Pangti
Penanganan Pandemi Sudarsono ; Guru Besar FISIP UI, Mantan Penjabat
Gubernur Jambi |
DETIKNEWS, 18
Agustus 2021
Belum lama
ini, Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri meminta Presiden Joko Widodo
supaya langsung memegang komando penanganan pandemi. Saya bilang pada Pak
Presiden, Bapaklah yang namanya kepala negara Presiden Republik Indonesia
yang harus langsung, karena ini persoalannya adalah extraordinary. Pernyataan
Ibu Megawati ini sangat serius, dan mencerminkan perhatian yang mendalam pada
praktik konstitusi, termasuk tentang penyelenggaraan pemerintahan daerah. Pandemi Menurut Keppres 12/2020 Membaca
Keppres 12/2020 tentang Penetapan Bencana Non-alam Penyebaran Corona Virus
Disease 2019 (Covid-19) Sebagai Bencana Nasional yang ditandatangani Presiden
13 April 2020, dapat diketahui konstruksi yuridis penanganan pandemi. Diktum
ketiga berbunyi: Gubernur, bupati, dan wali kota sebagai Ketua Gugus Tugas
Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) di daerah, dalam
menetapkan kebijakan di daerah masing-masing harus memperhatikan kebijakan
Pemerintah Pusat. Memperhatikan
frasa "di daerah", dan "kebijakan di daerah", jelas
sekali bahwa pemerintah menempatkan gubernur dan bupati/wali kota dalam
penanganan pandemi sebagai kepala daerah, bukan sebagai Wakil Pemerintah
Pusat (WPP). Padahal, Pasal 4 ayat (1) UU 23/2014 menegaskan: Daerah provinsi selain berstatus sebagai
Daerah juga merupakan Wilayah Administratif yang menjadi wilayah kerja bagi
gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat dan wilayah kerja bagi gubernur dalam
menyelenggarakan urusan pemerintahan umum di wilayah Daerah provinsi. Peran Ganda gubernur dan Bupati/Wali Kota Dalam UU
23/2014, gubernur dan bupati/wali kota menyandang peran ganda, yakni sebagai
kepala daerah dan sekaligus sebagai WPP. Saat pilkada, memang yang memiliki
hak pilih adalah sepenuhnya pemilih di tiap daerah. Tetapi, begitu calon
terpilih ditetapkan oleh KPU, diusulkan kepada Presiden atau Mendagri, dan
menerima Keppres (gubernur) atau SK Menteri (bupati/wali kota), serta
kemudian dilantik, maka seorang gubernur dan bupati/wali kota adalah kepala
daerah sekaligus WPP. Apapun parpol
pengusungnya, gubernur dan bupati/wali kota itu adalah perwakilan dan
kepanjangan tangan Presiden di wilayah provinsi dan kabupaten/kota. Tugasnya,
tidak lain menyelenggarakan urusan tertentu yang berasal dari kewenangan
Presiden sebagai kepala pemerintahan, seperti dimaksud Pasal 9 ayat (5).
Bahkan, pada Bab VII, bagian 3, paragraf 7, diatur khusus tentang Gubernur
sebagai Wakil Pemerintah Pusat, yang terdiri dari tiga pasal, yaitu Pasal 91,
92 dan 93. Pertama,
sebagai kepala daerah, gubernur dan bupati/walikota wajib melaksanakan urusan
pemerintahan konkuren, yang sudah diserahkan kepada daerah otonom. Misalnya,
urusan pemerintahan bidang kesehatan. Sudah ada bagi tugas (konkuren), mana
yang harus dilakukan oleh Pemerintah Pusat, mana kewajiban daerah otonom
provinsi, dan mana kewenangan daerah otonom kabupaten/kota. Kedua, salah
satu karakteristik pandemi adalah eksternalitasnya yang luas, bahkan melewati
batas wilayah negara. Karena itu, penanganan pandemi tidak dapat dibagi
secara berjenjang (konkuren) antar susunan pemerintahan. Juga tidak dapat, sebagian
atau seluruhnya, dilimpahkan ke daerah otonom, misalnya dalam bentuk tugas
pembantuan. Ketiga,
satu-satunya tempat bagi urusan penanganan pandemi adalah Pasal 25 ayat (1)
huruf g: semua Urusan Pemerintahan yang bukan merupakan kewenangan Daerah dan
tidak dilaksanakan oleh Instansi Vertikal. Inilah tugas mulia gubernur dan
bupati/wali kota sebagai WPP, bukan sebagai kepala daerah. Wilayah kerjanya
pun bukan daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota, melainkan wilayah
administrasi provinsi, dan wilayah administrasi kabupaten/kota. Pangti dan Pangwil UU 23/2014
juga sudah menegaskan asal mula urusan pemerintahan umum, seperti yang
dimaksud Pasal 9 ayat (5): Urusan pemerintahan umum adalah Urusan
Pemerintahan yang menjadi kewenangan Presiden sebagai kepala pemerintahan.
Maka, sudah sangat jelas, Presiden adalah Panglima tertinggi (Pangti)
penanganan urusan pemerintahan umum, termasuk penanganan pandemi. Memang,
cukup banyak jenis-jenis urusan pemerintahan umum, selain penanganan pandemi,
yang harus ditangani oleh Presiden. Hal ini sudah dirinci pada Pasal 25 ayat
(1). Itulah
sebabnya, di wilayah provinsi dan kabupaten/kota, Presiden sebagai Pangti
dibantu oleh gubernur dan bupati/walikota masing-masing sebagai panglima
wilayah (Pangwil). Dalam hal ini, gubernur dan bupati/walikota bertindak
sebagai WPP, bukan sebagai kepala daerah. Persis seperti yang dimaksud pada
Pasal 25 ayat (2): Urusan pemerintahan umum sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilaksanakan oleh gubernur dan bupati/wali kota di wilayah kerja
masing-masing. Perhatikan frasa "di wilayah kerja masing-masing",
bukan di daerahnya masing-masing. Dalam
menjalankan tugasnya, para Pangwil itu bahkan dapat menggerakkan jajaran
TNI/Polri dan instansi vertikal lain, terbentang sampai kecamatan. Pasal 26
ayat (1): Untuk menunjang kelancaran
pelaksanaan urusan pemerintahan umum, dibentuk Forkopimda provinsi,
Forkopimda kabupaten/kota, dan forum koordinasi pimpinan di Kecamatan. Momentum Perbaikan Menanggapi
ramainya respons atas pernyataan Ibu Megawati, KSP Moeldoko menegaskan bahwa
Presiden adalah pimpinan tertinggi di dalam struktur penanganan Covid, jadi
tidak perlu lagi didiskusikan. Memang tidak perlu didiskusikan, dalam arti
tidak perlu gaduh. Tetapi, perbaikan dan pelurusan harus segera dilakukan. Pertama, harus
diluruskan bahwa penanganan pandemi adalah bagian dari penyelenggaraan urusan
pemerintahan umum, bukan urusan absolut, juga bukan urusan konkuren. Landasan
yuridisnya adalah Pasal 9, Pasal 25 dan Pasal 26 UU 23/2014, dengan tata
kerja berbasis wilayah administrasi, bukan daerah otonom. Kedua, tata
kerja tugas Pangti dan Pangwil berserta jajarannya, termasuk apabila akan
mengerahkan perangkat daerah otonom harus disusun rapi. Termasuk yang harus
dirapikan adalah alokasi anggaran dan administrasinya, mana yang bersumber
dari APBN, dan mana yang merupakan dukungan dari APBD pada tiap tahun
anggaran berjalan. Harus ada kepastian dan kemudahan bagi WPP untuk eksekusi
dan pertanggungjawaban keuangan. Ketiga, tata
ulang seluruh produk hukum terkait pelaksanaan penanganan pandemi, baik
berupa PP, Perpres, Keppres, Permen ataupun Kepmen. Muatan pengaturan atau
penetapan seluruh produk hukum itu hendaklah berbasis kewilayahan dengan
gubernur dan bupati/wali kota sebagai WPP, bukan sebagai kepala daerah.
Termasuk yang harus diatur atau ditetapkan adalah rincian delegasi kewenangan
yang dilimpahkan dari Pangti kepada Pangwil. Sudah saatnya
penanganan pandemi dilaksanakan dengan berpedoman pada Asas-asas Umum
Pemerintahan Yang Baik (AUPB). Indonesia tangguh, dan Indonesia tumbuh, harus
dibangun atas dasar ketaatan pada konstitusi, termasuk pada prinsip
penyelenggaraan pemerintahan daerah.
● Sumber : https://news.detik.com/kolom/d-5686501/pangti-penanganan-pandemi |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar