama, tak menilai seseorang dari tampilan luar
semata, tidak sombong bahkan kepada mereka yang kurang beruntung, dan
lain-lain. Beberapa contoh akunnya adalah @Moxiexiaoye.my, @Lu_xiaojuan.id,
@Daweimawei.id, dan sebagainya. Salah
satu contoh video jenis ini misalnya menggambarkan bagaimana reuni sekolah
yang dilakukan oleh anak-anak muda dalam level karier madya. Seorang dari
mereka menyombongkan dirinya karena menggunakan mobil yang mahal, pakaian
mewah, serta aksesori yang tampak mahal. Ia ingin memamerkan kesuksesannya di
hadapan teman sekolahnya. Ada
seorang teman sekolah yang datang ke reuni tersebut tetapi dengan penampilan
yang sangat biasa. Si sombong lalu mulai merundung teman yang biasa-biasa
ini, dan banyak teman lain turut merundungnya. Setelah melewati situasi
konflik tertentu, si sombong baru tahu temannya yang tampak biasa saja itu
ternyata pangkat dan kedudukannya lebih tinggi darinya. Kali
lain ada video yang menggambarkan bagaimana seorang pemilik restoran
memberikan makan gratis kepada seorang pengemis dan anaknya. Tamu yang ada di
restoran itu merasa jijik, tetapi si pemilik restoran tetap memberikan makan
kepada si pengemis dan anaknya tersebut. Satu
dekade berlalu si pemilik restoran mendapat kesulitan keuangan dan hampir
putus asa, akhirnya ia memutuskan hendak menjual restoran tersebut. Tak
disangka datanglah malaikat penyelamat, yaitu anak pengemis yang dulu pernah
ditolongnya. Anak pengemis ini ternyata kemudian menjadi pengusaha sukses dan
tak melupakan kebaikan si pemilik restoran. Restoran pun tetap beroperasi
selanjutnya. Banyak
juga video yang mengisahkan kehidupan romansa anak muda, dan semua memiliki
pesan moral yang positif: jangan terlalu terbeban romansa masa lalu, berani
melangkah maju, menghargai diri sendiri dan jangan mau ditindas oleh pasangan
yang dominan. Ada juga video-video yang bertemakan tempat kerja yang kadang
juga memiliki dinamika yang tak selalu positif. Demikian video semacam ini
pun banyak diproduksi dan juga banyak ditonton oleh para netizen. Video
tersebut menggunakan bahasa asli mereka (Mandarin) dengan diberi subtitle
Indonesia. Belakangan penulis menemukan video yang lebih kurang serupa
diadaptasi dalam bahasa Indonesia dengan pemeran orang Indonesia. Penulis tak
ingin menyelidiki lebih jauh apakah ada hubungan antara video asli dengan
bahasa Mandarin dengan video serupa dalam bahasa Indonesia. Nilai-nilai kehidupan Dari
sejumlah video tersebut, penonton diajak meresapi nilai-nilai tidak sombong,
tidak menilai penampilan orang dari luarnya saja, membalas budi kebaikan
seseorang, menghormati orangtua, bertindak yang patut di ruang publik, tidak
menindas orang kecil, dan lain-lain. Ini adalah nilai-nilai kehidupan yang
kita temui dalam keseharian. Hal
yang menurut penulis menarik adalah nilai-nilai kebajikan yang umumnya kita
dengar saat di sekolah, atau dalam sekolah kehidupan, atau juga dalam
pertemuan-pertemuan keluarga, dibuat dalam video pendek dengan variasi yang
banyak serta menarik. Generasi audiovisual serta generasi digital dimanjakan
dengan penyebaran luas konten positif seperti ini. Jika
penulis membayangkan bahwa video ini dibuat dan ditujukan kepada kaum muda
China, maka kebijakan serta nasihat yang biasanya diberikan orangtua atau
keluarga besar, kini beralih disampaikan lewat video-video pendek ini. Satu
tokoh bisa memerankan peran berbeda-beda dari film ke film, tetapi tetap satu
dua tokoh tertentu yang selalu dianggap sebagai pahlawan, malaikat kebaikan,
ataupun dewa penolong. Penulis
tak memiliki informasi memadai tentang bagaimana proses produksi yang
dilakukan oleh akun-akun di atas, mengingat China termasuk yang banyak
melakukan sensor atau pemblokiran atas media sosial dari luar China. Namun,
konten dari akun-akun itu menarik dicermati
walaupun sering terselip iklan-iklan produk di dalamnya. Dari
akun-akun itu, penulis jadi berpikir mengapa di Indonesia belum ada yang
membuat video-video pendek yang menekankan pesan-pesan penting dengan cara
yang menarik, dengan bungkusan cerita yang memikat dan dengan pesan yang
sederhana. Indonesia pasti bukanlah China dengan berbagai masalah yang perlu
juga ditampilkan, mulai dari mempromosikan keberagaman, toleransi,
antikorupsi, menjaga lingkungan, hingga menjaga kebersihan. Jika
ada banyak akun media sosial di Indonesia mengisi kontennya dengan prank,
konten tak berguna, dengan talk show yang seolah-olah boleh bicara kasar atau
kotor, bahkan porno, mengapa konten yang berisikan nilai positif lewat
video-video pendek tak dilirik oleh para content
creator kita? Jika
ada banyak kampanye soal mengisi media sosial dengan konten yang positif,
kita tak perlu malu jika kita meniru sejumlah video di atas dan
menyesuaikannya untuk konteks Indonesia saat ini. Ya, kita butuh lebih banyak
konten positif daripada konten sebaliknya. ● Sumber : https://www.kompas.id/baca/opini/2021/09/09/menyebarkan-keutamaan-lewat-media-sosial/ |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar