Sabtu, 15 Mei 2021

 

Yang Tak Terkatakan

Saras Dewi ;  Pengajar Ilmu Filsafat dari Universitas Indonesia

KOMPAS, 15 Mei 2021

 

 

                                                           

Tumbuh dalam keluarga yang memiliki beragam pandangan beragama menjadi pengalaman yang memungkinkan saya dapat melihat berbagai sisi makna penghayatan spiritual. Saya mendewasa dengan rasa ingin tahu yang mendalam terhadap aneka ragam filosofi agama, saya menyelaminya melalui karya-karya Ibn Arabi, Rabi’ah Al Adawiyah, Adi Shankara, dan Rabindranath Tagore.

 

Ada yang misterius di dalam karya-karya ini. Seberapa sering pun puisi-puisi ini dibaca akan selalu menghadirkan sesuatu yang baru. Kala remaja tidak lebih dari usia 19 tahun, saat pertama kali membaca puisi-puisi ini, saya kerap membayangkan maknanya? Sebab, para penyair ini menulis sajak-sajak seperti surat cinta kepada Tuhan. Saya termangu membaca kata-kata yang penuh dengan infatuasi kepada Tuhan, hingga saat ini pun, hati saya tetap terpikat.

 

Muhyiddin Ibn Arabi (1165-1240) dikagumi serta dicintai sebagai Al-Syeikh al-Akbar, atau guru yang agung. Ia merupakan seorang sufi, filsuf, dan penyair yang berasal dari Mursia, Spanyol. Ajaran-ajarannya begitu berpengaruh hingga saat ini. Karya-karyanya, seperti Fusus al-Hikam (Mutiara Kebijaksanaan) lalu Al-Futuhat al-Makkiyah (Iluminasi Mekkah), dan Tarjuman al-Ashwaq (Penafsir Kerinduan) menjadi mercusuar dalam perjalanan kebatinan.

 

Keunikan karya

 

Profesor William C Chittick, peneliti juga penerjemah teks mistisisme dan filsafat Islam, menjelaskan keunikan pemikiran Ibn Arabi. Ia mengatakan bahwa terdapat distingsi posisi Ibn Arabi di antara Kalam (Teologi) dan Falsafah (filsafat). Ibn Arabi mengkritik keduanya, lebih tepatnya ia ingin melampaui batasan-batasan yang ada dalam pendekatan teologis ataupun filosofis yang masih terikat pada rasio. Ibn Arabi menekankan pada suatu realisasi untuk mencapai kebenaraan (haqq). Realisasi ini melibatkan keterbukaan, kerelaan untuk melakukan penelusuran ke dalam diri sendiri.

 

Fondasi dari ajaran Ibn Arabi adalah cinta. Ia meyakini bahwa tujuan terbentuknya kosmos ini bertumpu pada napas Tuhan yang mahapengasih (Nafas Al-Rahman). Ia mengandaikan bahwa Nafas tersebut kekal adanya, Nafas itu adalah pertanda kreativitas Tuhan yang terus menciptakan kehidupan. Ibn Arabi menguraikan bahwa atas kehendak serta cinta Tuhan, segala kehidupan ini terus bergulir.

 

Proses kehidupan beserta tranformasi dapat terjadi dalam kesinambungan karena Tuhan bersemayam dalam setiap napas yang diembuskan pada makhluk. Kesatuan wujud yang terbungkus dalam cinta Tuhan, dapat disadari jika kalbu manusia dapat menyibak yang hakiki. Penyibakan ini, menurut Ibn Arabi, bukanlah hasil pikiran atau intelektualitas semata.

 

Henry Corbin dalam karyanya yang berjudul, Creative Imagination in the Sufism of Ibn Arabi menjelaskan bahwa Ibn Arabi menggunakan kalbu (qalb), yang memungkinkan kesadaran intuitif untuk mengungkap kesejatian. Kalbu dalam konteks ini dapat dipahami sebagai hati yang murni, dan dari kemurnian itu manusia dapat berimajinasi tentang penyatuan semesta.

 

Tidak sembarang imajinasi yang dimaksud  Ibn Arabi, tetapi imajinasi yang mutlak (al-khayal al-mutlaq). Lebih lanjut lagi Corbin mencermati imajinasi ini, atau yang ia sebut mundus imaginalis (alam al-khayal) terkait pula dengan keseluruhan susunan dunia yang diyakini, seperti dunia tampak ataupun gaib. Akan tetapi, Ibn Arabi mengingatkan bahwa sebaiknya kita tidak terjebak pada dualisme, ia mengandaikan bagaimana yang rohani itu dapat ditampakkan atau dikorporealisasi, begitu juga sebaliknya yang fisikal, tubuh sehari-hari dapat diabstraksikan secara spiritual.

 

Teofani adalah penjelmaan yang ilahi ke dalam wujud yang dapat dipersepsikan oleh manusia. Dalam pandangan Ibn Arabi, teofani dapat terjadi dikarenakan energi kreatif dari cinta. Bahkan dalam Futuhat al-Makkiyah, ia mengatakan, manusia akan tersadar bahwa seluruh yang ada sesungguhnya cinta dari Tuhan sebagai Kekasih, manusia dapat menyadari ini jika ia berhasil menyibak tirai yang menutupi pikirannya.

 

Profesor Sa’diyya Shaikh, peneliti sufisme dan hubungannya dengan konsep jender, dalam karyanya yang berjudul Sufi Narratives of Intimacy memberikan sudut pandang yang menarik tentang ajaran Ibn Arabi. Ia mengangkat unsur erotika dalam tulisan Ibn Arabi bahwa cinta di antara dua manusia melalui peleburan dua tubuh adalah jalan untuk menampilkan kebenaran.

 

Ia juga mengutip Ibn Arabi yang membicarakan daya kreatif perempuan. Ibn Arabi menolak pandangan yang mengatakan kekuatan maskulin sebagai yang dominan dibandingkan yang feminin. Ajaran Ibn Arabi menekankan pada keunikan aspek maskulin dan feminin, tetapi ia menggarisbawahi atribut feminin yang kerap diabaikan dalam gagasan teofani. Justru, cinta dan belas kasih menurutnya adalah aspek feminitas yang mendasari terciptanya kehidupan (mawujudat).

 

Dalam buku The Principle Upanisads, buah karya Servapalli Radhakrishnan, filsuf juga negarawan asal India, pembaca akan menjumpai komentar Radhakrishnan menganalisis teks kuno Upanisad yang dikaitkan dengan ajaran sufisme. Ia mengutip Jalaluddin Rumi, dan juga seorang perempuan sufi, Rabi’ah al-Adawiyah. Dalam Brhadaranyaka Upanisad disebutkan bahwa segala pengetahuan serta kearifan adalah napas dari Tuhan. Begitu juga dalam Prasna Upanisad yang menyebutkan keutamaan pemujaan pada napas vital (prana). Radhakrishnan mengutip pula salah satu puisi Rabi’ah yang bicara tentang penyerahan diri secara total kepada Tuhan, Radhakrishnan menyebutkan keserupaan dengan gagasan Bhakti atau cinta dalam tradisi Hindu.

 

Teramat sulit mendefinisikan cinta, menurut para sufi, ada keterbatasan kata-kata manusia untuk menangkapnya secara sempurna. Ada sesuatu yang tak terkatakan dalam cinta. Meski demikian, bahasa puitis Ibn Arabi dan Rabi’ah mengajak kita berimajinasi bahwa di balik segala perbedaan sebenarnya manusia dipersatukan oleh cinta. Seperti yang disampaikan Rabi’ah, ”Dalam jiwaku, berdiri candi, kuil, masjid, gereja// yang kemudian larut.// Seluruhnya larut di dalam Tuhan.” ●

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar