Kepemimpinan
Sains dan Siasat Baru Melawan Pandemi Covid-19 Daeng M Faqih ; Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) |
KOMPAS,
13 Maret
2021
Setahun pandemi Covid-19, masyarakat global
masih berjuang keras menghadapi serangan virus itu dengan kompleksitas dan
dinamika tinggi. Karakter virus ditemukan mampu berubah cepat dan membuat
para ahli bekerja keras mengendalikannya. Pandemi ini juga telah menciptakan krisis
kesehatan dengan dampak merontokkan ekonomi global, dan memberikan pelajaran
bahwa kondisi kesehatan masyarakat dan situasi ekonomi adalah dua hal tidak
dapat dipisahkan. Sejarah akan menilai mana pilihan yang diambil oleh
negara-negara dalam menghadapi pandemi. Kita semua akan menjadi saksi
sejarah. Jika kita setuju kesehatan lebih penting,
maka mulai saat ini Indonesia harus segera menyusun Sistem Kesehatan Nasional
sebagai bagian penting dalam Sistem Ketahanan Bangsa. Penyelesaian pandemi memerlukan pendekatan
kepemimpinan sains. Apapun latar belakang politik dan ideologi negara itu,
harus berpedoman pada pendekatan mutakhir sains untuk menyelesaikan pandemi.
Banyak hoaks dan spekulasi yang justru menjauhkan para pengambil kebijakan
dari sains, dan kini saatnya kita kembali ke jalan ilmu pengetahuan yang
benar. Apakah pandemi akan berakhir dalam waktu
dekat atau berlangsung lebih lama dengan aneka mutasi virus yang terjadi?
Keduanya serba mungkin, keduanya bisa terjadi. Hal terpenting adalah negara dapat segera
membuat sistem kebal pandemi, sehingga mutasi virus yang terjadi tak lagi
menebar ketakutan dan masalah, dan pembangunan dapat terus berjalan. Kaitan ekonomi dan kesehatan ini sangat
signifikan untuk diperhatikan. Kelumpuhan ekonomi berdampak langsung terhadap
peningkatan infeksi dan kematian (Petersen et al, 2020), sehingga kedua
sistem harus dipulihkan secara bersamaan. Dengan demikian, negara bisa
terlindungi dari bencana kerusakan ekonomi, masyarakat dan kelumpuhan
pemerintahan. Hidup harus bergerak, dan penghentian
aktivitas hidup akan mengganggu rutinitas ekonomi, bahkan juga menyebabkan
stres kronis, yang dalam jangka panjang, menimbulkan gangguan imunitas,
endokrin dan sistem saraf (Dahmen et al, 2018; Juruena et al, 2020). Selangkah
di depan virus Studi menunjukkan stres berkepanjangan juga
membuat terjadinya pelepasan mediator inflamasi di otak sehingga bila
terinfeksi Covid-19 cenderung menjadi berat (Brenhouse and Schwarz, 2016),
hingga gangguan sistemik (Jiang et al, 2018), menjadi presdisposisi
terjadinya gangguan psikopatologis (kecemasan dan depresi) di kemudian hari,
menjadi agresif, psikosis, depresi dan neurosis, dan menjadi rentan terhadap
infeksi Covid-19 (Ibi et al, 2008; Veenema, 2009; Calcia et al, 2016). Pertanyaannya, mengapa pandemi belum
terkendali padahal kita sudah melakukan 3M (memakai masker, menjaga jarak,
dan mencuci tangan)? Pengkajian hal ini harus terus dilakukan,
dan usaha mitigasi penyebaran Covid-19 yang belum efektif, harus segera
diubah dengan metode-metode lain sebelum terlambat dan negara tereliminasi
oleh virus. Perlu dipikirkan strategi perlindungan satu langkah di depan
serangan virus (one-step ahead). Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB
IDI) telah mengumpulkan sejumlah data penting yang harus diketahui oleh
masyarakat agar dapat menjaga diri sebaik mungkin. Pertama, kita menghadapi virus yang baru,
dengan sifat yang berbeda dengan virus yang pernah ada, kecepatan mutasi yang
cepat. Belum lama ini ditemukan lagi varian terbaru di Inggris N439K. Varian
ini bahkan lebih cerdas dari varian sebelumnya, karena ikatan terhadap
reseptor ACE2 di sel manusia lebih kuat, dan tidak dikenali oleh polyclonal
antibody yang terbentuk dari orang yang pernah terinfeksi, dan saat ini sudah
menyebar di lebih 30 negara (Thomson et al, 2021). Kedua, dari data yang didapati, penularan
virus melalui aerosol, sehingga yang paling sulit adalah mengendalikan
orang-orang yang asimtomatis. WHO mengingatkan dunia bahwa penyebaran
SARS-CoV-2 adalah transmisi airborne (melalui droplet udara) microdroplets
(5µm). Transmisi aerosol tidak mesti batuk atau bersin, bernapas normal pun
ternyata dapat menularkan. Penyebaran dalam bentuk droplet (batuk,
bersin, napas dan berbicara) berukuran lebih dari lima mikron akan mengendap
di lantai, sedangkan ukuran kurang dari 0,8 hingga 10 μmikron tetap ada di
udara hingga 1-3 jam (virus bisa hidup). Ukuran aerosol virus terbanyak (0,5 hingga
5 μmikron) adalah ukuran paling lazim terhirup napas (Zuo et al., 2020).
Penularan dapat terjadi tanpa disadari karena satu dari tiga orang bisa
bersifat asimptomatik/pre-simptomatik (tidak bergejala, tetapi mempunyai
kemampuan menyebarkan virus sama dengan orang terinfeksi yang bergejala). Pada seseorang yang terinfeksi, baik
bergejala maupun tidak, secara tak disadari virus dapat menyebar dari napas
yang dihembuskannya. Dilaporkan, saat orang terinfeksi, ia akan menyebarkan
virus hingga 1,03x105 dan 2,25x107 RNA SARS-CoV-2 virus per jam, ke dalam
ruangan (26,9 persen) (Ma et al, 2020). Rata-rata penularan terjadi 35 persen dari
droplet (terutama jarak dekat), 57 persen dari inhalasi (microdroplet), dan
hanya 8,2 persen dari kontak (permukaan benda-benda yang menempel di tangan
ke wajah) (Jones, 2020). Ruangan tertutup bersirkulasi udara buruk
berpotensi menjadi wadah penyebaran virus (Kumar and Morawska, 2019). Orang
terinfeksi akan melepaskan partikel virus ke ruangan, dan jika konsentrasi
virus dalam ruangan tinggi, maka orang sangat sehat pun bisa tertular. Apalagi sistem ventilasi umumnya
menggunakan AC sentral, dan bila sirkulasi udara buruk serta kurang cahaya
ultraviolet, virus SARS-CoV-2 dapat bertahan hidup hingga tiga jam dalam
ruangan (Van Doremalen et al., 2020). Faktor lain seperti iklim, cuaca, suhu,
kelembaban dan sinar matahari juga memengaruhi penyebarannya (Chen et al.,
2020; Coccia et al. 2020). Ketiga, pemakaian masker yang sesuai
(masker medis, N95, KN 94, KF 94) bisa melindungi hingga 90 persen mencegah
penularan dan tertular. Penggunaan masker yang baik dan benar sangat penting,
meski ada risiko hingga 10 persen keluarnya droplet dan microdroplet dengan
pemakaian masker yang benar sekalipun, namun ini sangat bermakna dalam
menurunkan transmisi. Penggunaan masker di tempat umum menjadi
wajib, mengingat antara 5-80 persen orang yang dites positif SARS-CoV-2
mungkin tak menunjukkan gejala (Heneghan, et al, 2020). Keempat, kebugaran dan tidak stres
merupakan kunci utama, orang yang sehat dan bugar ketika terinfeksi sekalipun
cenderung tidak bergejala (asimtomatik) atau gejala ringan dan orang yang
memiliki penyakit, baik di ketahui atau tidak, berisiko mengalami badai
sitokine yang membawa ke fase berat hingga kritis dengan progesivitas yang
kadang sulit ditebak. Menjaga
kesehatan Dari temuan di atas, dapat kita simpulkan,
bahwa 3-M saja belum cukup. Harus dipastikan, semua ruangan yang di dalamnya
terdapat orang berkumpul, berventilasi terbuka atau dipasang pembersih udara
yang dapat membunuh virus 99,9 persen. Kemampuan pembentukan antibodi ternyata
bersifat individual, maka selain vaksinasi Covid-19, ketaatan terhadap
protokol kesehatan dan upaya menurunkan viral load sangat diperlukan untuk
mengakhiri pandemi. Tentu saja, hal penting lain yang harus
terus dijaga adalah tubuh yang sehat dan tidak stres. Karena itu masyarakat
harus menjaga kesehatan sebaik mungkin. Mereka yang memiliki komorbid harus
teratur berobat dan terkontrol. Upayakan skrining komorbid, agar dapat segera
diobati jika ada masalah, sehingga dapat lebih aman dan berisiko rendah
ketika terinfeksi Covid-19. Kedua, memastikan bahwa masker yang dipakai
—baik dari pembelian daring atau pun di outlet-outlet— adalah masker yang
bisa melindungi, yaitu dapat menutup semua celah ke hidung dan mulut,
memiliki lapisan penyaring virus yang benar dan ada izin edar. Ketiga, semua ruangan atau tempat umum,
baik tempat usaha, perkantoran, sekolah, tempat ibadah maupun lainnya, harus
membuka jendela. Ventilasi terbuka sangat penting untuk meminimalkan udara
yang mengandung virus (menurunkan viral load), terutama dari embusan napas,
berbicara atau bahkan batuk/bersin yang keluar dari orang-orang tanpa gejala
(asimptomatik) dan pre-simtomatik. WHO menganjurkan untuk membuka jendela
dalam ruangan yang tertutup. Jika di ruangan itu tidak bisa membuka jendela,
maka udara dalam lingkungan tempat berkumpul tersebut secara konsisten dan
terus-menerus harus dibersihkan udaranya dengan sterilisator ataupun
pembersih udara (air purifier) yang dapat menyaring dan membunuh virus hingga
99,9 persen. Sebaiknya para penyedia tempat umum
bertanggung jawab untuk menyediakan lingkungan yang aman di mana orang-orang
akan berkumpul. Untuk hal ini bagusnya ada regulasi, sehingga dipatuhi oleh
penyedia ruangan. Selain itu, sebaiknya ada ketetapan untuk
standar masker yang melindungi, sehingga masyarakat tidak saling menyebarkan
virus. Perlu kerja sama yang seirama antara masyarakat dan penentu kebijakan
agar penderitaan akibat pandemi ini dapat segera terkendali dan semoga akan
segera berakhir. Dan untuk mencapai tahap tersebut, hidup dan roda
perekonomian harus tetap berputar. Kedua faktor harus berimbang dan tidak
saling dikorbankan. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar