Agamamu Apa?
Oleh : ALISSA WAHID
KOMPAS, 1 Desember 2019
Saat pertama
kali istilah ini muncul di media sosial beberapa tahun lalu, jagat netizen
Indonesia menertawakannya karena menganggap ini adalah pertanyaan yang absurd.
Ia muncul terutama pada pembicaraan mengenai ucapan selamat Natal atau tentang
pemimpin seagama dalam kontes pemilihan kepala daerah, atau pembicaraan tentang
hal-hal lain dalam kehidupan bermasyarakat. Mak bedunduk, pertanyaan ”maaf,
agamamu apa?” mengimbuhi percakapan. Dan publik tertawa.
Tetapi, akhir-akhir
ini, pertanyaan tersebut mengalami normalisasi dalam kehidupan sehari-hari
masyarakat. Ia semakin sering terlontar. Tidak hanya di media sosial,
pertanyaan ”agamamu apa?” menjadi gerbang penentuan pengambilan keputusan bagi
semakin banyak orang dalam interaksi riil sehari-hari. Kisah-kisah bertebaran
dari berbagai kejadian nyata.
Seorang
perempuan ditolak di sebuah salon kecantikan karena agamanya. Seorang pemesan
ojek daring ditolak naik kendaraan setelah Kang Ojol tahu bahwa penumpangnya
hendak pergi beribadah yang tidak sejalan dengan Kang Ojol. Seorang pembeli kue
diberi tahu bahwa pelayanan hanya diberikan kepada sesama umat beragama.
Satu
keluarga diminta memindahkan makam anggotanya karena agamanya berbeda dari
mayoritas warga kampung. Beberapa mahasiswa mengalami kesulitan mencari tempat
kos karena agamanya. Seorang seniman yang sudah membayar sewa kontrakan
terpaksa pindah setelah ketahuan beragama berbeda dengan kelompok mayoritas
dengan pertimbangan menjaga harmoni masyarakat kampung setempat.
Demikianlah
fakta yang makin nyata terasakan belakangan. Inilah dampak dari semakin
menguatnya nilai dan ideologi eksklusivisme beragama. Nilai-nilai tersebut
tumbuh subur selama beberapa tahun terakhir ini mengikuti pengabaian kita yang
diakibatkan oleh dua pertimbangan.
Pertama,
nilai-nilai tersebut awalnya dinilai sebagai wujud peningkatan spiritualitas.
Kedua, kita terlalu terfokus pada terorisme alias ekstremisme dengan kekerasan,
dan menganggap selainnya sebagai bukan persoalan. Ada tiga tipe ancaman yang
terkait dengan praktik beragama, yaitu ekstremisme dengan kekerasan,
ekstremisme tanpa kekerasan, dan eksklusivisme beragama.
Sayangnya,
pemerintah sering kali kurang cermat memahami karakteristik khas setiap ancaman
tersebut, dan dampaknya kurang cermat memilih strategi responsnya.
Terorisme
atau ekstremisme dengan kekerasan menjadi perhatian penuh pemerintah sejak bom
Bali. Ruang gerak jaringan teroris dan akses terhadap persenjataan mengecil,
dengan salah satu dampaknya adalah minimnya jumlah dan persentase foreign
fighters yang pergi ke Suriah.
Ekstremisme
tanpa kekerasan meliputi sikap menolak konsep negara-bangsa Indonesia
sebagaimana kasus keluarga Kristen kelompok tertentu yang melarang anaknya
menghormat bendera Merah Putih di sekolah sampai ideologi Hizbut Tahrir
Indonesia yang menginginkan penggantian ideologi dan konsep negara bangsa.
Eksklusivisme
beragama tampak ringan bila dibandingkan dua kategori awal. Eksklusivisme
beragama mendorong pengikutnya meyakini dirinya sebagai umat terpilih dan
paling berhak atas bumi ini, karenanya kelompok liyan tidak punya tempat.
Eksklusivisme beragama bukanlah benda asing, bukan hanya milik kelompok agama
tertentu, dan bukan khas Indonesia. Dalam sejarah Kristiani di masa lalu,
terutama di Eropa, misalnya, praktik eksklusivisme beragama juga terjadi dalam
berbagai bentuk.
Karena
sifatnya yang khas, eksklusivisme agama sering tidak terbaca oleh negara.
Padahal, ia justru memiliki daya rusak yang sangat besar karena bersifat jangka
panjang. Ia mereduksi kualitas demokrasi dengan munculnya aturan-aturan
diskriminatif. Ia merusak rumah kebangsaan yang dibangun dengan elemen bangunan
yang berbeda-beda. Ia merusak kerukunan hakiki antar-umat beragama.
Dalam hal
ini, pemerintah belum memiliki strategi yang cukup ampuh sehingga terkesan
gamang. Contohnya, kewalahan menghadapi perilaku kelompok-kelompok seperti
ormas tertentu yang sering bertindak melanggar hak konstitusi warga negara
dengan melakukan sweeping hal-hal yang dianggap kemungkaran.
Eksklusivisme
agama merusak bagaikan kanker: ia masuk ke semua ruang kehidupan, hari demi
hari, menciptakan aturan-aturan yang membelah antara kelompokku dan kelompok
liyan baik aturan informal seperti kasus rumah sewa di kampung sampai aturan
formal seperti pengaturan pelaksanaan kegiatan ibadah kelompok minoritas.
Dulu kita
anggap peristiwa eksklusivisme ini kasuistik, karenanya direspons kasus per
kasus. Sekarang ia menjadi tren. Sebentar lagi ia dapat berkembang menjadi
norma masyarakat bila kita tak sanggup mengelolanya dengan lebih baik.
Contoh hal
terakhir adalah ketidakmampuan publik membedakan ibadah di rumah dengan rumah
ibadah, berujung tidak diperbolehkannya warga menyelenggarakan tradisi
keyakinannya di dalam rumah dengan alasan seharusnya dilakukan di rumah ibadah.
Konyolnya,
ini tidak dilakukan secara adil: hanya berlaku pada kelompok minoritas, bukan
mayoritas. Saya jadi teringat pengalaman mengaji yasinan di sebuah rumah
kelompok minoritas Muslim di Indonesia Timur. Bila aturan ini diimplementasikan
secara adil, apakah berarti saudara-saudara Muslim saya tidak diperbolehkan
menyelenggarakan pengajiannya?
Lebih jauh
lagi, apakah berarti acara Haul Gus Dur yang berisi tahlil dihadiri 5.000
sampai 10.000 orang setiap tahun juga tak boleh dilakukan, karena ia adalah
jenis kegiatan ibadah dan tidak boleh dilaksanakan di halaman kediaman kami di
Ciganjur? ***
numpang promote ya min ^^
BalasHapusHayyy guys...
sedang bosan di rumah tanpa ada yang bisa di kerjakan
dari pada bosan hanya duduk sambil nonton tv sebaiknya segera bergabung dengan kami
di DEWAPK agen terpercaya di tunggu lo ^_^
BalasHapus===Agens128 bagi uang Tunai===
Pakai Pulsa Tanpa Potongan
Juga Pakai(OVO, Dana, LinkAja, GoPay)
Support Semua Bank Lokal & Daerah Indonesia
Game Populer:
=>>Sabung Ayam S1288, SV388
=>>Sportsbook,
=>>Casino Online,
=>>Togel Online,
=>>Bola Tangkas
=>>Slots Games, Tembak Ikan
Permainan Judi online yang menggunakan uang asli dan mendapatkan uang Tunai
|| Online Membantu 24 Jam
|| 100% Bebas dari BOT
|| Kemudahan Melakukan Transaksi di Bank Besar Suluruh INDONESIA
WhastApp : 0852-2255-5128
Agens128Agens128