Menyelamatkan
Ekonomi Bali Dimulai dari Mana? Jannes Eudes Wawa ; Wartawan Senior |
KOMPAS, 11 Juni 2021
Agus Yanto, pengelola
hotel berbintang di Bali, hanya tersenyum ketika ditanya seputar program
bekerja dari Bali. Di matanya, program itu sulit untuk menarik orang
mengunjungi Bali. Saat ini, Bali membutuhkan
kunjungan wisatawan yang banyak agar bisa menggerakkan perekonomian setempat
yang pertumbuhannya masih minus 9 persen. Pemerintah menggaungkan ”Bekerja
dari Bali” demi mendongkrak kunjungan ke sana. ”Bekerja dari Bali itu
hanya dilakukan segelintir pejabat bersama beberapa staf-nya. Di Bali pun
mereka hanya berada di hotel tertentu dalam kawasan tertentu. Jadi, sama
sekali tidak memberi dampak bagi percepatan pemulihan ekonomi di Bali,” kata
Agus. Harus diakui, Bali
termasuk wilayah yang mengalami krisis terparah selama serangan wabah
Covid-19. Selama ini, Bali telah menjadikan sektor pariwisata sebagai urat
nadi kehidupan ekonomi masyarakatnya. Segala sektor digarap dan dikelola
secara serius dan profesional untuk menggerakkan pariwisata. Pendemi Covid-19 telah
membatasi ruang gerak seluruh warga dunia demi mencegah penyebaran dan
penularan virus menular tersebut. Masyarakat dunia dipaksa harus di rumah
saja. Tidak boleh melakukan perjalanan dari satu lokasi ke lokasi lain,
termasuk antarkota dan antarnegara. Bekerja pun dari rumah. Belajar juga dari
rumah. Hal ini telah berlangsung lebih dari setahun dan belum juga ada tanda
akan berakhir. Keterbatasan ini
menimbulkan krisis ekonomi di seluruh dunia. Di Bali, volume kunjungan
wisatawan langsung merosot tajam. Padahal, kedatangan wisatawan merupakan
”nyawa” bagi ekonomi masyarakat di pulau tersebut. Badan Pusat Statistik
Provinsi Bali mencatat, kunjungan wisatawan mancanegara ke Bali selama tahun
2020 hanya 1.050.060 orang atau turun 83,26 persen dibandingkan tahun 2019
yang mencapai 6.275.210 orang. Bahkan, pada Mei 2020, misalnya, wisatawan
asing yang berkunjung ke Bali hanya 36 orang atau turun 99,99 persen
dibandingkan bulan Mei 2019 yang mencapai 486.602 orang. Pada April 2020,
kunjungan wisatawan asing sebanyak 327 orang. Begitu pula pada Desember
2020, wisatawan asing yang masuk ke Bali tercatat hanya 150 orang yang meliputi
127 orang datang melalui Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai dan 23
wisatawan masuk melalui pelabuhan laut. Jumlah ini turun 99,97 persen
dibandingkan bulan yang sama pada 2019. Sementara wisatawan domestik yang ke
Bali tahun 2020 pun hanya 4.596.167 orang atau turun 56,41 persen
dibandingkan tahun 2019 yang mencapai 10.545.039 orang. Contoh lain, dari data
Statistik Lalu Lintas Udara juga terungkap pergerakan penumpang selama
Januari 2021 di Bandara I Gusti Ngurah Rai, yaitu 212.397 orang. Jumlah
tersebut menurun 90 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2020 sebesar
2.122.632 penumpang. Sementara pergerakan pesawat pada Januari 2021 sebanyak
3.575 unit atau merosot 74 persen dibandingkan Januari 2020 yang mencapai
13.839 unit. Kondisi tersebut membuat
sektor pariwisata di Bali benar-benar ambruk. Banyak tempat usaha di kawasan
Kuta, Legian, dan lainnya terpaksa ditutup atau dibiarkan telantar karena
para pemilik tidak sanggup lagi mengelola. Tidak sedikit pula pengusaha yang
terpaksa menjual asetnya agar bisa bertahan atau menghidupi karyawan. Hotel berbintang sempat
memberi potongan harga yang sangat besar, seperti inap sebulan hanya Rp 3
juta. Namun, penawaran ini pun sepi peminat. Semua lini usaha sektor
pariwisata di Bali rontok. Kerugian ekonomi setempat selama pandemi Covid-19
ditaksir mencapai Rp 9 triliun per bulan. Krisis ini jauh lebih buruk
dibandingkan saat Bali dihantam bom pada 12 Oktober 2002. Hingga kini,
pertumbuhan ekonomi Bali masih minus 9 persen dan sulit diprediksi sampai
kapan kondisi buruk ini akan berakhir. Persoalan
bagi Bali Mengapa perekonomian di
Bali masih berada di jurang yang sangat dalam? Padahal, di Pulau Jawa,
misalnya, ekonomi lokal mulai menggeliat meski belum normal. Ada beberapa alasan yang
bisa ditarik. Pertama, adanya dominasi sektor pariwisata yang luar biasa
dalam perekonomian di Bali. Ada yang menyebut kontribusinya mencapai 69,36
persen. Saya pribadi menilai,
kontribusi sektor pariwisata bisa mencapai 85 persen hingga 90 persen
terhadap masyarakat di Bali. Alasannya, sektor pertanian dan industri kecil
yang berkembang pesat di Bali juga karena disokong pariwisata melalui
kunjungan wisatawan. Sejauh ini nyaris tidak
ada sektor yang mampu eksis di Bali tanpa topangan pariwisata. Maka, ketika pariwisata
tak bergerak, seperti selama pandemi Covid-19, seluruh sektor ikut lumpuh. Kedua, ekonomi Pulau Jawa
mulai menggeliat karena memiliki wilayah yang luas dan berbentuk memanjang.
Setiap saat selalu ada mobilitas manusia dan barang dari desa ke kota atau
sebaliknya. Demikian pula dengan pergerakan antarkota, dari timur ke tengah
lanjut ke barat atau sebaliknya. Juga dari utara ke selatan atau sebaliknya. Pergerakan ini meski masih
terbatas, tetapi menghidupkan ekonomi lokal. Apalagi didukung dengan tetap
beroperasinya industri skala menengah dan besar. Sebaliknya, Bali hanyalah
pulau kecil. Masyarakatnya memiliki aktivitas hampir sama yang mengandalkan
pada kunjungan wisatawan dari luar Bali. Ketiadaan kunjungan membuat ekonomi
di Bali lumpuh. Ketiga, hingga saat ini
masih banyak orang yang belum berani bepergian jauh dengan menggunakan
pesawat. Ada kekhawatiran, berada di dalam pesawat untuk waktu minimal 30
menit dengan orang-orang yang tidak dikenal berpotensi menyebarkan virus
korona baru penyebab Covid-19. Persepsi tersebut memengaruhi perjalanan
wisatawan domestik ke Bali yang hingga kini masih sepi. Perputaran
uang Terhadap ketiga persoalan
itu, Yudi Irawan, pelaku usaha di Bali, menilai, Bali tidak bisa menolong
dirinya sendiri untuk segera keluar dari krisis ekonomi yang mendalam ini.
Kondisi ini sebagai efek dari dominasi sektor pariwisata terhadap seluruh
lini kehidupan masyarakat di Bali. Pilihannya adalah
memperbanyak penyelenggaraan event di Bali. Event yang ideal adalah olahraga dan
petualangan. Kegiatan ini berlangsung di luar ruangan sehingga peserta bisa
sekaligus berwisata dan meningkatkan daya tahan tubuh. Potensi kerumunan pun
bisa terkendali. Protokol kesehatan Covid-19 tetap terlaksana dengan baik. ”Daripada bikin program
bekerja dari Bali, lebih baik pemerintah mendorong BUMN dan perusahaan swasta
lainnya untuk mensponsori penyelenggaraan event di Bali. Dengan event bisa
mendorong orang mendatangi Bali,” kata Yudi. Salah satunya, event
touring sepeda Jelajah Bali Bike pada 19-20 Juni 2021 yang akan diikuti 165
orang. Kegiatan ini diharapkan dapat menggerakkan kembali ekonomi lokal,
mengingat 99,9 persen peserta berasal dari luar Bali. Peserta pun tidak
sedikit yang datang bersama keluarga dan berencana berada di pulau itu lebih
dari empat hari. Panitia Jelajah Bali Bike memperkirakan, perputaran uang di
Bali melalui event ini bisa mencapai minimal Rp 1,2 miliar. Munculnya suatu kegiatan
diharapkan dapat memancing pihak lain untuk ikut menyelenggarakan berbagai
kegiatan lainnya di Bali. Semakin banyak acara menarik digelar di Bali,
semakin banyak pula jumlah kunjungan wisatawannya. Tentu saja dengan catatan
harus digelar dengan menerapkan standar protokol kesehatan yang ketat.
Kedatangan wisatawan yang terus meningkat akan menghidupkan ekonomi setempat.
Perputaran uang semakin besar. Pemulihan ekonomi pun lebih cepat terwujud. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar