Covid-19
Belum Usai, Wabah Baru Mengintai Ahmad Arif ; Wartawan Kompas |
KOMPAS, 7 Juli 2021
Ketika pandemi Covid-19
terus merenggut nyawa dan mengguncang seluruh sendi kehidupan, hasil kajian
terbaru memperingatkan bahwa pandemi berikut bakal melanda, kecuali kita
mengambil langkah-langkah aktif untuk mencegah penyakit zoonosis lainnya.
Laporan yang disusun Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP) dan
Lembaga Penelitian Peternakan Internasional (ILRI) ini diluncurkan menjelang
peringatan Hari Zoonosis Sedunia pada 6 Juli. Laporan berjudul ”Mencegah
Pandemi Selanjutnya: Penyakit Zoonosis dan Cara Memutus Mata Rantai
Penularan” ini mengidentifikasi tujuh tren yang mendorong munculnya penyakit
zoonosis atau penyakit yang bisa ditularkan dari hewan ke manusia. Tren
tersebut di antaranya meningkatnya permintaan protein hewani, intensifikasi
pertanian yang tidak berkelanjutan, meningkatnya eksploitasi satwa liar, dan
krisis iklim. ”Ilmu pengetahuan jelas
menunjukkan, jika kita terus mengeksploitasi satwa liar dan menghancurkan
ekosistem kita, kita bakal melihat aliran penyakit (zoonosis) ini melompat
dari hewan ke manusia di tahun-tahun mendatang,” sebut Direktur Eksekutif UNEP
Inger Andersen, mengantarkan laporan ini. Pandemi jelas
menghancurkan kehidupan dan ekonomi kita, dan seperti yang telah kita lihat
selama beberapa bulan terakhir, yang paling miskin dan paling rentan adalah
yang paling menderita. ”Untuk mencegah wabah di masa depan, kita harus lebih
berhati-hati dalam melindungi lingkungan alam kita,” tambahnya. Zoonosis, penyakit menular
yang disebabkan oleh patogen agen infeksi, seperti bakteri, virus, atau
parasit yang melompat dari hewan ke manusia, sebenarnya bukan hal baru dalam
sejarah evolusi manusia. Dari 1.415 patogen yang diketahui menginfeksi
manusia, 61 persen bersifat zoonosis. Jadi, sebagian besar
penyakit manusia berasal dari hewan yang kemudian menular antarmanusia. Hanya
ada sedikit penyakit zoonosis yang ditularkan langsung dari hewan ke manusia,
salah satunya rabies, yang dianggap sebagai zoonosis langsung. Sejumlah penyakit purba,
seperti malaria dan demam berdarah, merupakan contoh penyakit yang dulu hanya
menginfeksi binatang, yang kemudian menjadi penyakit manusia. Contoh teranyar
adalah infeksi parasit malaria Plasmodium knowlesi, yang sebelumnya hanya
menjangkiti monyet, baru-baru ini saja ditemukan menulari manusia. Penyakit modern utama yang
memicu epidemi atau pandemi global seperti penyakit virus flu Spanyol 1918,
ebola, demam West Nile, HIV, SARS, MERS, hingga terbaru Covid-19 juga
merupakan zoonosis. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat, setiap tahun,
sekitar 2 juta orang, sebagian besar di negara berpenghasilan rendah dan
menengah, meninggal karena penyakit zoonosis yang terabaikan. Wabah yang sama dapat
menyebabkan penyakit parah, kematian, dan hilangnya produktivitas di antara
populasi ternak di negara berkembang, masalah utama yang membuat ratusan juta
petani skala kecil berada dalam kemiskinan. Dalam dua dekade terakhir saja,
menurut laporan UNEP dan ILRI, penyakit zoonosis telah menyebabkan kerugian
ekonomi lebih dari 100 miliar dollar Amerika Serikat (AS), belum termasuk
biaya pandemi Covid-19, yang diperkirakan akan mencapai 9 triliun dollar AS
dalam beberapa tahun ke depan. Pandemi
berikutnya Di tengah pandemi yang
belum menunjukkan bakal mereda, alarm berdering dengan ditemukannya kasus
pertama infeksi flu burung H10N3 pada manusia di China. Pada Rabu (2/6/2021),
Komisi Kesehatan Nasional Beijing (NHC) mengumumkan, pria 41 tahun di
Provinsi Jiangsu, China bagian timur, telah dikonfirmasi sebagai kasus
manusia pertama terinfeksi jenis flu burung langka yang dikenal sebagai
H10N3. Sebelum kasus pertama ini,
menurut laporan WHO, belum ada kasus H10N3 pada manusia yang dilaporkan di
dunia. Pun belum ada indikasi penularan H10N3 dari orang ke orang. Namun, karena beragam
virus flu burung masih terus beredar luas di unggas, infeksi sporadis flu
burung pada manusia sangat mungkin terjadi. ”Ini merupakan pengingat nyata
bahwa ancaman pandemi influenza terus berlanjut,” jelas WHO. Peringatan WHO ini perlu
jadi perhatian bahwa virus flu burung yang memiliki lebih dari 200 varian
merupakan ancaman besar bagi manusia, yang patut diperhitungkan menjadi
sumber pandemi berikutnya. Perlu dicatat bahwa virus H1N1 atau kerap dikenal
sebagai flu Spanyol 1918 merupakan varian dari flu burung. Laporan penelitian Michael
Worobey, ahli biologi evolusi dari Universitas Arizona, di jurnal Nature pada
Februari 2014 menunjukkan, virus yang menyebabkan pandemi paling mematikan
dalam sejarah manusia modern itu berasal dari unggas peliharaan dan burung
liar Amerika Utara. Setelah pandemi 1918 ini,
beberapa kali varian virus ini memicu masalah global. Sebagian besar
dampaknya pada binatang dan sesekali menyerang manusia. Misalnya, wabah yang
disebabkan strain H7N9 menewaskan sekitar 300 orang pada tahun 2016 dan 2017. Selain beragam varian
virus flu, patologi yang paling diwaspadai adalah varian virus korona.
Berikutnya, di mana kira-kira pandemi berikut akan bermula? Para peneliti University
of California di jurnal Nature Food pada 31 Mei 2021 menunjukkan, China dan
Asia Tenggara menjadi titik panas utama zoonosis. Dalam kajian ini, analisis
terutama dilakukan terhadap potensi zoonosis virus korona dari kelelawar
tapal kuda ke manusia yang dipicu perubahan tata guna lahan, penggundulan
hutan, serta ekspansi pertanian dan ternak. China memang telah
berulang menjadi titik panas penyakit menular. Dua pandemi flu di abad ke-20,
yaitu flu Asia dan flu Hongkong, yang memicu 3 juta kematian secara global,
bermula dari China. Demikian juga SARS, flu burung H5N1, dan sekarang
Covid-19, juga bermula dari China. Sebelumnya, China juga mengalami munculnya
flu burung H7N9, dan severe fever thrombocytopenia syndrome (SFTS), serta
munculnya kembali rabies, brucellosis, dan zoonosis lainnya. Tingginya kepadatan
populasi dan kontak dekat dengan banyaknya spesies hewan yang potensial
menjadi reservoir virus memberi peluang lebih mudah bagi virus-virus untuk
melompat keluar. Begitu juga faktor seperti perdagangan satwa liar yang
berlangsung setiap hari dan sungai-sungai yang penuh kotoran telah berulang
kali menyebabkan munculnya virus-virus baru. Namun, apa yang terjadi di
China, juga bisa terjadi di Indonesia yang saat ini gencar mengestraksi alam
dengan mengabaikan keseimbangan lingkungan. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar