Henti
Jantung Mendadak, Apa yang Bisa Kita Lakukan? Muh Ikhwan Zein ; Dosen Fakultas Ilmu Keolahragaan UNY
Yogyakarta; Kandidat Doktor, University of Amsterdam, Belanda; Asian Football
Confederation (AFC) Medical Officer 2020-2022 |
KOMPAS, 19 Juni 2021
Pertandingan pembuka Grup
B Piala Eropa 2020 antara Denmark dan Finlandia dihebohkan oleh kejadian yang
dialami pemain Denmark, Christian Eriksen, yang mengalami henti jantung mendadak.
Eriksen yang tidak mengalami kontak fisik apa pun dengan pemain lawan
tiba-tiba jatuh tidak sadarkan diri ketika hendak mengembalikan bola throw-in
dari rekannya. Seluruh pemain, ofisial,
dan penonton pun menanti dengan penuh kecemasan saat pertolongan dilakukan
oleh tim medis. Melihat peristiwa yang dialami Eriksen, mungkin banyak orang
langsung terbayang tragedi meninggalnya pemain sepak bola di tengah lapangan,
seperti Morosini (Udinese), Jarque (Espanyol), Cunha (Portugal), Feher
(Benfica), dan Vivian Foe (Kamerun). Beruntung, Eriksen bisa terselamatkan
dan dikabarkan sedang menjalani proses pemulihan. Henti jantung mendadak
(sudden cardiac arrest) adalah keadaan di mana jantung tiba-tiba berhenti
berdetak sehingga gagal memompa darah ke seluruh tubuh. Kejadian ini bisa
terjadi kapan saja, di mana saja, tanpa peringatan, dan dapat menyerang siapa
saja meskipun secara fisik tampak sehat. Henti jantung mendadak
umumnya terjadi pada jenis olahraga yang berintensitas tinggi, dinamis, dan
melakukan pergerakan sesuai irama permainan (stop and go sport), seperti
sepak bola, bulu tangkis, bola voli, basket, dan tenis. Sepak bola, sebagai
cabang olahraga terpopuler di masyarakat dengan tingkat partisipasi yang
tinggi, memberikan kontribusi jumlah kasus henti jantung paling besar
dibandingkan olahraga lain. Hampir 90 persen kasus kematian mendadak akibat
henti jantung pada olahraga terjadi pada saat pemain sedang berlaga ataupun
segera setelah selesai berolahraga. Federasi Asosiasi Sepak
Bola Intenasional (FIFA) telah melakukan beberapa langkah untuk mencegah dan
meningkatkan kewaspadaan terhadap kasus henti jantung mendadak dalam lingkup
sepak bola, mulai dari penerapan skrining kesehatan atlet dengan menggunakan
alat rekam jantung (elektrokardiografi) dan USG Jantung (echokardiografi),
peralatan terstandar seperti alat pacu jantung otomatis (automatic external
defibrilator), tenaga medis terlatih, hingga alur penanganan medis di
lapangan. Beberapa strategi ini diterapkan pada setiap turnamen resmi FIFA dan
di liga sepak bola negara anggotanya agar tidak terjadi kasus meninggalnya
pemain saat bertanding. Berbeda dengan tim
profesional, pelaku sepak bola di tingkat amatir ataupun rekreasional di
Indonesia tentu akan kesulitan memenuhi standar-standar tersebut. Padahal,
kita tahu banyak masyarakat kita bertanding sepak bola secara rutin sebagai
aktivitas fisik waktu senggang (leisure time activity). Kita bisa amati bahwa
setiap sore atau akhir pekan, lapangan selalu digunakan oleh tim yang berisi
anak muda, usia menengah, ataupun senior untuk bertanding. Idealnya masyarakat kita
terlatih melakukan bantuan hidup dasar (basic life support), fasilitas
olahraga publik memiliki alat pacu jantung otomatis yang bisa digunakan, dan
setiap masyarakat mengetahui kondisi kesehatan (terutama risiko masalah
jantung) melalui puskesmas atau dokter keluarganya. Namun, tidak bisa kita
mungkiri bahwa kita masih penuh keterbatasan sehingga hal-hal tersebut belum
bisa terpenuhi. Banyak dari kita belum
tahu sama sekali tentang bantuan hidup dasar, belum pernah melihat alat pacu
jantung otomatis, tidak pernah tahu kondisi tubuhnya dan tidak selalu
memiliki tim medis terlatih di sisi lapangan saat diadakan pertandingan
amatir. Jadi, dengan kondisi seperti itu, apa yang dapat kita lakukan sebagai
orang awam (nonmedis) bila tiba-tiba dihadapkan pada situasi seorang pemain
mengalami henti jantung mendadak? Ada hal-hal yang harus
dilakukan bila kita menghadapi kondisi tersebut. Agar mudah diingat, kita
sebut dengan 3K, yaitu kenali, kontak, dan kompresi Kenali
gejalanya Langkah pertama yang bisa
dilakukan adalah dengan mengenali gejala dari henti jantung mendadak.
Mayoritas kasus tersebut bisa kita kenali dari empat gejala. Gejala pertama,
korban umumnya kolaps/tiba-tiba terjatuh tanpa adanya benturan (noncontact
collaps). Gejala kedua, korban kehilangan kesadaran (unconscious) dan tidak
merespons (unresponsive). Kedua gejala ini dapat
dilihat pada kasus Eriksen (Denmark vs Finlandia) dan Miklos Feher (Guimaraes
vs Benfica). Hal ini tentu berbeda dengan kasus kehilangan kesadaran akibat
trauma, misalnya disebabkan benturan pada kasus Didier Drogba (Chelsea vs
Norwich) atau Fernando Torres (Deportivo vs Atletico Madrid). Dapat juga
dibedakan dengan kasus pingsan akibat kepanasan, dehidrasi, atau gula darah
drop yang umumnya korban terlebih dahulu sudah kepayahan, pucat dan ”tampak
sakit”. Gejala ketiga, terdapat
kelainan pada napas korban, misalnya napas yang terputus-putus ataupun tidak
bernapas. Namun, yang perlu diingat bahwa korban henti jantung bahkan bisa
tampak bernapas secara normal sehingga Anda bisa mengabaikan tanda pernapasan
pada korban, baik terdapat kelainan maupun tampak normal. Gejala keempat yang
bisa terjadi adalah korban mengalami kejang dengan ritme rendah (slow rhythmic
seizure like activity). Jadi, bila Anda sedang
berolahraga kemudian teman Anda mengalami setidaknya dua gejala pertama di
atas (mendadak kolaps tanpa kontak, tidak sadar, dan tidak berespons terhadap
panggilan), Anda dapat mengasumsikan korban mengalami henti jantung mendadak. Kontak
bantuan Bila Anda telah
mengidentifikasi kasus henti jantung mendadak melalui gejala-gejala di atas,
segera kontak bantuan medis. Bila tidak tersedia tim medis di sisi lapangan,
kontak ambulans dengan nomor 118 dan 119. Jangan lupa untuk mengamankan area
sekitar korban supaya pertolongan lebih mudah dilakukan, misalnya meminta
pemain lain untuk menjaga agar korban bebas kerumunan. Kompresi
dada Setiap detik sangat
berharga bagi korban henti jantung mendadak. Tanpa ada pertolongan, harapan
hidup berkurang 10 persen setiap menit. Seperti yang sudah disebutkan
sebelumnya bahwa idealnya penolong adalah orang yang telah terlatih bantuan
hidup dasar tetapi pada situasi kegawatdarutan di mana tidak ada seorang pun
yang berkompetensi, maka kita upayakan pertolongan pertama sampai tim medis
mengambil alih. Pada kasus henti jantung
mendadak (yang pada langkah sebelumnya telah Anda kenali), maka Anda tidak
perlu bingung dengan istilah yang mungkin sering bertebaran di media sosial,
seperti ”lidah tertelan”, ”cara pernapasan buatan”, ”manuver untuk leher”,
dan lain-lain. Hal-hal tersebut mungkin relevan pada kasus lain, tetapi dapat
dikesampingkan terlebih dulu pada kasus ini. Hal yang perlu segera Anda
lakukan adalah segera posisikan korban dengan telentang, kemudian segera
lakukan kompresi dada menggunakan kedua telapak tangan Anda. Kompresi adalah
tindakan untuk menekan jantung secara tidak langsung melalui bagian tengah
tulang dada (sternum) dengan kuat dan berirama. Posisikan diri Anda dengan
berlutut di samping korban. Letakkan telapak tangan yang telah saling
berkaitan pada titik tengah tengah tulang dada. Supaya mudah, Anda bisa
posisikan telapak tangan Anda di antara dua puting pada dada korban. Kemudian
berikan tekanan dengan kedalaman kira-kira 5 sentimeter dengan frekuensi
lebih kurang 100-120 kali per menit. Sejajarkan berat badan
Anda dengan tumpuan pada lengan sehingga membantu memberikan kekuatan
kompresi. Setiap kali selesai menekan, jangan lupa berikan kesempatan dinding
dada untuk mengembang kembali. Kompresi dada adalah hal
krusial. Saat melakukannya, Anda tidak perlu berpikir lagi apakah ada
tindakan lain yang harus dilakukan seperti yang pernah Anda baca di media
sosial. Terus saja lakukan kompresi jantung dengan baik sampai tim medis
datang. Umumnya tim medis yang datang sudah mempersiapkan alat pacu jantung
otomatis dan memastikan seluruh proses pertolongan hingga pemindahan korban
dilakukan secara aman dan efektif. Demikian tips 3K ini.
Semoga bermanfaat bagi masyarakat awam ketika terjadi henti jantung dalam
situasi tanpa adanya penolong terlatih, peralatan memadai, ataupun tim medis
di sisi lapangan. Salam olahraga! ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar