Investasi
Abal-abal Aset Kripto Joice Tauris Santi ; Wartawan Kompas, penulis kolom “Investasi” |
KOMPAS, 21 Juni 2021
Kini, semakin banyak orang
ikut serta dalam transaksi aset kripto (cryptocurrency). Per Mei 2021,
diperkirakan sudah ada 6,5 juta orang bertransaksi aset kripto. Di sisi lain, semakin
banyak juga orang jahat yang mengemas transaksi ini menjadi tawaran investasi
abal-abal yang merugikan. Mereka menawarkan imbal hasil tinggi, tetapi
ujung-ujungnya menghilangkan uang orang. Perdagangan aset kripto
melalui pedagang aset kripto di Tanah Air, sejatinya sesederhana bertransaksi
komoditas lain. Seperti jual beli gula, misalnya. Ada uang, ada barang,
berupa gula. Maka, uang dan gula pun bertukar tangan. Sayangnya, orang-orang
kreatif tapi jahat ini membuat transaksi sederhana ini menjadi lebih rumit
agar terlihat hebat dan orang berpikir perdagangan ini sulit dipahami. Ada yang menawarkan proses
eksplorasi (mining) aset kripto. Para investor diminta menanamkan sejumlah
modal dengan iming-iming kelak aset kripto yang diperoleh dapat dijual.
Padahal, proses eksplorasi aset kripto tidaklah murah dan mudah. Proses penambangan
bitcoin, misalnya. Butuh memecahkan algoritma yang memverifikasi
transaksi-transaksi di blockchain. Komputer yang diperlukan bukan komputer
rumahan dengan RAM 8 gigabite, melainkan komputer supercanggih. Biaya
listriknya pun sangat besar. Saat hadir dalam Kompas
Talks: Mengelola Demam Aset Kripto-Perlindungan Investor di Perdagangan Aset
Kripto yang berlangsung 17 Juni 2021, CEO Indodax Oscar Darmawan
mengungkapkan, satu jam proses penambangan bitcoin global menghabiskan 129
terawatt-hours atau separuh dari kebutuhan listrik Indonesia. Kenyataannya, koin yang
dihasilkan dari penambangan abal-abal tersebut tidak pernah tercantum di
pasar koin, juga tidak laku dijual karena tidak ada peminat. Modus tipuan lain yang
sering digunakan oleh orang kreatif yang tidak bertanggung jawab adalah
menawarkan imbal hasil tetap. Misalnya, 0,5 persen dalam satu hari.
Bandingkan dengan tingkat suku bunga deposito yang rata-rata sebesar 3,57
persen per tahun. Tawaran ini tentu sangat
menggiurkan. Akan tetapi, setelah diselisik dana itu merupakan setoran dari
para investor yang datang belakangan. Penawaran ini disertai iming-iming
berbagai bonus jika berhasil merekrut orang sebanyak mungkin. Jelaslah yang
digunakan adalah skema Ponzi dengan memanfaatkan setoran dari orang yang
belakangan masuk. Berbagai tawaran ini
gencar ditawarkan secara daring melalui aplikasi seperti Telegram. Banyak
grup Telegram yang menawarkan paket penitipan investasi yang seolah-olah
merupakan transaksi aset kripto. Jadi, bagaimana
menghindari jebakan penawaran tersebut ? Transaksi aset kripto semestinya
dilakukan sendiri tanpa perantara. Saat ini, sudah ada 13 pedagang aset yang
dapat dimanfaatkan untuk bertransaksi. Daftarnya ada pada tautan ini. Semua
telah mendapatkan izin dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi
(Bappebti). Jika ada orang yang
menawarkan transaksi di luar daftar itu, perlu untuk waspada. Satgas Waspada
Investasi telah membekukan 62 entitas yang menawarkan investasi bodong yang
mengatasnamakan transaksi aset kripto. Dari ribuan aset kripto yang beredar,
Bappebti hanya mengizinkan transaksi terhadap 229 aset kripto. Waspadai juga penawaran
imbal hasil yang pasti. Fluktuasi aset kripto sangat tinggi. Dalam 24 jam,
harga aset dapat naik turun tak menentu dengan sangat cepat. Tidak seorang
pun yang dapat menjamin kestabilan harga aset kripto ini. Hendaknya,
janganlah percaya jika ada pihak yang menawarkan imbal hasil tetap atas aset
kripto. Iming-iming bonus tambahan
untuk merekrut orang sebanyak-banyaknya juga wajib diwaspadai. Kemungkinan
besar, dana yang dijadikan hadiah bukanlah hasil investasi, melainkan setoran
dari orang-orang yang baru masuk. Jadi, transaksi aset
kripto sebenarnya adalah transaksi jual beli biasa pada 13 pedagang yang
sudah berizin resmi. Bukan titip investasi. Bukan pula pemasaran berantai
dengan merekrut banyak orang untuk mendapatkan hasil. Waspadalah! ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar