Masa
Depan Hubungan Taliban dengan Al Qaeda Musthafa Abd Rahman ; Wartawan Kompas di Kairo, Mesir |
KOMPAS, 27 Agustus 2021
Pertanyaan
penting dari banyak pihak setelah Taliban berkuasa lagi di Afghanistan sejak
15 Agustus 2021: bagaimana masa depan hubungan Taliban dan Al Qaeda? Seperti
diketahui, kekuasaan Taliban jilid 1 (1996-2001) ambruk akibat invasi Amerika
Serikat ke Afghanistan setelah Taliban bersikukuh menolak menyerahkan
pemimpin Al Qaeda, Osama bin Laden. AS saat itu menuduh Al Qaeda berada di
balik serangan teroris atas kota New York dan Washington DC pada 11 September
2001. Maka,
sangat wajar banyak muncul pertanyaan tentang masa depan hubungan Taliban dan
Al Qaeda pada era kekuasaan Taliban jilid II di Afghanistan saat ini. Banyak
pihak yang mencemaskan tentang kemungkinan Taliban masih menjalin hubungan
erat dengan Al Qaeda, dan kemudian Afghanistan menjadi tempat berlindung
jaringan teroris dunia, seperti pada era kekuasaan Taliban jilid pertama. Munculnya
kecemasan itu cukup beralasan karena hubungan khusus masa lalu antara
pemimpin Al Qaeda, Osama bin Laden dan Ayman al-Zawahiri, dengan pemimpin
Taliban, Mullah Mohammed Omar (wafat tahun 2013) dan penggantinya, Mullah
Akhtar Mansour (tewas tahun 2016). Mullah
Omar dan Mullah Mansour segera menyambut baik dan mendukung baiat (sumpah
janji kesetian) dari Osama bin Laden dan Ayman al-Zawahiri yang menegaskan
tentang visi dan misi Al Qaeda untuk memerangi rezim anti-syariah Islam,
membebaskan tanah muslimin, serta memberi nasihat kepada Taliban agar tidak
masuk ke ranah hukum kafir dan membangun hubungan dengan negara kafir. Namun,
ketika Ayman Al-Zawahiri menemui pemimpin baru Taliban, Mullah Hibatullah
Akhundzada, pada akhir Mei 2016 dan menyampaikan baiat Al Qaeda, Akhundzada
tidak segera memberi jawaban atas baiat Al Qaeda itu. Sampai
saat ini, Akhundzada belum memberi jawaban atas baiat Al Qaeda dan disinyalir
menolak juga bertemu Al-Zawahiri dan pimpinan Al Qaeda lainnya. Hal ini
berbeda sekali dengan pendahulunya, Mullah Omar dan Mullah Mansour, yang
langsung memberi jawaban dan mendukung baiat Al Qaeda. Banyak
pengamat mengatakan, tidak menjawabnya Akhundzada atas baiat Al Qaeda itu
menunjukkan adanya keretakan hubungan Taliban-Al Qaeda saat ini. Atau,
Taliban pada era Akhundzada sudah berubah haluan visi dan misinya. Salah
satu faktor utama perubahan visi dan misi Taliban itu adalah tindakan Mullah
Akhunzada dan pimpinan Taliban lainnya, seperti Mullah Abdul Ghani Baradar
dan Mullah Mohammed Yaaqob, mengambil pelajaran dari kasus tewasnya Pemimpin
Taliban Mullah Akhtar Mansour. Mansour tewas akibat serangan drone AS di area
perbatasan Pakistan-Afghanistan pada akhir Mei 2016. Para
pimpinan Taliban saat itu meyakini, kematian mereka lewat serangan AS hanya
menunggu giliran jika tidak segera mengubah visi dan misi Taliban. Pemimpin
kelas satu Taliban saja, seperti Mullah Mansour, bisa terdeteksi gerakannya
oleh AS dan kemudian dibunuh, apalagi pimpinan kelas di bawahnya. Dalam
mekanisme keamanan yang diterapkan Taliban, pemimpin tertinggi, seperti
Mullah Akhtar Mansour, sangat terjaga kerahasian gerakan dan tempat
domisilinya. Ke mana pun Mansour pergi dikawal pasukan khusus Taliban yang
sangat terlatih. Itu pun akhirnya jebol dan terdeteksi AS. Ini
yang memaksa pimpinan Taliban melakukan evaluasi total. Maka, akhirnya,
pimpinan Taliban saat ini yang notabene adalah dari generasi kedua dan lebih
pragmatis, memutuskan mengubah haluan visi dan misi gerakan tersebut. Salah
satu perubahan signifikan pada visi dan misi Taliban adalah menerima
berunding secara terang-terangan dengan AS di Doha, Qatar, sejak tahun
2017-2018. Digelarnya
perundingan intensif AS-Taliban di Doha, Qatar, terjadi pada era Mullah
Akhundzada. Taliban juga gencar mengirim delegasi ke sejumlah negara yang
disebut negara kafir, seperti Rusia dan China. Ini juga terjadi pada era
Akhundzada. Bahkan
sempat disinyalir, Taliban pernah siap berbagi kekuasaan dengan mantan
Presiden Afghanistan Ashraf Ghani. Namun, Taliban minta porsi kekuasaan yang
lebih besar dari kubu Ashraf Ghani. Permintaan itu ditolak Ashraf Ghani sehingga perundingan mengalami
jalan buntu. Perkembangan
terakhir adalah Direktur CIA William Burns melakukan kunjungan rahasia ke Kabul
pada Senin (23/8/2021) dan bertemu kepala biro politik Taliban, Mullah Abdul
Ghani Baradar. Ini pertemuan langsung tingkat tinggi pertama AS-Taliban di
bumi Afghanistan sejak Taliban mengontrol Kabul pada 15 Agustus lalu. Pertemuan
itu menunjukkan bahwa AS-Taliban masih terus melakukan komunikasi setelah AS
mundur dari Afghanistan. Hal itu bagi AS sangat penting, agar terus ada
kerjasama AS-Taliban dalam melawan jaringan teroris, isu geopolitik, dan isu
dalam negeri Afghanistan, terutama terkait isu HAM. Semua
kebijakan Taliban membuka hubungan dengan AS, Rusia, dan China itu
bertentangan dengan misi Al Qaeda yang ingin Taliban menolak berhubungan
dengan negara-negara yang mereka sebut negara kafir, khususnya AS. Al
Qaeda melihat AS adalah musuh besarnya yang membunuh pemimpinnya, Osama bin
Laden, pada 2 Mei 2011. Namun, Taliban justru menerima direktur CIA di Kabul
hari Senin lalu. Hal itu menunjukkan betapa cukup jauh posisi—untuk tidak
mengatakan bertentangan—antara Taliban dan Al Qaeda saat ini. Ini
yang membuat Taliban dalam beberapa tahun terakhir ini menjaga jarak—untuk
tidak mengatakan memutus hubungan—dengan Al Qaeda. Taliban
pada era Akhundzada ini ingin menegaskan kepada dunia bahwa gerakan tersebut
adalah gerakan nasional Afghanistan yang ingin membangun pemerintahan adil
untuk rakyat Afghanistan saja. Maka,
bagi Taliban, tidak ada halangan membangun komunikasi dengan negara mana pun
di muka bumi ini, seperti AS, Rusia, China, dan Eropa, demi tercapainya
tujuan gerakan tersebut, yakni membangun negeri Afghanistan sesuai dengan
cita-cita rakyat Afghanistan. Taliban
pun tidak menghalangi aksi AS menumpas Al Qaeda dan NIIS (kelompok negara
Islam di Irak dan Suriah) di bumi Afghanistan. Bahkan, Taliban ikut terlibat
perang sengit dengan NIIS selama dua tahun dari tahun 2015 hingga 2017. Faktor
utama lumpuhnya NIIS di Afghanistan adalah akibat aksi bersama AS-Taliban
melawan NIIS. Jika masih ada sisa-sisa kekuatan NIIS di Afghanistan, hanyalah
berupa sel-sel tidur. Lemahnya
ancaman serangan teroris di Afghanistan diakui oleh Menteri Luar Negeri AS
Antony Blinken. Ia menegaskan, AS memutuskan mundur dari Afghanistan karena
tujuan AS datang ke negeri itu untuk menumpas jaringan Al Qaeda dan sekarang
ancaman kelompok ini sudah sangat melemah. Artinya,
salah satu faktor utama AS mundur dari Afghanistan adalah mereka telah
mengetahui bahwa ancaman teroris dari Afghanistan sudah minim. Cerita
Al Qaeda di Afghanistan bisa semakin tamat jika Taliban berhasil membentuk
pemerintahan inklusif dengan melibatkan mantan Presiden Afghanistan Hamid
Karzai, ketua komite rekonsiliasi Abdullah Abdullah dan Ahmad Massoud (putra
Ahmad Shah Massoud). Karzai,
Abdullah Abdullah, dan Ahmad Massoud dikenal sangat anti-Al Qaeda. Bahkan,
Ahmad Massoud masih menaruh dendam kepada Al Qaeda karena Al Qaeda yang
membunuh bapaknya, Ahmad Shah Massoud, pada 2001. ● Sumber : https://www.kompas.id/baca/internasional/2021/08/27/masa-depan-hubungan-taliban-dan-al-qaeda/ |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar