PARTAI POLITIK
Parpol dan
Pendidikan Politik
Oleh : R SITI ZUHRO
KOMPAS, 2 Desember 2019
Demokrasi
itu sejatinya apa? Demokrasi adalah suatu sistem yang menjamin partisipasi,
transparansi, dan akuntabilitas. Demokrasi juga merupakan sistem yang dibangun
atas konsep ”dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat”.
Partai juga
menjadi tempat pelatihan kepemimpinan yang seharusnya dibekali cukup ilmu,
substansi sesuai dengan targetnya sebagai pemimpin di lembaga legislatif,
eksekutif, bahkan yudikatif. Partai juga melakukan pelembagaan
(institusionalisasi) nilai-nilai demokrasi. Secara eksternal, parpol melakukan
pendidikan politik, menyerap dan mengakomodasi aspirasi rakyat, melakukan
pendewasaan politik.
Mengingat
fungsi-fungsi itu, partai menjadi kunci utama yang memerankan peran penting
dalam proses demokrasi. Baik buruknya demokrasi, sehat beradabnya demokrasi
yang kita jalani, akan sangat bergantung pada kualitas partai kita.
Secara umum
menunjukkan bahwa partai di Indonesia belum mampu membangun dirinya sebagai
institusi demokrasi. Konsistensi para elite politik sangat rendah untuk
melakukan hal itu. Tarikan kepentingan yang mengutamakan vested interest lebih
mengedepan. Ini jadi bukti pragmatisme dan oportunisme partai.
Realitas saat ini
Dinamika
politik Indonesia berkembang cukup pesat sejak 1998, yang ditandai dengan makin
menguatnya civil society, perubahan sistem kepartaian, peran DPR (parlemen),
dan pemilihan umum. Parpol dan parlemen cenderung mendominasi kekuatan politik
di Indonesia. Peran politik cukup menonjol.
Ingar-bingar
politik Indonesia tak dapat dilepaskan dari aktivitas parpol dan DPR.
Menguatnya peran parpol dan parlemen ini berpengaruh terhadap peta politik
Indonesia meskipun pengaruhnya tidak seluruhnya positif. Contohnya, fragmentasi
parpol yang terjadi belakangan ini menyebabkan parpol tidak solid. Jumlah
fraksi dari periode ke periode cenderung meningkat. Ironisnya, fragmentasi
kepartaian semakin meningkat ketika kebijakan untuk menaikkan electoral
threshold diterapkan.
Padahal,
ketika electoral threshold dinaikkan, jumlah partai yang punya kekuatan
signifikan di DPR menurun karena kekuatan politik semakin terkonsentrasi.
Seiring dengan itu, jumlah fraksi partai juga kian mengecil sehingga pekerjaan
DPR lebih mudah diprediksi. Masalahnya, tingkat ketidakpuasan massa terhadap
parpol cenderung kian tinggi. Aspirasi dan kepentingan massa tak terwakili
dalam proses pengambilan keputusan/kebijakan publik. Parpol tak melakukan
fungsi intermediasi secara maksimal.
Representasi
yang seharusnya dilakukan parpol untuk menyuarakan kepentingan dan aspirasi
rakyat absen. Parpol juga tampak sibuk dan terjebak dalam pergulatan
kepentingannya sendiri dan mengabaikan massa yang jadi pendukungnya dalam
pemilu. Proses pengabaian ini secara lambat namun pasti telah mendelegitimasi
eksistensi parpol. Bagi massa, parpol gagal melaksanakan peran dan fungsinya
dan cenderung menggunakan institusinya hanya untuk memperjuangkan kekuasaan dan
kepentingannya sendiri.
Karena itu,
rakyat akan mencari solusi atau jalannya sendiri, baik melalui demonstrasi,
protes, maupun gerakan-gerakan yang dibangun untuk menunjukkan soliditas dan
eksistensinya. Muncul tokoh-tokoh politik perseorangan yang kian marak
belakangan ini, seperti terbentuknya komunitas-komunitas dan asosiasi-asosiasi.
Juga gerakan kaum muda yang menginginkan adanya perubahan riil dan kemajuan Indonesia
semakin mengedepan.
Gagalnya
parpol melakukan terobosan-terobosan penting dalam mendorong peningkatan
kesejahteraan dan pemberdayaan masyarakat akan memunculkan lebih banyak lagi
komite-komite/komunitas-komunitas baru atau gerakan-gerakan massa baru yang
menuntut perubahan dan menawarkan tokoh-tokohnya. Atas nama keterpurukan
ekonomi, meningkatnya jumlah kemiskinan dan pengangguran dan kekecewaan
masyarakat terhadap elite politik, ke depan sulit dihindarkan munculnya
gerakan-gerakan massa baru. Kecenderungan departaisme seiring dengan menguatnya
peran tokoh tersebut tampaknya akan berlangsung terus apabila partai tak
melakukan reformasi.
Pergulatan
politik ke depan akan diwarnai oleh maraknya kompetisi antartokoh yang ada
seperti yang kita saksikan dalam pemilu legislatif dan pemilu presiden satu
dekade belakangan ini. Keinginan untuk merampingkan jumlah partai untuk
mewujudkan pemerintahan presidensial yang efektif semakin menguat. Ini
diharapkan sebagai langkah awal merealisasikan terbentuknya pemerintahan yang
didukung partai yang memperoleh suara mayoritas (50 persen + 1) di parlemen.
Dengan cara itu, pemerintah relatif lebih mudah menghadapi hadangan parlemen,
dan parpol diharapkan dapat bekerja lebih profesional.
Problematika parpol
Absennya
beberapa fungsi yang tak dilakukan parpol membuat kepercayaan rakyat kepada
parpol menurun drastis. Parpol belum menjadi partai kader, tetapi lebih
mengandalkan peran ketokohan seorang ketua partai atau ketua dewan pembina
sebagaimana ditunjukkan selama ini. Pembenahan partai tampak semakin sulit di
tengah maraknya kasus korupsi yang dialami partai atau politisi di parlemen.
Upaya untuk menyehatkan politik Indonesia tak kunjung menjadi realitas di saat
distorsi makin intensif.
Sejak 1999
Indonesia dikuasai parpol. Politik menjadi cukup dominan. Dan dampaknya sangat
krusial terhadap sistem politik dan demokrasi di Indonesia. Salah satu
pengaruhnya adalah perubahan dan terobosan politik yang dibuat selama ini
cenderung melompat-lompat dan tak substansial. UU Pemilu yang semestinya
menjadi payung hukum yang kuat dan memberikan kepastian dalam pelaksanaan
pemilu, realitasnya malah memunculkan gugatan-gugatan berupa judicial review ke
Mahkamah Konstitusi (MK).
Sebagai
payung hukum, UU Partai Politik diharapkan dapat memperbaiki sistem kepartaian
yang ada, tetapi yang muncul justru kontroversi dan ketidakpuasan. Padahal,
baik buruknya parpol akan berpengaruh terhadap penguatan dan peningkatan
efektivitas sistem pemerintahan. Bahkan, praktik sistem presidensial banyak menghadapi
kendala di tengah pelaksanaan sistem multipartai.
Rekomendasi
Penyederhanaan
sistem kepartaian sangat relevan untuk diterapkan dalam rangka menciptakan
sistem multipartai sederhana, yaitu sederhana dalam jumlah partai dan dalam
pengelompokan ideologis. Kepengurusan partai pusat dan daerah minimal terdiri
dari ketua, sekretaris, bendahara, dan ketua-ketua departemen. Parpol baru
boleh ikut pemilu apabila minimal sudah berusia lima tahun dari sejak didirikan
atau dibentuk. Penguatan pelembagaan partai politik diperlukan untuk mendorong
partai kader dan kemandirian dana. Perlu pelembagaan kewajiban parpol untuk
menjalankan fungsi-fungsi pendidikan politik, artikulasi/agregasi kepentingan,
komunikasi politik, pengaderan dan perekrutan.
Sebagai
konsekuensi partai kader, partai dilarang memiliki underbouw. Partai hanya boleh
mengefektifkan cabang dan ranting-rantingnya. Satgas partai dilarang menyerupai
simbol-simbol dan atribut militer. Partai dituntut untuk memperketat sistem dan
pola perekrutan keanggotaan partai, membangun sistem kaderisasi dan
kepemimpinan, serta memiliki program yang jelas dalam memenuhi
fungsi-fungsinya.
Salah satu
problem partai politik di Indonesia adalah ketiadaan political merit system.
Partai-partai di Indonesia pada akhirnya tidak dapat menjalankan fungsi
politik, yaitu pendidikan politik, integrasi politik, dan artikulasi
kepentingan. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya ideologi yang kuat sebagai
landasan dalam menyusun platform dan tidak adanya proses kaderisasi parpol yang
baik.
UU Partai
Politik perlu direvisi. UU Partai Politik harus mengatur syarat-syarat umum perekrutan
dan sistem pengaderan yang diterapkan oleh partai politik, dan fungsi
pendidikan politik, integrasi politik, dan artikulasi kepentingan. Ini penting
untuk mengurangi kecenderungan pola partai massa yang hanya sibuk menjelang
pemilu, sistem keanggotaan yang sangat longgar, tidak ada seleksi ketat dalam
perekrutan keanggotaan, dan partai yang tak memiliki sistem pengembangan
kaderisasi dan pemimpin yang kuat. Karena itu, partai gagal membangun
kader-kader yang berdedikasi dan berkarakter.
Agar sistem
partai kader bisa tercipta, underbouw partai politik tidak dibutuhkan lagi. Ini
juga dimaksudkan agar ada pembatasan yang jelas antara political society dan
civil society, dan parpol harus dibedakan dengan ormas. Selain itu, kemandirian
parpol diperlukan agar parpol tidak senantiasa mencari ”cantolan” ke penguasa
sehingga intervensi kepengurusan partai oleh penguasa juga dapat diminimalkan.
Demokrasi
Indonesia akan terancam jika parpol terikat pada kepentingan donatur parpol,
sedangkan bantuan negara kepada parpol membuat maraknya pembentukan partai
baru.
Pengalaman
Pemilu 2019 seharusnya jadi tonggak perbaikan institusi partai agar hasil
pemilu yang akan datang lebih bisa dipertanggungjawabkan. Pascapemilu rakyat
bisa menyaksikan kinerja pemerintah yang lebih berpihak ke nasib rakyat. Dengan
demikian, ada korelasi positif antara demokrasi dan kesejahteraan rakyat.
(R Siti Zuhro, Profesor Riset LIPI)
numpang promote ya min ^^
BalasHapusHayyy guys...
sedang bosan di rumah tanpa ada yang bisa di kerjakan
dari pada bosan hanya duduk sambil nonton tv sebaiknya segera bergabung dengan kami
di DEWAPK agen terpercaya di tunggu lo ^_^
BalasHapus===Agens128 bagi uang Tunai===
Pakai Pulsa Tanpa Potongan
Juga Pakai(OVO, Dana, LinkAja, GoPay)
Support Semua Bank Lokal & Daerah Indonesia
Game Populer:
=>>Sabung Ayam S1288, SV388
=>>Sportsbook,
=>>Casino Online,
=>>Togel Online,
=>>Bola Tangkas
=>>Slots Games, Tembak Ikan
Permainan Judi online yang menggunakan uang asli dan mendapatkan uang Tunai
|| Online Membantu 24 Jam
|| 100% Bebas dari BOT
|| Kemudahan Melakukan Transaksi di Bank Besar Suluruh INDONESIA
WhastApp : 0852-2255-5128
Agens128Agens128