Gelagat
Pilpres 2024 J Kristiadi ; Peneliti Senior CSIS |
KOMPAS, 10 Juni 2021
Bahan bakar ambisi
kekuasaan menyulut pernyataan keras kader kepercayaan Ketua DPP PDI
Perjuangan Puan Maharani, Bambang Wuryanto, yang menuduh Gubernur Jawa Tengah
Ganjar Pranowo terlalu berambisi mencalonkan diri untuk Pemilihan Presiden
2024 tanpa restu Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri. Polemik kedua tokoh PDI-P
tersebut menandai mulai panasnya mesin politik partai politik sejalan dengan
kian dekatnya pergelaran politik Pemilu 2024. Konon, ketegangan itu merupakan
percikan pergesekan berkepanjangan dan pelik di lingkaran terdalam ketua umum
PDI-P karena setiap aktornya membangun struktur kekuatan di dalam partai. Beruntung hal itu segera
dapat diredam sehingga PDI-P tidak terjebak dalam turbulensi konflik internal
yang berlarut-larut. Megawati yang kenyang berbagai pengalaman dan
momen-momen nggetih, perjuangan berat yang harus dibayar dengan cucuran air
mata, bahkan tetesan darah sebagaimana tragedi ”Kuda Tuli” 27 Juli 1996,
menjadikan ia piawai mengelola konflik internalnya sehingga tidak eksesif. Momentum politik tersebut
dipergunakan Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto untuk menegaskan
strategi koalisi menjelang Pilpres 2024. Substansinya, PDI-P hanya akan
berkoalisi dengan parpol yang mempunyai ideologi kebangsaan dan karena itu
tidak akan berkoalisi dengan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Sikap yang sama ditujukan
kepada Partai Demokrat karena ia pun dianggap bukan partai ideologi,
melainkan partai elektoral. Sementara PDI-P berideologi dan berbasis massa
(Suara.com, 28/5/2021). Pernyataan Sekjen PDI-P
gayung bersambut dengan Sekjen Partai Amanat Nasional (PAN) Eddy Soeparno. Ia
memastikan PAN tidak akan bergabung dengan parpol yang menamakan diri poros
Islam, tetapi lebih memilih berkoalisi dengan parpol berprinsip kemajemukan.
Poros Islam dinilai memberi dampak negatif karena memunculkan politik
identitas dan sudah dirasakan pada Pilpres 2019 (Republika.co.id, 28/5/2021). Melegakan Pernyataan ideologis kedua
tokoh tersebut sangat melegakan. Sekiranya kiprah kedua parpol tersebut dapat
menghadirkan roh kebangsaan dalam Pilpres 2024. Makna semangat kebangsaan,
menurut Bung Hatta, adalah hasrat saling merasakan sesama anak bangsa dalam
mewujudkan kesejahteraan bersama. Mengobarkan spirit
kebangsaan berarti para pemimpin negara, pemimpin pemerintahan, serta wakil
rakyat wajib mempunyai kompetensi merasakan dan menghayati aspirasi serta
pahit getir kehidupan rakyat yang telah memberikan mandat kekuasaan,
kehormatan, dan martabat kepada mereka. Para kandidat harus
mendorong perdebatan publik agar mengembangkan ide-ide mulia yang lebih
mengukuhkan rasa kebersamaan; bukan isu-isu yang berdasarkan doktrin dan
semangat primordialistik. Dengan demikian, pemilu dapat menjadi instrumen
membangun bangsa. Gelagat lain adalah
gagasan amendemen UUD 1945. Ide tersebut nuansanya sangat pragmatis,
oportunistik, serta aroma hasrat kepentingan kekuasaannya sangat menyengat.
Tujuan utamanya agar Presiden Joko Widodo diberi kesempatan maju sebagai
capres ketiga kalinya. Naluri politik Jokowi merambat cepat. Usulan yang seolah ingin
meneguhkan keberhasilannya selama lebih kurang tujuh tahun terakhir sejatinya
racun yang akan mengikis kedaulatan rakyat dan menggiring terwujudnya tatanan
kekuasaan elektoral otoritarian, mirip rezim Orde Baru. Secara tegas dan
kategoris, ia menolak akal-akalan tersebut. Melalui akun Twitter-nya,
@jokowi, Senin (2/12/2019), ia menyeletuk, ”Usulan itu menjerumuskan saya.” Hasil
survei Berdasarkan hasil survei
beberapa lembaga yang kredibel, dapat dilakukan ekstrapolasi sejumlah
pasangan bakal kandidat presiden dan wakilnya. Namun, yang menonjol
akhir-akhir ini adalah gerak-gerik Ketua Umum Partai Gerindra yang juga
Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dan Ketua Umum PDI-P Megawati
Soekarnoputri. Peresmian patung Bung
Karno di halaman Kementerian Pertahanan, Minggu (6/6/2021), dan rencana
Universitas Pertahanan, yang secara fungsional dibina Kementerian Pertahanan,
memberikan gelar Guru Besar Kehormatan pada 11 Juni 2021 kepada Megawati
menandai relasi kedua ketua umum partai tersebut semakin intim. Saling adu siasat yang
dikemas secara simbolik memperkuat spekulasi publik bahwa kedua parpol
tersebut akan membangun koalisi dalam Pemilu 2024, dengan jumlah dukungan
parlemen di kisaran 35,8 persen (206 kursi dari 575 kursi DPR 2019-2024). Sementara itu, parpol lain
masih saling menjajaki dan mengatur kompromi kepentingan. Wacana publik
menawarkan kemungkinan koalisi Partai Nasdem, PKS, dan Partai Demokrat;
dukungan kursi di parlemen sekitar 28,3 persen (163 kursi), kandidatnya
adalah Anies Baswedan dan Agus Harimurti Yudhoyono. Tawaran lain, koalisi
Partai Golkar, PKB, dan PAN, dukungan parlemen juga sekitar 32,5 persen (187
kursi), kandidatnya Ganjar Pranowo dan Yaqut Cholil Qoumas (Gus Yaqut).
Koalisi terakhir ini tampaknya menjanjikan karena representasi kekuatan
nasionalis dan religius yang menggambarkan kemajemukan rakyat Indonesia. Pilpres 2024 adalah
pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung yang kelima. Berbekal
pengalaman empat kali pilpres, diharapkan rakyat Indonesia semakin cermat
memilih, mengingat agenda ke depan masih dibayang-bayangi berbagai macam tantangan
berat, antara lain memacu pertumbuhan ekonomi, mengatasi pandemi Covid-19,
serta menata organisasi kekuasaan negara yang sangat rumit. Rakyat tidak boleh
menyerah dengan kandidat yang disodorkan parpol saja. Perlu berpartisipasi
aktif sehingga Pilpres 2024 menghasilkan pimpinan nasional yang mempunyai
kompetensi merasakan dan menjiwai keprihatinan rakyat; serta bersedia tekun
melanjutkan karya-karya pendahulunya, disertai penyempurnaan apabila
diperlukan. Beberapa gelagat menjelang
Pilpres 2024 cukup menjanjikan asalkan rakyat peduli dan aktif ikut serta
menjadi bagian dari proses seleksi kepemimpinan nasional. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar