Wisma
Atlet, Saksi Bisu Semangat Bangsa Bagus Satrio Utomo & Nastiti Tiasundari ; Pemenang Lomba Karya Tulis Favorite PUPR
Kategori PUPR |
DETIKNEWS, 20
Agustus 2021
Sebuah karya bangsa
untuk menjamu tamu-tamu negara di tahun 2018, Wisma Atlet yang telah berdiri
diam selama hampir satu setengah tahun akhirnya hidup kembali sebagai Rumah
Sakit Darurat COVID-19. Bukan hanya sebagai tempat isolasi terpusat atau
tempat ICU semata, namun juga sebagai fasilitas yang dapat disandarkan warga
Jakarta dan sekitarnya sebagai solusi nyata yang menjangkau seluruh lapisan
masyarakat. Saat ini,
tujuh gedung di Wisma Atlet Kemayoran dan tiga gedung di Wisma Atlet
Pademangan dimanfaatkan sebagai fasilitas rumah sakit, tempat tinggal tenaga
kesehatan, serta tempat karantina bagi para pendatang. Ini hanyalah cuplikan
kecil dari segala yang terjadi di sekitar Wisma Atlet, sebuah gedung yang
menjadi saksi bisu atas semangat dan karakter bangsa Indonesia. Kisah yang
epik ini berawal pada tahun 2014, saat Indonesia mendapat kehormatan sebagai
tuan rumah Asian Games Tahun 2018 dan Asian Para Games Tahun 2018. Dengan
hanya empat tahun yang tersisa, persiapan event ini merupakan sebuah
perjuangan yang sangat berisiko. Tantangan besar muncul pada bulan Juli 2018,
saat nama Bangsa Indonesia diuji dengan munculnya kasus Kali Item tepat
sebelum pelaksanaan event bergengsi ini. Sedianya, Kali
Item memang sudah mengeluarkan bau tidak sedap, namun bau yang lebih menyengat
menyeruak sesaat sebelum Asian Games diselenggarakan. Tajuk pemberitaan di
luar negeri menyoroti betapa tercemar, beracun, dan baunya sungai yang berada
di dekat kompleks yang nantinya menjadi tempat tinggal atlet berbagai negara
peserta Asian Games. Hal ini tidak dapat dibiarkan. Berbagai pihak menjawab
panggilan tersebut dan saling membantu dengan satu tujuan, yaitu membereskan
permasalahan Kali Item dengan cepat sebelum penyelenggaraan Asian Games.
Berbagai metode dilakukan mulai dari pemasangan jaring, penyebaran nano
bubble, bubuk penghilang bau, serta pengalihan aliran Kali Item ke Kali
Sunter hingga akhirnya bau tidak sedap bisa dihilangkan. Aksi yang
kilat dan masif ini merupakan buah kerja sama Pemerintah Provinsi DKI
Jakarta, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(LIPI), hingga dukungan dari Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) dan
Alumni UGM. Sikap Bhineka Tunggal Ika ini patut dicontoh, saat semua pihak
dari berbagai golongan bahu-membahu menyelesaikan permasalahan atas dasar
pengabdian untuk negeri. Energy of
Asia, itulah moto dari Asian Games dan Asian Para Games 2018 yang dihadiri
oleh hampir dua belas ribu atlet dan official se-Asia. Sebuah moto yang,
uniknya, cocok menggambarkan hiruk-pikuk dan ketegangan sepanjang persiapan
agar event ini dapat berjalan dengan lancar. Dengan tekad yang bulat dan
dukungan dari masyarakat, Indonesia berhasil mempersiapkan Jakarta dan
Palembang hanya dalam waktu 2 tahun dan 3 bulan. Sejak
penyelesaian konstruksi pada bulan Januari 2018, delapan bulan lamanya Wisma
Atlet harus menunggu sebelum penghuni pertamanya menjejakkan kaki di kompleks
ini. Kedatangan para atlet memecah kesunyian dan memberikan gairah kehidupan
tersendiri di lingkungan Wisma Atlet Kemayoran. Geliat hiruk-pikuk dan
euforia mereka mewarnai Wisma Atlet bagaikan tanaman bunga yang dihinggapi
kupu-kupu. Tidak sedikit pujian dari para atlet dan official atas
fasilitas-fasilitas di Wisma Atlet Kemayoran yang telah menghibur dan
menunjang performa mereka. Pencapaian ini mendapat pujian dari Olympic
Council of Asia dan media mancanegara seperti The New York Times, dan South
China Morning Post. Inilah klimaks bangkitnya nasionalisme dan rasa bangga
kita terhadap ibu pertiwi. Selepas
berjalannya Asian Games, ada kisah pelik yang jarang kita lihat. Nasib Wisma
Atlet yang tadinya dibangun dengan penuh harapan, terbengkalai sepeninggalnya
para atlet dari tanah air kita. Pasca Asian Games 2018, Wisma Atlet Kemayoran
sempat direncanakan untuk disewakan sebagai tempat tinggal Aparatur Sipil
Negara yang bertugas di wilayah DKI Jakarta. Sangat disayangkan bahwa hal ini
masih belum dapat dilakukan karena proses serah terima aset dari Kementerian PUPR
ke Sekretariat Negara selaku pemilik tanah belum selesai, sehingga selama
periode tahun 2018 hingga akhir tahun 2019, Wisma Atlet dibiarkan kosong. Selama masa
pemeliharaan pasca gelaran Asian Games, Kementerian PUPR melakukan perbaikan
terhadap beberapa kerusakan yang terjadi. Tidak tanggung-tanggung, biaya
pemeliharaan sebesar Rp 5 miliar dialokasikan dari APBN untuk pengelolaan,
termasuk membayar tagihan listrik dan air selama satu tahun. Pengeluaran ini,
termasuk perabot yang masih duduk di tiap kamar, menjadi bahan cerminan kita
sebagai negara yang berkembang untuk tidak menyia-nyiakan kekayaan yang kita
miliki. Kisah kita
berlanjut pada awal tahun 2020 saat wabah COVID-19 mulai merajalela. Pada
bulan Maret 2020, Presiden Joko Widodo membuka Wisma Atlet sebagai RS Darurat
COVID-19. Pada saat itu, pengetahuan akan penyakit ini masih minim dan belum
ada penanganan yang jelas untuk menjamin pemulihan pasien. Bagi orang yang
tertular di masa awal COVID-19, banyak sekali info simpang siur yang beredar di
masyarakat. Begitu pula rasa takut berlebih yang dapat kita lihat dari
berita-berita di luar negeri. Kerap kita lihat diskriminasi sesama tetangga,
ketidakpercayaan antar masyarakat, dan sulitnya pengerahan kebijakan
preventif yang dikeluarkan oleh pemerintah. Adanya RS Darurat di periode ini
ibarat dinding sandaran bagi pasien yang bingung mencari pertolongan, yang
tidak tahu harus berobat ke mana, atau berbuat apa. Di sinilah kisah kita
benar-benar dimulai. Tanpa dipungut
biaya dan tanpa harus memikirkan cara memenuhi kebutuhan hidup selama
perawatan, masyarakat bisa mendapat jaminan dari pemerintah bahwa siapa pun
yang sakit memiliki hak yang sama untuk mendapat pertolongan. Wisma Atlet
bukanlah rumah sakit tempat para pasien menunggu dengan pasrah. Lebih dari
itu, kompleks beton ini merupakan komunitas yang penuh warna, penuh semangat
dan senyuman. Jejaring grup WhatsApp untuk setiap pasien dibuat agar mereka
bisa bercengkrama dan saling menyemangati satu sama lain. Kegiatan
komunal seperti sepak bola, senam, klub bermain, dan berbagai jenis lomba
membantu mencerahkan hari-hari mereka. Ikatan yang kuat ini bukan hanya
membantu percepatan kesembuhan para pasien, namun juga membantu mereka untuk
menjalin hubungan baru yang dapat menjadi tempat pertukaran ide dan membuka
kesempatan baru bagi orang-orang yang telah kehilangan pekerjaan di masa yang
sulit akibat pandemi. Semangat
tersebut tidak berhenti di dalam gedung wisma saja. Puluhan masyarakat dari
berbagai latar belakang datang ke Wisma Atlet untuk memberikan berbagai macam
sumbangan dari bahan makanan hingga alat pelindung diri. Semangat kebersamaan
ini kita curahkan untuk meringankan beban mereka yang sedang berjuang, baik
pasien maupun tenaga kesehatan. Media sosial pun mulai dibanjiri oleh
gambar-gambar makanan manis dan kartu ucapan yang dikirim untuk meringankan
keluh kesah tenaga kesehatan yang mempertaruhkan nyawanya untuk menyelamatkan
hidup saudara-saudaranya. Sementara COVID-19 terus mendesak pemerintah untuk
menambah jumlah rumah sakit rujukan dan tempat isolasi terpusat di seluruh
Indonesia, virus positif dalam bentuk paparan media sosial ini kian
menyebarkan kepekaan masyarakat akan perjuangan yang sedang terjadi. Era dari new
normal telah datang, era saat kita saling mengingatkan dan menjaga kesehatan
satu sama lain untuk bisa bertahan hidup bersama. Salah satu nilai moral yang
bisa kita pelajari dari COVID-19 ini adalah kita tidak dapat hidup sendiri.
Kita terpaksa untuk menjaga kesehatan orang di sekitar kita demi menjaga kesehatan
diri sendiri. Sayangnya, hal ini terlupa dari benak kita semua saat datang
Hari Raya Idul Fitri. Budaya lebaran, nikmatnya kembali pada sanak saudara di
kampung halaman, terlalu sulit untuk ditinggalkan. Sebuah budaya yang selama
ini merupakan keunggulan moral bangsa menjadi bencana bagi kita semua ketika
kita tidak mampu menunda hasrat untuk pulang. Para tenaga kesehatan tahu apa
yang akan menunggu di balik lebaran, dan kita semua bersiap untuk hal itu.
Menunggu hari-hari datangnya sebuah konsekuensi yang pasti. Ledakan kasus
baru pun muncul sesuai prediksi, ditunggangi oleh jenis virus yang lebih
ganas dari sebelumnya. Hal ini menimbulkan efek yang amat berat bagi bangsa.
Penambahan bed ICU dan IGD di rumah sakit tidak sebanding dengan jumlah
tenaga kesehatan yang selama ini harus bekerja diambang batas. Tidak sedikit
kita lihat liputan dari rumah sakit bahwa pasien perlu mengantre selama
berhari-hari menunggu bed ICU yang kosong. Pada beberapa kasus, bahkan pasien
terpaksa tidur di lantai. Kita semua memantau grafik jumlah kematian yang
terus melesat. Hari demi hari kita jalani dengan berita duka yang datang
secara bertubi-tubi. Walau begitu,
bangsa ini tidak tinggal diam. Wisma Atlet yang awalnya hanya membuka dua
gedung sebagai rumah sakit darurat, saat ini mengoperasikan empat gedung
sebagai rumah sakit, tiga Gedung sebagai rumah karantina, dan tiga sisanya
sebagai tempat tinggal para tenaga medis. Pemerintah mempersiapkan skenario
terburuk jika nantinya seluruh bed di Wisma Atlet akan dipenuhi pasien.
Koordinasi antar sektor terus dilakukan untuk melaksanakan penambahan
peralatan dan personil, serta pengadaan infrastruktur penunjang dalam rangka
mengembangkan kapasitas Rumah Sakit Darurat COVID-19 yang berlomba dengan
kenaikan jumlah pasien. Puncak
lonjakan pandemi hadir pada tanggal 30 Juni 2021 dengan lebih dari tujuh ribu
pasien memenuhi kamar Wisma Atlet. Ledakan kasus ini bagaikan tamparan keras
yang membangunkan kesadaran masyarakat yang kian menurun. Foto penuhnya lobby
Wisma Atlet, lobby yang selama ini menjadi harapan bersandarnya para pasien
yang mencari pertolongan, menjadi katalis penggerak hati banyak orang untuk
mengingatkan sesama bahwa pertempuran ini belum selesai. Kesadaran ini
terlihat jelas pada program pembatasan sosial terbaru, yaitu Pemberlakuan
Pembatasan Kegiatan Masyarakat di Indonesia (PPKM). Berbeda dengan
program sebelumnya, penyelenggaraan PPKM kali ini berakhir dengan penurunan
drastis jumlah kasus COVID-19 selama hampir satu bulan penuh. Hari demi hari,
jumlah penghuni Wisma Atlet kian menurun, hingga hari ini Wisma Atlet hanya
merawat sedikit di atas dua ribu pasien. Namun perjuangan belum selesai.
Selama masih ada orang yang rentan akan penyakit ini, belum saatnya kita
merayakan. Sebagai sebuah bangsa yang besar, kita tidak boleh lengah dalam
menghadapi tantangan yang begitu nyata di hadapan kita. Di sini lah
kisah kita berhenti, namun belum berakhir. Dari awal direncanakan sebagai
tempat tinggal untuk para atlet, hingga sekarang berdiri sebagai Rumah Sakit
Darurat COVID-19, keberadaan Wisma Atlet menjadi bukti pengabdian kita untuk
negeri. Tanpa kita sadari, bangunan dari beton dan baja itu telah menjadi
saksi semangat, keringat, tangis, dan tawa dari berbagai kisah yang
dilaluinya. Tanggung jawab pemerintah atas rakyatnya, bahu-membahu dari
berbagai kelompok masyarakat, tenggang rasa dari sesama, dan tekad keras
untuk terus maju dan menolak untuk menyerah adalah nilai-nilai yang tidak
boleh kita tinggalkan. Saudaraku, jika dinding bisa berbicara, inilah kisah
sebuah karya bangsa. Bukan hanya sekedar gedung, Wisma Atlet adalah warisan
yang patut kita jaga sebagai saksi bisu semangat bangsa. ● Sumber
: https://news.detik.com/kolom/d-5689358/wisma-atlet-saksi-bisu-semangat-bangsa |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar