Perkuat
Komunitas Lokal untuk Melawan Covid-19 Wihana Kirana Jaya ; Staf Khusus Menteri Perhubungan |
KOMPAS, 24 Juli 2021
Komunitas
adalah pilar ketiga society, setelah pasar dan pemerintah, seperti
dikemukakan oleh Rajan (2019), dan fondasi utama ekonomi demokratik,
sebagaimana disebutkan oleh Kelly dan Howard (2019). Menghadapi
pandemi Covid-19, posisi komunitas-komunitas lokal perlu diperkuat, baik dari
aspek ekonomi (termasuk ketahanan pangan) maupun aspek kesehatan masyarakat,
menuju kekebalan komunal (herd immunity). Merespons
perkembangan yang cukup dramatis dari situasi pandemi di negara kita,
pemerintah menerapkan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM)
darurat Jawa-Bali pada 3-20 Juli, yang diperpanjang hingga akhir 25 Juli,
sebagaimana diumumkan Presiden Jokowi, 20 Juli 2021. Masa perpanjangan ini
sama dengan berlakunya Surat Edaran (SE) Satuan Tugas Penanganan Covid-19
Nomor 15 Tahun 2021 tentang Pembatasan Aktivitas Masyarakat Selama Libur Hari
Raya Idul Adha 1442 H dalam Masa Pandemi Covid-19. Sinkron
dengan SE ini, Kementerian Perhubungan mengeluarkan SE Menteri Perhubungan No
51, 52, 53, dan 54 Tahun 2021 yang mengatur persyaratan perjalanan orang
dalam negeri dengan transportasi darat, laut, udara, dan perkeretaapian.
Beleid ini intinya membatasi mobilitas/perjalanan orang dengan moda
transportasi sepanjang terkait dengan sektor esensial dan kritikal. Itu
pun dengan persyaratan lebih ketat, termasuk keterangan vaksinasi dan negatif
Covid-19. Mudik bukan faktor utama Berdasarkan
data Worldometer, pekan pertama setelah hari-H Lebaran (13 Mei 2021), rerata
bergerak (moving average) kasus harian 3.952. Memasuki pekan kedua, rerata
bergerak naik 38,47 persen menjadi 5.514 per hari atau dalam seminggunya
38.598 kasus infeksi baru. Hari-H Lebaran dalam hal ini menjadi baseline
karena interaksi antara ”pemudik nekat” dengan keluarga, kerabat, dan
masyarakat di daerah destinasi mudik berlangsung intensif hari itu. Pada
pekan ketiga, rerata bergerak hanya naik 2,67 persen menjadi 5.661. Mengacu
pada masa inkubasi hingga 14 hari sejak hari-H, maka lonjakan 38,47 persen
kasus harian (terutama kluster keluarga) pada pekan kedua bisa diduga dampak
mudik Lebaran, yang pada pekan ketiga (27 Mei-3 Juni) relatif bisa
dikendalikan. Pada musim mudik Idul Fitri lalu, pemerintah telah mengeluarkan
larangan mudik untuk membatasi penyebaran virus, berlaku 6-17 Mei. Penyekatan
di wilayah Jabodetabek bahkan diperpanjang hingga 31 Mei 2021. Menurut
Polda Metro Jaya, jumlah ”pemudik nekat” dari Jakarta dan sekitarnya mencapai
sekitar 1,5 juta. Hasil survei Kemenhub sebelumnya menunjukkan, sekitar 3,5
juta jiwa berpotensi nekat mudik kendati mudik dilarang. Mencermati
indikasi di atas, terutama dalam rentang waktu tiga pekan setelah hari-H
Lebaran, dapat dikatakan bahwa implementasi larangan mudik Idul Fitri yang
disertai penyekatan di lapangan cukup efektif, baik dalam mengendalikan
pemudik nekat maupun potensi lonjakan kasus harian. Maka, lonjakan kasus
harian yang luar biasa sejak pertengahan Juni hingga Juli sangat kecil
kaitannya dengan mudik Lebaran. Varian Delta Setelah
slowdown pada pekan ketiga pasca-Lebaran, tiba-tiba rerata bergerak naik
23,19 persen menjadi 6.974 kasus pada pekan keempat, disusul kenaikan 31,79
persen menjadi 9.191 pada pekan kelima, dan terus meroket dengan kenaikan
61,21 persen menjadi 14.817 kasus pekan keenam. Memasuki
pekan ke-7, 8, dan 9, angka kenaikan masih sangat tinggi. Pada pekan ketujuh
(24 Juni-1 Juli), rerata bergerak naik 44,37 persen menjadi 21.392, naik lagi
43,36 persen menjadi 30.668 pekan kedelapan, dan bertambah 43,94 persen
menjadi 44.145 pekan kesembilan (8 -15 Juli). Dengan rerata bergerak 44.145
per hari, berarti dalam seminggu jumlah kasus baru mencapai 309.015! Setelah
rekor kasus harian 56.757 (15 Juli), tren menunjukkan penurunan, yakni 54.000
(16 Juli), 51.952 (17 Juli), 44.721 (18 Juli), dan 38.325 (20 Juli).
Perkembangan kasus harian yang tiba-tiba sangat cepat jelas bukan pola biasa.
Ini dimungkinkan oleh ”campur tangan” varian Delta yang menurut banyak
sumber, reproduksinya lebih cepat dan masa inkubasinya lebih pendek. Hasil
penelitian LIPI (17 Juli 2021) mengungkapkan, dari data genom SARS-CoV-2 yang
berhasil diidentifikasi selama tiga pekan, lebih dari 95 persen merupakan
varian Delta dan sisanya varian Alfa dan varian lokal Indonesia. Ekstensi PPKM darurat Hasil
implementasi PPKM darurat Jawa-Bali dua pekan pertama (3-15 Juli) belum
optimal, sebagaimana diakui koordinator PPKM darurat Jawa-Bali, Jenderal
(Purn) Luhut B Pandjaitan. Per 8 Juli, hampir seluruh wilayah Jawa dan Bali
menunjukkan penurunan mobilitas yang tidak cukup tinggi, yakni 10-20 persen,
bahkan untuk Bali dan Kabupaten Banyuwangi penurunan mobilitas di bawah 10
persen. Pada
pekan kedua PPKM darurat, secara umum terjadi peningkatan (kembali)
mobilitas. Hal ini, antara lain, tampak dari indeks cahaya malam, terutama
pada kawasan-kawasan industri atau wilayah yang memiliki banyak izin
operasional dan mobilitas kegiatan industri (IOMKI), seperti Jakarta Utara,
Jakarta Barat, Kabupaten Bekasi, Kabupaten/Kota Tangerang, Kabuparen
Sidoarjo, dan Kota Surabaya. Informasi
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia menunjukkan, selama dua pekan pertama
PPKM darurat masih cukup banyak perusahaan manufaktur non-esensial/kritikal
beroperasi 100 persen. Lebih dari 10 persen pekerja pabrik terinfeksi
Covid-19 (kluster industri). Urgensi
untuk memperpanjang PPKM darurat dengan pengawasan lebih ketat memiliki
beberapa alasan kuat. Pertama, varian Delta yang lebih berbahaya mendapatkan
momentum untuk mengganas sejak Juni lalu bersamaan dengan relaksasi mobilitas
dan/atau restriksi kegiatan (sosial dan ekonomi) masyarakat, setelah
berakhirnya penyekatan terkait larangan mudik Lebaran. Kedua,
tingginya tingkat keterisian tempat tidur (bed occupancy ratio/BOR) rumah
sakit, ruang isolasi dan ICU, dan kebutuhan oksigen di berbagai kota/daerah
episenter Covid-19, khususnya Jabodetabek, cukup mengkhawatirkan jika angka
lonjakan kasus baru tak ditekan dengan upaya maksimal. Sementara tingkat
kematian harian sangat tinggi. Angka death toll harian Indonesia tertinggi di
dunia, 1.338 per 19 Juli, 2021. Ketiga,
dengan tambahan target anak dan remaja, target vaksinasi naik dari 181,5 juta
menjadi 208 juta sehingga realisasi masih jauh dari target. Per 19 Juli,
2021, tingkat vaksinasi pertama baru 42.095.531 (20,21 persen) dan vaksinasi
kedua 16.400.351 (7,87 persen). Keempat,
menjaga tren penurunan setelah kasus harian mencapai puncaknya 15 Juli, yakni
56.757 hingga menjadi 38.325 (per 20 Juli). Setelah masa perpanjangan PPKM
darurat berakhir, diharapkan bisa ditekan di bawah 10.000. Namun,
perpanjangan PPKM darurat sangat perlu disertai dengan peningkatan penegakan
disiplin protokol kesehatan, tidak hanya di titik-titik penyekatan, tapi juga
unit-unit usaha/industri hingga ke tingkat komunitas. Selain itu, gotong
royong antarkomponen bangsa, baik pemerintah, swasta, filantropi, maupun
masyarakat amat dibutuhkan dalam penanganan pandemi, termasuk dalam
percepatan vaksinasi. Di
Bandara Soekarno-Hatta, misalnya, diselenggarakan vaksinasi gratis baik bagi
penumpang pesawat maupun masyarakat umum berkat kerja sama antara Kementerian
Kesehatan, Kantor Kesehatan Pelabuhan, PT Angkasa Pura (AP) II, dan
Traveloka. Demikian pula 15 bandara di bawah AP I, di antaranya bandara
internasional Ngurah Rai (Denpasar) menyelenggarakan vaksinasi gratis. PT
Pelni dan PT KAI juga berkontribusi dalam kegiatan serupa di sejumlah
pelabuhan dan stasiun. Bahkan, PT MRT Jakarta pun tak ketinggalan memberikan
vaksinasi gratis. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar