PROSPEK
PERTUMBUHAN 2021 |
Kasus merebaknya demonstrasi dan
kerusuhan di beberapa negara Eropa seperti Belanda dan Denmark—yang termasuk
mempunyai tingkat kemakmuran dan indeks kebahagiaan happiness tertinggi di
dunia—menentang karantina wilayah, merupakan pelajaran bagi negara-negara
lain. Fakta menunjukkan, di negara-negara maju pun banyak masyarakat yang
hidup dari bisnis skala kecil yang mengandalkan mobilitas. Hal ini menjelaskan mengapa tidak
semua negara Eropa, misalnya Perancis, bergegas untuk memberlakukan karantina
wilayah yang kedua guna mencegah merebaknya varian baru Covid-19 yang diduga
lebih menular. Koreksi
pertumbuhan global Berkenaan dengan hal tersebut,
Kepala Bank Sentral Eropa Christine Lagarde tetap optimistis dan memprediksi
gelombang lockdown yang baru hanya akan menunda pemulihan ekonomi di zona
Euro, tapi tidak akan menggagalkannya. Triwulan IV-2020, zona euro mengalami
pertumbuhan positif 0,7 persen. Namun dengan adanya kebijakan karantina
wilayah akibat varian baru Covid-19, kemungkinan akan terjadinya double dip
recession menjadi meningkat. Zona euro diperkirakan akan mengalami
kontraksi 6,8 persen di tahun 2020 dan untuk 2021 akan terkoreksi 1 persen
poin ke 4,2 persen. Sementara, perekonomian Amerika Serikat (AS) dengan
pemerintahan barunya yang diperkirakan akan tumbuh 5,1 persen. Dalam kesempatan lain, Chief
Economist Dana Moneter Internasional (IMF) Gita Gophinath secara berhati-hati
tetap optimistis, walaupun menyadari bahwa varian baru Covid-19 dapat
berpotensi membahayakan pemulihan ekonomi dunia, terutama di Eropa. Karena perekonomian dunia sudah
sangat terpuruk, maka dari basis yang rendah akan ada lonjakan (low base
effect). IMF memperkirakan pertumbuhan global 2021 akan mencapai 5,5 persen,
suatu kenaikan 0,3 persen dari prediksi sebelumnya di bulan Oktober tahun
lalu. Hal ini tergantung dari perlombaan antara kemajuan program vaksinasi
dan kecepatan virus bermutasi. Untuk tahun 2022, dengan basis
produk domestik bruto (PDB) dunia yang lebih tinggi, pertumbuhan diperkirakan
akan lebih rendah kembali, mendekati ke pola normal, yaitu sekitar 4,2
persen. Bagaimana
di Indonesia? BPS mengumumkan bahwa pertumbuhan
ekonomi triwulan IV-2020 Indonesia sebesar minus 2,19 persen dibandingkan
3,49 persen triwulan lalu. Hal ini menunjukkan sudah terjadi
pergerakan menuju situasi jalur pertumbuhan normal pra-pandemi. Namun,
pertumbuhan triwulanan minus 0,42 menunjukkan kecepatan pemulihan sudah
melandai setelah melonjak (5,05 persen) pada triwulan sebelumnya. Pemulihan ini berjalan landai
karena dari segi permintaan ada pergeseran dari konsumsi pengalaman (leisure)
seperti perjalanan dan kuliner ke barang-barang tahan lama peranti rumah
tangga. Pada masa pra-pandemi keduanya merupakan komplementer, baik secara
siklus bergantian maupun bersama-sama. Pola normal hierarki Maslow (1943)
biasanya bermula dari pemenuhan kebutuhan pokok. Setelah tahap ini terpenuhi,
mulai timbul kebutuhan untuk melakukan aktualisasi sehingga konsumsi mulai bergeser
ke barang-barang tahan lama termasuk perlengkapan rumah tangga/elektronik. Untuk Indonesia, polanya sedikit
berbeda, terutama karena adanya suntikan pendapatan dari bonanza komoditas
pada periode 2004-2012. Bonanza komoditas dan maraknya perkembangan media
sosial membuat terjadinya loncatan yang mempersingkat durasi konsumsi barang
tahan lama sebagai alat utama untuk aktualisasi dan menjadikannya
berdampingan dengan konsumsi pengalaman atau gaya hidup (leisure). Namun, konsumsi leisure dapat juga
menggeser porsi barang tahan lama sebagai simbol kelas menengah yang mapan,
baik karena income effect maupun subsitution effect. Aktualisasi kelas
menengah berubah ke gaya hidup atau pengalaman hidup (leisure), karena dapat
secara instan mendapatkan komentar/pujian dari kelompoknya, misalnya dalam
grup Whatsapp (WA). Berkembangnya kelas menengah di kota-kota menengah turut
memperkuat kecenderungan ini. Dampaknya adalah pertumbuhan yang
dapat mencapai 6 persen, bahkan lebih, pada periode 2004-2012. Berakhirnya
bonanza komoditas tidak serta-merta menghilangkan efek ini, karena menjadi
kebiasaan baru di mana siklus belanja saling bergantian atau komplementer,
seperti dua vektor yang saling memperkuat. Hasilnya, pertumbuhan setelah
bonanza komoditas masih dapat dipertahankan pada tingkat steady-state 5
persen per tahun. Pergeseran
akibat pandemi Pola konsumsi di atas bergeser
kembali ketika pandemi mulai terjadi Maret 2020. Selama lebih kurang satu
tahun masyarakat tampaknya sudah melakukan adaptasi. Secara garis besar,
model adaptive learning dari Hopkins (2007) mem-postulasi-kan bahwa
masyarakat mempelajari perbedaan kualitas dua produk. Produk mana yang akan
dinilai lebih berkualitas tinggi, akan tergantung dari informasi dan persepsi
situasi lingkungan melalui pembelajaran adaptif. Dalam penerapannya, untuk situasi
pandemi di Indonesia, barang tahan lama dan leisure dapat digabung menjadi
satu barang komposit tersendiri ala fungsi utilitas variable elasticity of
substitution (VES), barang lainnya dalam fungsi utilitas itu adalah kebutuhan
untuk tetap sehat dalam situasi pandemi. Meningkatnya porsi tabungan
(average propensity to save) dari 18,6 persen pada awal pandemi Maret 2020 ke
20,8 persen di akhir 2020 menunjukkan bahwa terdapat daya beli dari berbagai
sumber, termasuk bansos, yang untuk sementara tidak dibelanjakan. Hal ini
terjadi karena persepsi kesehatan yang memburuk sebagai akibat peningkatan
kasus positif harian setelah liburan panjang akhir Oktober, Natal, dan Tahun
Baru. Berdasarkan Survei Indeks
Keyakinan Konsumen (IKK) dari Bank Indonesia (BI), peningkatan rasio tabungan
ini terjadi di semua kelompok pendapatan. Pemerintah telah mencoba
menanganinya dengan program Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat
(PPKM) Mikro. Namun, bagaimana dampak PPKM terhadap perilaku tabungan, masih
harus menunggu survei IKK berikutnya. Secara prinsip, situasi pandemi
telah membuat konsep leisure menjadi berubah. Namun, bagi kelas menengah,
kebiasaan lama sulit hilang, masyarakat merasa perlu untuk tetap melakukan
aktualisasi dan relaksasi sekaligus. Belanja dan relaksasi bercampur menjadi
satu, bukan mengunjungi mal, melainkan pusat penjualan perangkat keras
(hardware) peranti rumah tangga. Selain itu, toko-toko perlengkapan
olahraga dan penjual tanaman dan ikan hias terdekat juga menjadi bagian dari
menu relaksasi akhir pekan. Dampaknya adalah mulai terjadinya
arus balik dari konsumsi leisure murni seperti perjalanan wisata jarak jauh
ke konsumsi barang tahan lama. Indeks pembelian barang tahan lama meningkat
dari titik terendah 66 pada Mei 2020 ke 79,8 pada Desember, suatu kenaikan
signifikan sebesar 21 persen. Kendati demikian, secara absolut
indeks masih di bawah 100, yang berarti masih berada di zona pesimis. Hal ini
mengindikasikan masih cukup besar proporsi tabungan yang tidak dibelanjakan
untuk berjaga-jaga. Dengan begitu, walaupun pada
Januari 2021 angka purchasing manager index (PMI) sudah mencapai 52,2,
pertumbuhan manufaktur tetap terkontraksi karena tidak terjadi merata di
seluruh subsektor manufaktur. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS)
yang terkini, tren pertumbuhan tahunan sektor manufaktur masih negatif
walaupun besarannya membaik. Pertumbuhan triwulan III-2020
sektor manufaktur secara tahunan (yoy) membaik dari minus 6,19 persen di
triwulan II ke minus 4,31 di triwulan III dan selanjutnya ke minus 3,16
persen di triwulan IV-2020. Pertumbuhan triwulanan (q-to-q) minus 0,38 persen
di triwulan IV-2020, padahal di triwulan sebelumnya sangat impresif, sebesar
5,22 persen. Ini menunjukkan pemulihan mulai melandai karena konsumsi
barang-barang tahan lama tak dapat terjadi terus- menerus, tetapi mengikuti
suatu siklus. Peranan sektor manufaktur
non-migas adalah sekitar 17,6 persen dari PDB sehingga resiliensinya
diperlukan untuk menjaga momentum pertumbuhan. Hal lain yang membantu sektor
manufaktur adalah kebiasaan baru membeli perkakas rumah tangga lewat daring
(online). Penerapan lockdown akhir pekan
yang menjadi wacana akhir-akhir ini berpotensi menghilangkan peran sektor
manufaktur dalam menjaga pemulihan ala huruf V yang walaupun lebih datar,
paling tidak berubah menjadi pola W. Pertumbuhan
2021 Dengan masih terpuruknya sektor
transportasi, perdagangan, hotel dan restoran yang mempunyai porsi sekitar 20
persen dari PDB, tampaknya pola pemulihan ekonomi di 2021 akan berbeda dari
krisis ekonomi sebelumnya. Pertumbuhan tahunan sektor
transportasi di triwulan IV-2020 adalah minus 13,42 persen, sedikit membaik
dari minus 16,71 di triwulan sebelumnya. Sedikit membaik, tetapi tetap saja
masih terkontraksi. Di periode yang sama, sektor perdagangan masih terkontraksi
minus 3,64 persen. Sektor-sektor tersebut terkait dengan mobilitas yang
terdampak, terutama oleh kekhawatiran penggunanya. Pergeseran konsumsi di atas jelas
tidak cukup untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi memasuki zona positif.
Pertumbuhan PDB triwulan IV-2020 masih terkontraksi dengan minus 2,19 persen
(yoy) walaupun sudah membaik dari minus 3,49 persen di triwulan sebelumnya.
Pertumbuhan triwulanan minus 0,38 persen, juga menggarisbawahi pola pemulihan
V yang lebih datar. Beberapa sektor seperti jasa
informasi dan komunikasi serta jasa kesehatan memang tumbuh 10,91 persen dan
16,54 persen, sehingga memberikan kompensasi parsial, tetapi proporsi
keduanya hanya 5,81 persen dari PDB. Dengan situasi seperti ini,
pertumbuhan di triwulan I-2021 kemungkinan akan tetap berada di zona negatif
sekitar minus 2 persen sampai minus 1 persen. Prediksi pertumbuhan untuk
tahun 2021 kemungkinan akan terkoreksi menjadi sekitar 3,2 sampai 3,6 persen. Improvisasi
untuk pemulihan Sebelum pandemi, sektor manufaktur
bersama sektor-sektor transportasi, perdagangan, hotel dan restoran
bergantian atau secara simultan membuat siklus mendorong pertumbuhan. Siklus yang saling melengkapi ini
diperkirakan akan pulih jika program vaksinasi Covid-19 berjalan lancar.
Namun, sambil menunggu penuntasan program vaksinasi, perlu dipertimbangan
pendekatan micro travel bubble yang memasukkan paket kesehatan, transportasi
sehat dan aman pulang pergi ke tempat tujuan dan dibarengi dengan akomodasi
bersertifikat sehat dalam satu paket. Sebagai ilustrasi, perusahaan
kereta api (KA) Amtrak di Amerika, yang selama ini kalah bersaing dengan
transportasi udara dan jalan tol antar-negara bagian, menggunakan pandemi
untuk membangun citra baru transportasi KA antar-kota sebagai gaya hidup
sehat, termasuk dengan menyediakan kamar-kamar di gerbong yang disebut
bedroom dan roomette untuk perjalanan jarak jauh. Waktu tempuh yang lebih panjang di
jadikan branding gaya hidup yang lebih santai menikmati pemandangan wilayah
perdesaan (countryside) sambil tetap bekerja (working from train), sebelum
sampai di tempat tujuan untuk melanjutkan pekerjaan di hotel (working from
hotel/WFH). ● Sumber : ARI KUNCORO (Rektor
Universitas Indonesia), Kompas 18 Januari 2021 |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar