Merencanakan
Pemilu 2024 sejak Dini Viryan Aziz ; Anggota KPU RI; Ketua Divisi Data
dan Informasi KPU RI |
KOMPAS,
03 Maret
2021
Pemilu merupakan pembangunan politik yang
kolosal sekaligus fundamen bagi keberlangsungan demokrasi suatu negeri.
Karenanya, pemilu sedapat mungkin direncanakan dengan matang meskipun telah
berkala lima tahun sekali dilaksanakan. Bila revisi UU No 7 Tahun 20217 tak
dilakukan pemerintah dan DPR, perencanaan dan persiapan pemilu dapat langsung
dikerjakan oleh KPU dan para pihak terkait. Pentingnya persiapan sejak dini
karena pada tahun 2024 diselenggarakan dua pemilu serentak. Beranjak dari pengalaman mengelola
pelaksanaan pemilu 2019, salah satu keterbatasan yang dihadapi adalah
minimnya waktu merencanakan tahapan, program, dan jadwal. Penyusunan UU Nomor 7 Tahun 2017 memakan
waktu yang cukup lama dan diundangkan tanggal 16 Agustus 2017, sedangkan
tahapan Pemilu 2019 harus dimulai tanggal 17 Agustus 2017 atau selisih hanya
satu hari. Hal ini sesuai Pasal 167 Ayat 6 UU Nomor 7
Tahun 2017 yang mengamanatkan tahapan penyelenggaraan pemilu dimulai paling
lambat 20 bulan dari waktu pemungutan suara yang jatuh pada 17 April 2019. Nasib baik pada persiapan Pemilu 2014,
tahapan pemilu dimulai pada 9 Juni 2012 atau hampir satu bulan sejak UU No 8
Tahun 2012 diundangkan pada 8 Mei 2012. Tradisi persiapan pemilu di Indonesia sejak
tahun 1955 hampir selalu terbatas waktunya. Hendaknya tradisi ini tidak
diteruskan sehingga persiapan atau perencanaan Pemilu 2024 dapat lebih baik
dilakukan. Meski dengan keterbatasan waktu yang ada,
keberhasilan pemilu serentak 2019 terwujud dengan tingkat partisipasi
mencapai 81 persen, berhasil melawan banjir disinformasi, dan pelayanan hak
pilih warga negara juga berjalan baik. Meski demikian, di sisi lain terjadi
sejumlah peristiwa yang perlu dicegah agar tak terulang kembali, seperti
wafatnya 722 petugas pemilu, seleksi anggota KPU di daerah, kampanye pemilu
serentak, penggunaan teknologi informasi hingga hasil pemilu yang lama, yaitu
33 hari setelah pemungutan suara. Merencanakan
sejak dini Menyiapkan dengan waktu yang sangat cukup
menjadi semakin penting karena yang disiapkan dua pemilu serentak pada satu
tahun. Produk hukum yang digunakan adalah UU Nomor 7 Tahun 2017, UU Nomor 10
Tahun 2016, serta Putusan MK terkait dengan kedua UU tersebut. Pengalaman
pemilu serentak kepala daerah 2015, 2017, 2018, dan 2020 serta pemilu
serentak 2019 menjadi pelajaran sangat berharga. Mengacu pada ketentuan Pasal 167 Ayat 6 UU
Nomor 7 Tahun 2017, apabila pemungutan suara pemilu nasional pada April 2024,
maka tahapan pemilu dimulai pada Agustus 2022. Idealnya penyelenggara pemilu
dan kementerian/lembaga terkait bersama sama menyiapkan sejak dini. Pengalaman Pemilu 2019 memperlihatkan peran
signifikan kementerian/lembaga terkait secara proporsional, seperti
Kemendagri, Kominfo, TNI/Polri, Kemenkes, BSSN, pemerintah daerah, hingga
dunia usaha termasuk penyedia kertas. Pada Pemilu 2019 sempat ada masalah
kekosongan bahan baku surat suara, sesuatu yang tidak pernah terjadi
sebelumnya. Paling tidak terdapat tiga tantangan yang
perlu mendapat perhatian untuk persiapan Pemilu 2024 sejak dini. Pertama,
wafatnya 722 petugas pemilu 2019, meski petugas pemilu wafat telah terjadi
sejak pemilu 1955, yaitu 67 petugas wafat. Meminimalkan petugas pemilu wafat dapat
dilihat pada dua aspek, kondisi petugas dan beban tugas yang berat. Petugas
pemilu wafat tidak hanya terjadi pada mereka yang berusia tua, tetapi juga
terjadi pada petugas usia sekitar 20-30 tahun. Membatasi usia penyelenggara badan adhoc
baru menyelesaikan satu aspek, tetapi penting dicari alternatif menyelesaikan
aspek beban kerja yang berat. Kedua, penggunaan teknologi informasi
pemilu. KPU sudah mengembangkan tujuh sistem informasi tahapan, yaitu
Sidalih, Sidapil, Sipol, Silon, Sidakam, Silog, dan Situng. Namun, dasar
hukum untuk seluruh sistem informasi tersebut belum ada di UU, sementara ini
hanya Sidalih. Sipol yang telah digunakan KPU yang
kemudian dianulir oleh Bawaslu menjadi catatan penting perlunya dasar hukum
kuat setingkat undang-undang untuk teknologi informasi pemilu. Ketiga, hasil akhir pemilu secara resmi
yang relatif lama ditetapkan. Pada Pemilu 2019, hasil pemilu secara resmi memerlukan
waktu selama 33 hari dari waktu pemungutan suara. Kegiatan yang cukup lama
adalah penghitungan dan rekapitulasi suara di TPS. Jalan keluar masalah ini dapat menggunakan
rekapitulasi elektronik (Sirekap). KPU telah mengembangkan dan menggunakan Sirekap
pada pilkada serentak 2020 sebagai langkah awal untuk Pemilu 2024. Namun,
perlu kesiapan infrastruktur internet seluruh negeri dan penyempurnaan
aplikasi sirekap. Merencanakan pemilu 2024 sejak dini perlu
kesepakatan bersama, khususnya pemerintah dan DPR. Bila telah ada kesepakatan
bersama tersebut, KPU dapat langsung menyusun peraturan KPU tentang tahapan,
program, dan jadwal Pemilu 2024. Selain itu, KPU dan pihak terkait juga
dapat bekerja mulai tahun ini melakukan persiapan teknis pemilu 2024. Dengan
persiapan/perencanaan lebih awal, diharapkan kualitas pemilu berikutnya
semakin lebih baik, termasuk meminimalkan dampak negatif yang tak diharapkan
terulang. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar