Menyoal
Penjarahan Uang Nasabah Asuransi Kapler A Marpaung ; Dosen Program MM-Fakultas Ekonomika dan
Bisnis Universitas Gadjah Mada Yogyakarta |
KOMPAS, 21 Juni 2021
Lembaga keuangan bank dan
nonbank adalah lembaga yang mengumpulkan dana masyarakat untuk dikelola
dengan baik dan bertanggung jawab karena akan dikembalikan kemudian pada
waktu yang disepakati atau diperjanjikan kepada nasabah. Masyarakat percaya
menitipkan pengelolaan uangnya kepada lembaga keuangan karena lembaga
keuangan adalah lembaga trust, dibina dan diawasi pemerintah. Kinerja lembaga keuangan
juga ikut menentukan perekonomian nasional. Bahkan, karena perannya yang
sangat sentral dia harus selalu sehat, kuat, stabil dan mampu melindungi
kepentingan konsumen dan masyarakat. Kita masih ingat skandal
American International Group (AIG), sebuah perusahaan asuransi dan reasuransi
raksasa dunia di Amerika Serikat, mengalami gagal bayar, yang akhirnya harus
di-bailout oleh pemerintah Amerika Serikat melalui Bank Central dan
Departemen Keuangannya sebesar 180 miliar dollar AS atau setara dengan Rp
2.655 triliun. Mengapa di-bailout? karena Pemerintah Amerika Serikat tidak
mau terjadi rush terhadap lembaga keuangan lainnya yang dapat memicu krisis
keuangan yang lebih buruk (sistemik). Kasus gagal bayar di
Indonesia sudah terjadi di beberapa perusahaan asuransi. Terdapat beberapa
perusahaan asuransi yang dipailitkan, dicabut izinnya, dan dilikuidasi,
tetapi masyarakat tidak mengetahui apakah hak-hak nasabah telah dibayarkan
oleh perusahaan asuransi. Masyarakat berharap kasus gagal bayar yang terjadi
di perusahaan asuransi saat ini akan terselesaikan dengan baik di bawah
pengawasan pemerintah dalam hal ini Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan
Kementerian BUMN untuk perusahaan-perusahaan asuransi BUMN tentunya. Apa pun bentuk
penyelesaian yang dilakukan, utamanya harus melihat kepentingan terbaik dari
nasabah dan yang jauh lebih penting adalah jangan menjadi referensi yang
tidak baik dalam membangun industri asuransi pada masa yang akan datang.
Intinya perusahaan asuransi ini jangan sampai tidak lagi dipercaya oleh
masyarakat. Kasus gagal bayar
perasuransian selalu terkait dengan persoalan investasi yang salah dilakukan
oleh perusahaan. Segudang pertanyaan di masyarakat mengatakan; apakah memang
benar-benar ada kesalahan dalam investasi terjadi di luar perkiraan, apakah
investasi rugi betul-betul karena kinerja pasar modal yang buruk, atau
kerugian investasi karena kesengajaan karena ada kepentingan pribadi atau
kelompok? Bahkan, keterlibatan pihak lain seperti perusahaan aset manajemen
dan perusahaan sekuritas pun ada, seperti kasus investasi Jiwasraya yang
sampai ke ranah hukum. Menjadi pertanyaan ”ada
apa dengan dana investasi perusahaan asuransi?”. Aset dan dana investasi
perusahaan perasuransian khususnya asuransi sosial dan asuransi jiwa sangat
besar jumlahnya dan punya pengaruh kuat di pasar modal karena portofolio
investasinya cukup besar ditempatkan di berbagai instrumen investasi di pasar
modal. Inilah alasan mengapa dana investasi perusahaan asuransi dilirik oleh
para pelaku pasar modal. Total aset investasi
asuransi komersial dan asuransi wajib per April 2021 berdasarkan data OJK,
mencapai Rp 1.214,97 triliun, yang terdiri dari aset investasi asuransi
komersial sebesar Rp 589,27 triliun dan asuransi sosial dan wajib sebesar Rp
625,7 triliun. Besarnya angka investasi ini tentu menjadi rebutan bagi pelaku
pasar modal, khususnya perusahaan sekuritas dan manajemen aset. Uang
rakyat Tampaknya banyak orang
atau pihak-pihak yang ingin memanfaatkan dana investasi ini tidak tau bahwa
sebagian besar dana investasi yang dimiliki oleh perusahaan asuransi ini
bukan milik perusahaan asuransi tetapi milik nasabah yang nanti akan dikembalikan
dalam bentuk pembayaran klaim asuransi, pembayaran manfaat asuransi, dan
pengembalian modal investasi berikut hasil investasi. Melalui tulisan ini
penulis ingin mengatakan, apabila ada pihak-pihak yang ingin mengambil dana
investasi perusahaan asuransi apa itu perusahaan asuransi BUMN maupun swasta,
itu namanya menjarah uang nasabah atau uang rakyat, bukan merampok uang
perusahaan asuransi. Uang atau dana investasi perusahaan asuransi BUMN itu
pun bukan milik negara sehingga siapa pun yang mengambil dana investasinya
tidak berarti merampok uang negara, tetapi menjarah uang nasabah/masyarakat. Mengingat gagal bayar
perusahaan-perusahaan asuransi besar sering melibatkan peran dari perusahaan
sekuritas dan manajemen aset, perlu dipertimbangkan untuk melarang perusahaan
manajemen aset dan perusahaan sekuritas mendirikan perusahaan asuransi. Hal
ini untuk menghindari perusahaan asuransi dijadikan sebagai marketing untuk
memobilisasi dana/premi untuk kepentingannya. Hal ini tentu berbeda apabila
perusahaan perasuransian atau dana pensiun yang memiliki perusahaan manajemen
aset dan perusahaan sekuritas. Perusahaan sekuritas dan
manajemen aset di luar negeri yang mendirikan perusahaan asuransi/reasuransi
memang ada, tetapi pasarnya sudah lebih mature di mana tujuan mendirikan
perusahaan asuransi bukan untuk dijadikan alat memobilisasi dana masyarakat
untuk dikelola, tetapi untuk tujuan portofolio investasinya melalui
perusahaan asuransi. Otoritas Jasa Keuangan
sebagai lembaga pembina dan pengawas usaha perasuransian perlu semakin ketat
melakukan pengawasan terhadap perusahaan asuransi yang melakukan investasi
atas dana nasabah/tertanggung. Instrumen investasi yang diperkenankan perlu
diperketat dan diubah dan jangan lagi memberikan peluang untuk investasi yang
underlying asetnya kategori risiko tinggi. Cara membuat nasabah agar
tidak tergiur dengan janji hasil investasi yang tinggi oleh perusahaan
asuransi melalui agen-agen penjual, hanya dapat dilakukan melalui kebijakan
OJK yang membuat aturan lebih ketat dalam investasi yang diperkenankan. OJK
sudah waktunya tidak lagi memanjakan perusahaan asuransi dalam mengumpulkan
premi melalui ragam produk investasi, sudah waktunya meminta pelaku untuk
bersaing dengan non-investment product atau kembali kepada proteksi. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar