Produk
Domestik Urusan Siapa Beni Sindhunata ; Direktur Investment and Banking
Research Agency (Inbra) |
KOMPAS,
08 April
2021
Pernyataan Presiden Joko Widodo soal
membenci produk luar negeri pada 5 Maret 2021 tidak perlu diperdebatkan
karena ini bersifat multiaspek. Anggap itu imbauan seorang presiden yang
mengingatkan pentingnya mencintai dan bangga produk domestik oleh bangsa
sendiri. Jika tidak benci produk asing, tentu pernyataan ini tidak bergaung
karena narasi ”aku cinta Indonesia” bahkan bisa hilang dari pikiran sebagian
271 juta penduduk Indonesia. Pernyataan yang dilontarkan pada Rapat
Kerja Kementerian Perdagangan itu tentu penting dalam pengembangan produk
domestik. Dalam konteks ini terkait pengembangan produk domestik, di
antaranya mencakup hal berikut. Pertama, sudahkah penduduk atau konsumen
domestik itu menyadari dirinya sendiri sudah mencintai, perlu mememajukan,
serta bangga produk dalam negeri. Atau, malah masih bangga dengan produk
asing dengan alasan apa pun. Seharusnya sikap ini juga harus dimiliki
dan direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari para pihak yang meramaikan
pernyataan tersebut. Sikap yang masih suka produk impor, padahal itu sudah
bisa diproduksi di dalam negeri, juga terjadi di BUMN terbesar negeri ini
sehingga pejabatnya dipecat langsung oleh Presiden. Kedua, sikap benci produk asing jelas tidak
tepat lagi di era globalisasi karena semakin berkembangnya konsep rantai
nilai global (global value chain/GVC) sehingga susah mencari asal-usul negara
suatu produk karena semua produsen dan korporasi sudah saling terkait
antarnegara. Apalagi diukur dari tingkat komponen dalam
negeri (TKDN) atau local content. Namun, kunci utama adalah kepentingan konsumen
domestik yang juga harus mengacu kembali pada hukum dasar ekonomi, yakni
mutu, harga, dan selera. Sebelum membahas itu, kita lihat fakta
berikut tentang impor nasional. Tahun 2020, total nilai impor Indonesia 141
miliar dollar AS, meliputi bahan baku penolong 72 persen, barang modal 16,7
persen, dan barang konsumsi 10,3 persen. Impor barang konsumsi 14,6 miliar
dollar AS. Inilah yang jadi pasar pembeli barang konsumsi luar negeri,
khususnya sandang pangan. Sementara lima tahun (2016-2020) terakhir, impor
terbesar 188,7 miliar dollar AS terjadi pada tahun 2018. Promosi
produk domestik Ketiga, sikap mencintai produk dalam negeri
sebagai sifat rasa nasionalisme negara dan itu sikap yang seharusnya. Sikap
ini tentu bukan hal mudah, tetapi butuh waktu panjang dan jangan sampai
menjadi chauvinism yang kebablasan. Jepang dan Korea Selatan sudah membuktikan
mampu memopulerkan kuliner tradisional mereka, sushi dan kimchi, menjadi
terkenal di pentas global. Sebab, terlalu memperketat atau memproteksi konsumen
dan produksi domestik dan hanya membesarkan ekspor juga bukan sikap baik
dalam tata krama perdagangan global. Fakta perdagangan global menunjukkan, tiga
besar importir dunia tahun 2019 (AS, China, dan Jerman) dan tiga besar
eksportir dunia (AS, China, dan Jerman) selalu mendominasi perdagangan global
setengah abad ini. Ekspor dan impor ibarat dua sisi berbeda
dari mata uang yang sama, tidak ada negara yang besar hanya melarang impor
atau sebaliknya hanya mengandalkan ekspor. Sebab, setiap negara bisa meretaliasi
negara lain sesuai aturan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Keempat, jadi sikap mengembangkan dan
memajukan produk domestik. Semua itu harus diawali dan dikembangkan oleh
kesadaran rakyat sendiri, daya saing produsen UKM, dan dukungan kebijakan
pemerintah. Pasar yang besar tidak menjamin bahwa produsen atau konsumen
domestik menikmatinya. Seperti kata Savio Chan dan Michael Zakkour
(China’s Super Consumer, 2014), China, pasar yang luar biasa menjanjikan
potensi besar, tetapi itu tidak menjamin bakal maraknya produk mewah dengan
label merek asing, bersama dengan produk domestik. Sebab, kedua pasar ini
bisa berbeda harga sekitar 50 persen karena setiap konsumen memiliki tipe
produsen yang berbeda meski China memiliki 1,3 miliar konsumen yang juga
sangat fleksibel. Seorang Jack Ma akan butuh dukungan UKM
yang berdaya saing tangguh, bermutu, dan masuk pentas global. Negeri yang
lima kali lebih banyak penduduknya dibandingkan Indonesia, yang punya
konsumen dan berdaya beli tinggi, itu juga tidak lepas dari tren dan selera
konsumennya. Impor barang konsumsi 14,6 miliar dollar AS
yang diserap oleh konsumen domestik itu tentu bukan nilai yang kecil. Apalagi
sebagian barang konsumsi ini, khususnya sandang dan pangan, bisa diproduksi
di dalam negeri oleh ribuan UMKM nasional yang saling membutuhkan dan saling
menguntungkan. Jadi, pengembangan atau promosi produk domestik adalah
tanggung jawab domestik (pemerintah dan konsumen domestik), tidak hanya
urusan pemerintah, apalagi pihak asing. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar