Angka
Rata-rata Bukanlah Kira-kira Apolonius Lase ; Penyelaras Bahasa
Kompas |
KOMPAS, 8 Mei 2021
Di beberapa artikel atau berita, masih saja
kita temukan kesalahkaprahan dalam penulisan angka rata-rata. Maksud hati
menulis angka atau jumlah rata-rata, data yang ditulis malah dalam bentuk
perkiraan atau rentang. Pastilah kita semua tahu pengertian kata
rata-rata, yakni sesuatu yang pasti. Di buku rapor, saat sekolah SD hingga SMA,
misalnya, ada istilah nilai rata-rata yang diperoleh siswa. Nilai rata-rata
diperoleh dari penjumlahan semua nilai mata pelajaran dibagi jumlah mata
pelajaran. Sekadar contoh, jika nilai Matematika si A
80, Bahasa Indonesia 70, dan Bahasa Inggris 100, nilai rata-rata si A adalah
hasil penjumlahan nilai ketiga mata pelajaran itu (80 + 70 + 100 = 250)
dibagi jumlah mata pelajaran (3) diperoleh hasil 83,33. Itulah nilai
rata-rata. Jadi, nilai rata-rata si A 83,33. Konsep nilai rata-rata dalam rapor sekolah
ini bisa kita temukan pada lema rata-rata dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI). Rata-rata dengan kelas kata adjektiva (a) (angka, jumlah, dan
sebagainya) diperoleh dari jumlah keseluruhan unsur dibagi banyaknya unsur. Dari makna leksikal rata-rata pada KBBI,
setidaknya meyakinkan saya bahwa belum ada konsep baru yang berbeda dan
mematahkan pengertian yang saya dapatkan sejak SD tentang konsep nilai
rata-rata dalam buku rapor. Mari kita melihat beberapa contoh kalimat
yang menggunakan rata-rata yang kurang tepat. 1. Mobilitas
masyarakat akhir-akhir ini naik signifikan hingga 80 persen, tetapi rata-rata
konsumsi masyarakat hanya naik 10-20 persen. 2. Laut
Jawa rata-rata berkedalaman 20 hingga 40-an meter, tetapi Laut Bali memiliki
kedalaman lebih dari 1.000 meter dan makin ke timur kian dalam. 3. Jika
pada Januari 2021 setiap hari rata-rata dimakamkan 6-7 jenazah dengan
protokol Covid-19 di TPU itu, pada April ini rata-rata dimakamkan 2-3
jenazah. 4. Dengan
kasus Covid-19 di masyarakat yang masih tinggi, rata-rata rasio positif
(positivity rate) Covid-19 masih sekitar 12 persen, kondisi tersebut berisiko
memunculkan kluster sekolah, seperti yang terjadi di sejumlah sekolah
berasrama beberapa waktu lalu. Jika kita perhatikan secara saksama,
keempat kalimat itu tidak menerapkan konsep bahwa rata-rata seyogianya
bukanlah sebuah perkiraan, yang sering ditulis dengan sekitar atau rentang
jumlah, melainkan angka yang pasti. Sekarang, bagaimana semestinya seorang
penulis, editor, atau penyunting bahasa meluruskan kekeliruan pada kalimat
tersebut. Dua
cara Pada contoh 1, jelas dalam kalimat tersebut
nilai rata-rata ditulis dalam rentang 10-20 persen. Artinya, konsumsi
masyarakat yang dilaporkan bukanlah rata-rata, melainkan sebuah perkiraan,
bisa 10, 11, 12, atau 13 persen, dan seterusnya hingga angka 20 persen. Untuk meluruskan informasi pada kalimat
tersebut, setidaknya ada dua cara. Pertama, menghapus kata rata-rata agar
tidak membingungkan dan menggantinya dengan kata perkiraan. Cara kedua, tetap mempertahankan kata
rata-rata, tetapi harus memilih salah satu angka di rentang 10-20 persen
sebagai angka rata-rata yang dimaksud. Dengan demikian, dengan perbaikan cara
pertama, kalimat 1 menjadi: Mobilitas masyarakat akhir-akhir ini naik
signifikan hingga 80 persen, tetapi konsumsi masyarakat diperkirakan naik
10-20 persen. Adapun dengan cara kedua, kalimat 1
menjadi: Mobilitas masyarakat akhir-akhir ini naik signifikan hingga 80
persen, tetapi konsumsi masyarakat hanya naik rata-rata 15 persen. Pelurusan dengan cara pertama dipandang
sebagai cara paling tidak berisiko. Adapun cara kedua sedikit memerlukan
upaya, yakni memastikan kepada penulis bahwa nilai rata-rata yang dipilih
adalah angka sebenarnya hasil pengamatan. Ini berkaitan dengan prinsip
penyediaan informasi yang tepat kepada pembaca. Ketika editor atau penyunting bahasa
mengedit naskah, bisa saja terjadi si penulis tidak bisa dihubungi. Mungkin
sedang sibuk sehingga tidak segera merespons atau menjawab pertanyaan editor
atau penyunting bahasa. Tidak tertutup kemungkinan pula penulis tengah berada
di luar jangkauan atau tanpa sinyal. Padahal, editor atau penyunting bahasa
sedang berhadapan dengan tenggat karena tulisan harus segera diterbitkan,
misalnya. Jadi, cara paling cepat dan tidak berisiko yang biasanya diambil
oleh editor dan penyunting bahasa adalah cara pertama. Contoh 2 bisa diedit menjadi: Laut Jawa
berkedalaman antara 20 meter dan 40 meter, tetapi Laut Bali memiliki
kedalaman lebih dari 1.000 meter dan makin ke timur kian dalam. Untuk konteks kedalaman laut pada contoh 2,
pengeditan paling masuk akal adalah dengan cara pertama, yakni menghilangkan
kata rata-rata. Akhiran -an pada 40-an meter, yang bermakna ’sekitar’, juga
mesti dihapus karena mengandung kelewahan. Hal yang sama bisa kita terapkan pada
contoh 3 dan 4. Dengan cara pertama, contoh 3 menjadi: Jika pada Januari 2021
setiap hari dimakamkan rata-rata 6-7 jenazah dengan protokol Covid-19 di TPU
itu, pada April ini dimakamkan rata-rata 2-3 jenazah. Bisa juga dengan cara kedua: Jika pada
Januari 2021 setiap hari dimakamkan rata-rata 6 jenazah dengan protokol
Covid-19 di TPU itu, pada April ini dimakamkan rata-rata 2 jenazah. Perbaikan contoh 4 dengan cara pertama:
Dengan kasus Covid-19 di masyarakat yang masih tinggi, rata-rata rasio
positif (positivity rate) Covid-19 masih sekitar 12 persen, kondisi tersebut
berisiko memunculkan kluster sekolah, seperti yang terjadi di sejumlah
sekolah berasrama beberapa waktu lalu. Adapun dengan cara kedua, kalimat 4
menjadi: Dengan kasus Covid-19 di masyarakat yang masih tinggi, rasio positif
(positivity rate) Covid-19 masih rata-rata sekitar 12 persen, kondisi
tersebut berisiko memunculkan kluster sekolah, seperti yang terjadi di
sejumlah sekolah berasrama beberapa waktu lalu. Pada pembetulan dengan cara kedua pada
contoh 4, editor atau penyunting bahasa cukup menghapus kata sekitar yang
memiliki makna bahwa angka atau jumlah yang dituliskan tersebut tidak pasti. Kehati-hatian Tidak dimungkiri bisa saja ada pihak yang
berpandangan berbeda dengan apa yang dipaparkan di atas. Mungkin ada yang
mengatakan, sepanjang tahu maksudnya, tidak apa-apa. Toh, itu merupakan
kutipan dari narasumber yang ahli di bidangnya. Bisa saja narasumber lupa
angka pastinya, lalu dia menyampaikan perkiraan dalam bentuk rentang, seperti
contoh 3. Tentu kita menghargai pendangan itu.
Apalagi, jika dipakai pada ragam bahasa informal. Namun, untuk ragam bahasa
formal, pandangan semacam itu sebaiknya kita hindari. Bayangkan, jika naskah
atau artikel itu kemudian dijadikan rujukan untuk pengambilan keputusan di
masa yang akan datang. Tentu saja, kelak pengambil keputusan akan
bingung, berapa sebenarnya angka pastinya. Ini akan berdampak pada
berkurangnya rasa kepercayaan terhadap narasumber, termasuk pada artikel atau
sumber yang dikutip. Hal lain, jika artikel atau naskah yang
memuat kalimat itu digunakan sebagai barang bukti di pengadilan atau sengketa
hukum lainnya. Sudah barang tentu pernyataan yang memuat data terkait
rata-rata itu tidak bisa dijadikan bukti valid karena masih membingungkan. Penjelasan singkat dan sederhana ini
diharapkan dapat meningkatkan kewaspadaan dan kehati-hatian saat menulis atau
menyunting, terutama saat menemukan kata rata-rata, sehingga bisa langsung
melakukan pembetulan. Dengan begitu, kita bisa mengurangi, bahkan mengakhiri,
kesalahkaprahan penggunaan kata ini. Sebagai informasi, keempat contoh dalam
tulisan ini dicuplik dari berita yang termuat di halaman surat kabar.
Artinya, baik penulis maupun editor atau penyunting bahasa luput melakukan
perbaikan. Kesalahkaprahan penulisan rata-rata, atau
sejumlah kata lainnya, bisa jadi karena penulis mengikuti pola kalimat yang
dianggap benar karena telah termuat di koran, padahal sebenarnya salah. Itu
semua terjadi akibat penulisan rata-rata luput dari pengamatan penulis,
bahkan editor dan penyunting bahasa. Waspadalah! ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar