Titik
Temu Kepentingan Taliban-China Tajuk ; Dewan Redaksi Kompas |
KOMPAS, 30 Juli 2021
Upaya
diplomasi kelompok militan itu menjangkau negara utama di kawasan, termasuk
Rusia, Iran, India, dan China. Dengan Pakistan, relasi itu sudah lama
mengakar. Terbaru dan menarik dicermati adalah relasi dengan China. Selama
dua hari, mulai Rabu (28/7/2021), delegasi level tinggi Taliban diundang dan
datang ke China. Mereka diterima pejabat teras, yang juga salah satu orang
dekat Presiden Xi Jinping, yakni Penasihat Negara dan Menteri Luar Negeri
Wang Yi. Seperti
diberitakan, delegasi Taliban yang dipimpin Kepala Kebijakan Politik Mullah
Abdul Ghani Baradar diterima Wang di Tianjin, sekitar 114 kilometer tenggara
Beijing. Kota itu adalah lokasi yang sama saat Wang menerima Wakil Menteri
Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Wendy Sherman, awal pekan ini. Dari foto
yang diunggah laman Kementerian Luar Negeri China, muncul kesan kuat,
Pemerintah China menempatkan Taliban dalam posisi seperti mitra. Wang berpose
untuk foto bersama Baradar, lalu duduk berbicara. Pada
2019, China pernah menjamu delegasi Taliban. Namun, sebelum itu, relasi
Beijing dengan kelompok perlawanan di Afghanistan itu lebih sering dilakukan
lewat pintu belakang dengan bantuan Pakistan. Keputusan China menggandeng
Taliban juga menguatkan kalkulasi bahwa kelompok tersebut sedang dalam
perjalanan menuju pucuk kekuasaan di Afghanistan. Ketika kelak Taliban
berkuasa di Kabul, Beijing telah menabur benih dan tinggal memanen. Sejak
AS mengumumkan penarikan pasukan dari negara itu paling lambat akhir Agustus
nanti, sesuai perjanjian dengan Taliban di Doha, Qatar, Februari 2020,
Taliban terus memperluas wilayah kontrolnya di Afghanistan. Taliban
mengklaim, meski banyak pihak meragukan, menguasai lebih dari separuh wilayah
negeri itu. Penguasaan wilayah diperkuat Taliban dengan diplomasi ke
negara-negara di kawasan. Taliban butuh legitimasi internasional. Sementara
Rusia, Iran, India, dan China juga memiliki kepentingan, terkait keamanan
hingga ekonomi, dari jalinannya dengan Taliban. Hal
itu pula yang membungkus relasi China-Taliban, yang secara ideologis tak
memiliki kesamaan. Dari segi keamanan, China tak ingin Afghanistan jadi
pangkalan kelompok Gerakan Islam Turkistan Timur (ETIM), yang mengobarkan
separatisme di kalangan warga etnis Uighur di Xinjiang, China barat. Dari
segi ekonomi, Beijing berkepentingan meluaskan proyek Prakarsa Sabuk dan
Jalan, termasuk di Afghanistan. Bagi
Taliban, relasi dengan China tak hanya membuka akses pada modal dan investasi
dari Beijing jikalau kelak berkuasa. Berteman dengan China, yang mengantongi
hak veto di Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), juga memberi
tameng diplomatik jika mereka mendapatkan tekanan internasional. Titik temu
kepentingan itulah yang membuat hubungan terjalin dan menjadi napas
pertemanan. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar