Vaksinasi
Merata, Bangsa Kembali Tersenyum Ahmad Syafii Maarif ; Ketua Umum PP Muhammadiyah 1998-2005 |
REPUBLIKA, 24
Agustus 2021
Memang tidak
ada jaminan vaksinasi akan membebaskan seseorang dari terpapar Covid-19
dengan segala variannya. Namun, dengan vaksinasi, setidaknya kita punya
kepercayaan diri melebihi mereka yang belum divaksin. Adapun mereka
yang tidak mau divaksin atau tidak percaya pandemi, sulit dipahami nalar
sehat. Sikap semacam ini tentu semakin membuat pemerintah kesulitan menolong
rakyatnya secara merata. Padahal,
korbannya untuk Indonesia saja yang wafat sampai 22 Agustus 2021 sudah
125.342 dari 3.967.048 yang positif dan pasien yang sembuh, alhamdulillah,
cukup tinggi, yaitu 3.522.048. Namun, dalam
dua hari terakhir pada tanggal itu, angka kematian di Indonesia tertinggi di
dunia, yaitu 1.361, sementara di Amerika 500, India 401, dan Jerman hanya
delapan. Dengan jumlah
penduduk sekitar 272 juta, persentase yang terpapar itu memang relatif kecil,
tetapi bahaya selalu di depan mata. Tak seorang pun yang kebal dari serangan
virus ini, apalagi dalam varian Delta yang daya tularnya begitu cepat dan
lebih ganas. Saya sejak
Maret 2020 tidak berani pergi ke bank atau swalayan, sekalipun sudah disuntik
sekali dan mantan OTG lagi. Untung, ada saja jalan untuk mengatasi keperluan
yang mendesak. Kelakuan virus ini tidak selalu mudah dipahami orang awam
seperti saya. Ada misalnya,
seorang Jenderal Solihin GP (96) dan istrinya (94) sama-sama terpapar,
alhamdulillah bisa sembuh. Puji Tuhan. Di sisi lain, ada anak muda sehat yang
terpapar, hanya selang beberapa waktu sudah wafat. Yang lebih
memprihatinkan, kenyataan para penolong pasien: dokter dan tenaga kesehatan,
yang sudah dikawal APD (alat pelindung diri) sudah lebih 1.000 yang meninggal
dunia. Dengan jumlah
penduduk seperti dalam angka di atas, biaya untuk vaksinasi per dosis Rp
321.660 plus pelayanan Rp 117.910. Total Rp 439.570 X 272.000.000 = Rp
119.563.040.000.000. Hitung saja
untuk tiga kali vaksinasi bagi setiap penduduk, kita akan menemukan angka
rupiah raksasa yang harus dipikul negara, demi menolong rakyatnya. Sebegitu
jauh, belum ada opsi lain, kecuali vaksinasi. Obat-obat
herbal yang ditawarkan baik saja, tetapi vaksin yang telah diuji di
laboratorium tentu lebih bisa diproduksi dalam jumlah besar. Kita berharap,
dengan vaksinasi yang semakin merata, bangsa ini bisa kembali tersenyum,
sekalipun harus tetap dengan prokes ketat. Saya tidak
tahu, berapa lama lagi negara menargetkan vaksinasi bagi seluruh rakyat di
sebuah negara kepulauan, yang tidak selalu mudah dijangkau. Dalam suasana
masih berkabung ini, sebaiknya kita bahu-membahu, bersatu dengan tingkat
solidaritas tinggi untuk menolong sesama. Ambisi politik kekuasaan yang tak
terkendali sepatutnya dihentikan dulu. Namun,
pemerintah mesti mau mendengarkan saran dari mana pun untuk terus membenahi
cara kerja dalam penanganan musibah yang sedang mengancam ini. Pada pandangan
saya, pemerintah sudah nyaris kewalahan dalam upayanya membebaskan bangsa
dari musuh yang tidak kasatmata ini. Semboyan:
“Indonesia tangguh, Indonesia tumbuh” adalah cara pemerintah agar kita semua
tidak larut dalam kesedihan. Optimisme wajib dibangun. Kita, insya Allah bisa
melepaskan diri dari serangan Covid-19 ini. Sekalipun kita
selalu dinasihati agar tidak panik, tidak gelisah, dan tetap bersemangat
menjalani hidup sehari-hari, dengan melihat korban berguguran setiap saat,
siang dan malam, perasaan setiap kita pasti akan guncang juga. Alhamdulillah,
saat artikel ini ditulis, keadaan mulai membaik, tetapi kepatuhan terhadap
prokes harus tetap ketat. Sekuat-kuatnya orang, pasti akan terpengaruh juga
oleh drama-drama yang tidak dikehendaki ini. Yang perlu
dijaga, jangan biarkan setiap kita hanyut dalam perasaan. Bersedih boleh,
menangis boleh, tetapi sekadarnya. Tokh kematian yang datang hanya sekali
itu, pasti akan mengunjungi setiap kita. Maka itu, saat
masih sehat, masih bisa bernapas bebas, menjalani vaksinasi bagi saya adalah
sesuatu yang wajib. Agama menyuruh kita berobat agar tetap sehat, bahaya
sejauh mungkin dielakkan. Tidak boleh menunggu takdir tanpa berusaha. Sepanjang
sejarah umat manusia, serangan virus mematikan ini sudah sekian kali terjadi.
Di ujungnya, ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran serta farmasi berhasil
menemukan obatnya. Umat manusia terselamatkan. Ya, inilah
tantangan hidup di muka bumi yang menimpa semua bangsa. Tidak peduli yang
mengaku beragama atau tidak beragama. Karena itu, yang perlu diingatkan terus
agar umat manusia sadar sesadarnya bahwa mereka satu kesatuan. Egoisme
bangsa, negara, dan tingkat kesejahteraan tidak boleh menghancurkan
solidaritas semesta. Planet bumi yang satu ini untuk tempat tinggal bersama,
tak seorang pun punya hak monopoli atasnya. Kepada negara
yang punya hulu ledak nuklir, Covid-19 berpesan: “Hulu nuklir kalian tidak
berdaya menghadapi aku, tetapi aku bisa dilumpuhkan oleh masker, sabun, air
mengalir, dan jarak yang dijaga!” Akhirnya, kita
ulang, dengan vaksinasi yang semakin merata, bangsa ini kembali tersenyum! ● Sumber : https://republika.co.id/berita/qybhrt9525000/vaksinasi-merata-bangsa-kembali-tersenyum |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar