Mari
Bersama Menjaga KPK Tajuk Kompas ; Dewan Redaksi Kompas |
KOMPAS, 21 Mei 2021
Petuah itu secara lengkap
berbunyi ngluruk tanpa bala, menang tanpa ngasorake, sekti tanpa aji-aji. Artinya,
mendatangi lawan sendirian, menang tanpa merendahkan, dan sakti mesti tak
mempunya azimat. Pesan ini penting untuk dikemukakan agar kegaduhan di Komisi
Pemberantasan Korupsi tak
berlarut-larut, dan melemahkan upaya mewujudkan Indonesia yang bersih dari
korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), seperti diamanatkan Gerakan Reformasi
tahun 1998. Kegaduhan di KPK berawal
saat pemerintah dan DPR setuju merevisi Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun
2002 tentang KPK menjadi UU No 19/2019. Perubahan UU KPK ini adalah yang kedua. Tahun 2015,
UU KPK juga direvisi dengan Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu) No
1/2015, yang disahkan menjadi UU No 10/2015. Perubahan kedua ini
membuat lembaga antirasuah yang semula lembaga independen menjadi bagian dari
rumpun kekuasaan eksekutif. Pegawai KPK juga menjadi aparatur sipil negara
(ASN). UU No 5/2014 tentang ASN
memang tak secara tegas menyebutkan perlu adanya tes wawasan kebangsaan bagi
calon ASN. Namun, calon ASN harus memenuhi syarat setia kepada Pancasila, UUD
1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, pemerintah, dan tak terlibat
organisasi terlarang. Dari 1.349 pegawai KPK
diketahui, sebanyak 1.274 peserta lolos tes itu dan 75 orang tidak lolos.
Pegawai KPK yang tidak lolos itu sebagian adalah penyidik dan pegawai KPK
yang dikenal berkinerja baik dan berprestasi. Pimpinan KPK yang menentukan
nasib mereka selanjutnya. Sebanyak 75 pegawai KPK
yang tak lolos tes wawasan kebangsaan diminta menyerahkan tugas dan tanggung
jawabnya kepada atasan sampai ada keputusan lebih lanjut. Penyelidik dan
penyidik tidak bisa lagi menangani perkara korupsi. Surat keputusan pimpinan
KPK yang membebastugaskan pegawai yang tidak lolos tes itu ditandatangani
Ketua KPK Firli Bahuri pada 7 Mei 2021 (Kompas, 12/5/2021). Beredar kabar pegawai itu
akan dipecat meskipun dibantah oleh pimpinan KPK. Mahkamah Konstitusi dalam
putusan uji materi terhadap UU No 19/2019 menegaskan, pengalihan status
kepegawaian tidak boleh merugikan hak pegawai KPK. Presiden Joko Widodo juga
meminta hasil tes tidak merugikan
pegawai. Jika ada kekurangan, mereka masih bisa mengikuti pendidikan
kedinasan lagi (Kompas, 18/5/2021). KPK adalah buah dari suara
rakyat melalui gerakan reformasi. Pimpinan KPK perlu mendengarkan suara
rakyat itu, yang selama ini mendukungnya. Apalagi pegawai yang tidak lolos
tes sudah memberikan kinerja terbaik bagi pemberantasan korupsi di negeri
ini. KKN tak bisa hilang jika KPK berjalan sendiri. Siapa pun perlu
menanggalkan ego dan sikap untuk menang-menangan pula dalam mengatasi
kegaduhan ini. Mari bersama menjaga KPK supaya bisa menang melawan korupsi.
Bukan kita saling melemahkan. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar