Pangan,
Ramadhan, dan Kebijakan Pemerintah Imam Santoso ; Ketua Forum
Komunikasi Perguruan Tinggi Teknologi Pertanian Indonesia/Dekan dan Guru
Besar Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya |
KOMPAS, 28 April 2021
Pangan di berbagai belahan dunia tetap
menjadi salah satu prioritas kebijakan negara. Tentu dengan problematika dan
dimensi yang berbeda. Kehadiran negara dalam urusan pemenuhan
kebutuhan pokok ini bukan saja untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan pangan,
tetapi juga memastikan seluruh pelaku terkait terutama petani memperoleh
insentif nilai produksi yang memadai atas jerih payahnya berproduksi. Setelah beberapa minggu lalu isu pangan
yang lebih mengemuka adalah perihal kontroversi impor, kini perhatian
tercurah pada bagaimana pemenuhan kebutuhan pangan di bulan Ramadhan, serta
menjamin kualitas panen dan harga gabah yang saat di berbagai wilayah sedang
panen raya. Seperti diketahui, dimensi pangan tidak saja
dalam konteks penyediaan kesejahteraan bagi berjuta petani yang sangat
bergantung pada sektor pertanian. Perannya juga sangat strategis dalam
kebutuhan primer manusia. Karenanya, sangat relevan pemerintah memberikan
perhatian yang tinggi, terutama saat memasuki bulan Ramadhan. Menteri Pertanian menyatakan, selama
Ramadhan pemenuhan kebutuhan pangan aman. Hal ini didukung data yang
diungkapkan Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian Momon Rusmono bahwa
ketersediaan pangan pokok aman setidaknya hingga akhir Mei 2021. Beras
diperkirakan surplus 12,56 juta ton akibat panen raya yang relatif berjalan
baik. Bahkan, ketersediaan jagung sampai akhir
Mei diperkirakan akan surplus 3,4 juta ton, bawang merah surplus 28.000 ton, dan cabai besar surplus
64.000 ton. Selain itu, daging ayam diprediksi akan
surplus 202.000 ton, telur ayam ras akan surplus 73.000 ton, dan minyak
goreng akan surplus 475.000 ton (Kontan, 13/3/2021). Peran
strategis Perhatian pemerintah yang relatif besar ini
menunjukkan bahwa penyediaan pangan ini sangat strategis. Ada beberapa hal penting yang perlu
diperhatikan dalam penyediaan pangan. Pertama, dalam bulan-bulan penting
terutama bulan Ramadhan dan juga Desember menjelang Natal dan Tahun Baru,
pangan harus tersedia, berkualitas, dan terjangkau. Hal ini bukan saja
berkaitan dengan produksi dan distribusi, tetapi juga dengan bagaimana
kebijakan untuk menjadikan produk pangan berkualitas dan terjangkau. Dari sisi keterjangkauan, seperti kita
ketahui bahwa masih banyak penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan.
Terlebih, sebagai efek pandemi Covid-19, berdasarkan data BPS per September
2020, jumlah penduduk miskin mencapai 27,55 juta orang atau setara dengan
10,19 persen. Jumlah penduduk miskin ini bertambah 2,76 juta orang dibandingkan
periode yang sama tahun lalu (Kompas, 16/2/2021). Berkaitan dengan kualitas, setidaknya bisa
kita lihat dari penerapan teknologi penanganan pasca-panen, sistem
penggudangan, dan masa simpan beras. Penanganan pascapanen di tingkat petani
sangat beragam. Jika di level kebijakan telah gencar dibicarakan smart
farming atau dikenal juga dengan pertanian presisi, di level petani khususnya
petani dengan level pengelolaan lahan kurang dari satu hektar, bahkan
lokasinya terpencar, bisa dipastikan mereka saat ini masih serba manual. Untuk menyimpan bahan pangan agar bisa
dikonsumsi dalam beberapa bulan ke depan, umumnya sistem penggudangan di
level petani masih sederhana dan tanpa adanya kontrol terhadap kondisi
penyimpanan. Masa simpan beras di tingkat petani sangat beragam karena
berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan nonpangan yang hanya bisa dipenuhi dari
menjual beras. Kedua, penyediaan pangan juga harus
memastikan bahwa petani juga mendapatkan insentif produksi yang memadai. Hal
ini penting untuk mendukung minat petani untuk tetap berproduksi. Beberapa
catatan Berikut adalah beberapa hal yang perlu
menjadi catatan dan perhatian. Pertama, ketersediaan sarana produksi,
terutama pupuk bersifat kritis karena setiap tahun selalu dikeluhkan. Untuk
tahun 2021, seperti disampaikan Kementerian Pertanian, ketersediaan pupuk
bersubsidi hanya 9 juta ton, dari yang diusulkan 24 juta ton (Kompas,
12/1/2021). Kedua, melanjutkan kebijakan dan strategi
diversifikasi pangan dengan tetap mempertahankan atau bahkan memperkuat pola
konsumsi terhadap produk pangan lokal. Ketiga, memberikan perhatian yang lebih
besar terhadap usaha-usaha untuk mempertahankan lahan pertanian secara
berkelanjutan. Hal ini karena disinyalir konversi lahan pertanian ke
nonpertanian berlangsung masif. Direktur Pengendalian Hak Tanah, Alih Fungsi
Lahan, Kepulauan dan Wilayah Tertentu Asnawati mengungkapkan, alih fungsi
lahan sawah ke non-sawah setiap tahun sekitar 150.000 hektar (Kompas,
22/2/2021). Keempat, memberikan insentif dalam beberapa
aspek strategis yang mendorong lahirnya petani muda, petani milenial.
Kementerian Pertanian menargetkan pada 2024 akan mampu mencetak 2,5 juta
petani milenial. Program ini sangat strategis di tengah makin menurunnya
minat petani muda menekuni sektor pertanian. Kelima, mendorong teknologi produksi,
teknologi penanganan pasca-panen, dan pengolahan produk yang memberikan
manfaat dari sisi mempertahankan nutrisi, memperkaya dan bahkan mendukung
perubahan pola konsumsi pangan ke arah yang lebih baik. Keenam, penguatan tata kelola rantai pasok
untuk mengurangi kehilangan pasca-panen, mempertahankan kualitas, serta
mewujudkan distribusi nilai ekonomi dan bagi keuntungan yang adil dan
proporsional. Kehilangan hasil mulai dari saat panen dan
pasca-panen produk pertanian bervariasi. Perwakilan FAO Asia Pasifik, Rosa
Rolle, pada 2015 menyatakan sekitar 1,3 miliar ton per tahun produk pangan
mengalami kerusakan, tidak memenuhi standar kualitas, hilang, atau
kadaluwarsa sehingga tidak dapat dikonsumsi. Padahal, jutaan penduduk dunia
kekurangan makanan. Kualitas pangan perlu terus dijaga dalam
proses distribusi, sejak dari panen hingga siap dikonsumsi, karena pangan
tidak sekadar untuk memenuhi kebutuhan kalori, tetapi juga untuk mencukupi
nutrisi masyarakat. Di sinilah posisi teknologi penanganan pasca-panen dan
pengolahan untuk mempertahankan kualitas menjadi sangat penting. Beragam ikhtiar pemerintah untuk
menyediakan pangan bagi rakyatnya, terutama dalam menghadapi bulan-bulan
penting, perlu diapresiasi sebagai langkah nyata dalam menyediakan pangan
bagi masyarakat, sekaligus memajukan sektor pertanian di satu sisi dan
memberikan kesejahteraan bagi petani dan masyarakat pada umumnya. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar