Mengawal
Literasi Digital Nasional Hilal Nur Fuadi ; Guru SMA Negeri 1 Gondang Bojonegoro, Jawa
Timur |
KOMPAS, 15 Juni 2021
Pada 20 Mei 2021,
bertepatan dengan peringatan hari Kebangkitan Nasional, pemerintah melalui
Kementerian Komunikasi dan Informatika meluncurkan program Gerakan Literasi
Digital Nasional atau GLDN. Secara tersirat, pemerintah berharap pada momen
hari Kebangkitan Nasional ini seluruh masyarakat Indonesia juga mengusung
semangat untuk bangkit dan memperjuangkan nasib bangsanya sebagaimana terjadi
113 tahun lalu (20 Mei 1908). Pada saat itu, Sutomo dan beberapa pelajar
STOVIA mulai menggagas semangat perjuangan untuk melawan penjajahan dengan
mendirikan organisasi pergerakan untuk pertama kalinya dengan nama Budi
Utomo. Akan tetapi, kali ini
konteks semangat kebangkitan yang diusung berbeda. Pada era digital seperti
saat ini masyarakat Indonesia dituntut untuk mampu bangkit, dengan cara
menyesuaikan diri dan memanfaatkan perkembangan teknologi untuk kemajuan
bangsa dan negara. Indonesia masih tertinggal
dari beberapa negara lain dalam pemanfaatan dan pemerataan penggunaan
teknologi digital. Data Bank Dunia menyebutkan bahwa Indonesia mengalami
suatu keadaan yang disebut digital talent gap. Indonesia membutuhkan 9 juta
talenta digital dalam 15 tahun atau rata-rata 600.000 talenta digital setiap
tahun untuk mengatasi kesenjangan talenta digital ini. Oleh sebab itu, pemerintah
meluncurkan program GLDN, yang diharapkan dapat mencetak dan melahirkan
generasi muda (digital talent) dengan kemampuan yang mumpuni dalam
mengoperasikan, memanfaatkan, dan mengoptimalkan perkembangan teknologi
informatika untuk kemajuan bangsa dan negara. Kementerian Kominfo juga
menyatakan bahwa gerakan ini ditargetkan akan melahirkan 12,4 juta digital
talent di tahun 2021. Program ini juga sudah bekerja sama dengan pusat
pengembangan ekosistem digital global di sejumlah negara, seperti China,
India, Singapura, Estonia, Amerika Serikat, dan beberapa negara yang lain. Program Literasi Digital
Nasional ini juga dikerjakan secara kolaboratif yang didukung penuh oleh 34
pemerintah provinsi dan 514 pemerintah kabupaten/kota, termasuk juga program
digital talent scholarship yang disiapkan pemerintah bagi 100.000 orang.
Karena itu, pemerintah yakin bahwa target tahun ini (untuk melahirkan 12,4
juta talenta digital) akan terpenuhi. Akan tetapi, sebaik apa
pun sebuah program dan perencanaan, dalam praktiknya tentu juga rentan
mengalami kegagalan jika tidak disertai dengan kerja sama yang sinergis,
peran serta dan daya dukung beberapa unsur yang terkait dengan pelaksanaan
program tersebut. Apalagi program Literasi Digital Nasional ini berkaitan
langsung dengan pemanfaatan perkembangan teknologi informasi (baca:
internet). Fakta empiris di lapangan
selama ini menunjukkan bahwa banyak hal negatif dan kejahatan digital yang
mengiringi perkembangan teknologi informatika di Indonesia. Semakin
meningkatnya kasus pornografi, penipuan, penyebaran berita hoaks, perjudian
online, eksploitasi seksual pada anak, perundungan, ujaran kebencian bahkan
radikalisme berbasis digital kerap mengancam persatuan dan kesatuan bangsa.
Semua terjadi karena para pelaku/talenta digital yang memanfaatkan ruang
digital belum memiliki kecakapan dan pemahaman sepenuhnya mengenai bagaimana
seharusnya memanfaatkan internet dengan bijak dan benar. Demi menyukseskan program
tersebut, selain bekerja sama dengan pemerintah provinsi maupun pemerintah
kabupaten/kota, tentu pemerintah juga harus menggandeng dan menjalin kerja
sama yang baik dengan berbagai pihak, di antaranya, pertama orangtua. Peran
dan kontrol orangtua mutlak dibutuhkan untuk membantu pengawasan terhadap
anak (baca: generasi muda) dalam memanfaatkan
teknologi internet karena orangtua adalah pihak yang paling dekat
dengan anak. Sesekali orangtua perlu mengecek berbagai perangkat elektronik
seperti telepon seluler, laptop, dan lain-lain untuk mengetahui rekam jejak
aktivitas digital yang telah dilakukan oleh sang anak, termasuk memberikan nasihat dan bimbingan agar anak
lebih bijak dalam menggunakan atau memanfaatkan internet. Kedua, guru. Selain
orangtua, guru juga merupakan sosok dan figur yang sangat dibutuhkan dalam
membantu menyukseskan program Literasi Digital Nasional, mengingat selama ini
guru bisa dikatakan merupakan orangtua kedua bagi anak. Dalam memberikan
materi pelajaran, guru perlu menyisipkan materi mengenai bagaimana
pemanfaatan internet yang baik dan benar serta memberikan gambaran mengenai
dampak negatif yang ditimbulkan akibat penyalahgunaan internet. Dengan
demikian, diharapkan anak akan semakin bijak dalam mengoperasikan perangkat
elektronik dan memanfaatkan perkembangan teknologi internet untuk berbagai
kegiatan yang bersifat positif. Ketiga, pihak berwajib.
Dalam hal ini peran kepolisian selaku aparat penegak hukum perlu lebih
ditingkatkan dalam mengawal pelaksanaan GDLN. Operasi cyber crime atau tindak
kejahatan yang terjadi di dunia maya harus semakin ditingkatkan, penegakan
hukum juga harus dilakukan bagi siapa saja yang melanggar aturan dan
menyalahgunakan pemanfaatan teknologi informasi. Hal ini diharapkan menjadi
sebuah upaya preventif yang dapat mencegah para pelaku kejahatan agar tidak
melakukan aksi kejahatan yang memanfaatkan internet sekaligus menjadikan
pelajaran agar pelaku kejahatan jera dan tidak mengulangi aksi kejahatan yang
memanfaatkan ruang digital. Gerakan Literasi Digital
Nasional merupakan sebuah gagasan besar yang sangat baik. Namun, jika
berbicara mengenai hal yang bersifat digital dan berkaitan dengan pemanfaatan
internet, sesungguhnya hal tersebut bagaikan dua sisi mata pisau. Jika program ini berhasil
Indonesia akan mampu bangkit dan mengatasi kesenjangan talenta digital.
Namun, jika program ini gagal maka akan menjadi bumerang karena tidak
tertutup kemungkinan jika pemanfaatannya disalahgunakan dan kurang
mendapatkan bimbingan, justru akan semakin menambah jumlah kejahatan ataupun
dampak negatif lain yang berbasis pemanfaatan teknologi internet. Melalui peran serta dan
kerja sama yang sinergis antara beberapa pihak dalam mengawal pelaksanaan
program GLDN, kita berharap program ini dapat sukses dan mampu mewujudkan
target yang ditetapkan guna mengatasi kesenjangan talenta digital di
Indonesia. Kita berharap ke depan Indonesia memiliki generasi muda yang
unggul dan mumpuni dalam bidang teknologi informatika, juga memahami empat
pilar literasi digital, yaitu etika bermedia digital, aman bermedia digital,
cakap bermedia digital, budaya bermedia digital sehingga mampu memanfaatkan ruang
digital untuk berbagai hal yang bersifat positif guna membangun serta
memajukan bangsa dan negara. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar