UNBK dan Ketenagakerjaan di Era 4.0
Oleh : BAMBANG SETIAJI
KOMPAS, 18 November 2019
Keberhasilan
pelaksanaan ujian nasional berbasis komputer oleh Kemendikbud dan jajarannya
sampai di tingkat sekolah merupakan prestasi mengagumkan. Bisa dibayangkan,
ujian nasional berbasis komputer (UNBK) bisa dilaksanakan di Indonesia, negara
berkembang, yang kondisi geografisnya amat beragam.
Keuntungan
lain pelaksanaan UNBK adalah menurunnya kecurangan, nilai ujian nasional (UN)
turun drastis setelah perubahan dari ujian berbasis kertas ke berbasis
komputer. Data nilai time series atau deret waktu setelah sekian tahun akan
menjadi tanda tanya peneliti atau pemerhati. Mengapa pada titik ini nilai UN
turun drastis.
Tahun 2018
perlu ditetapkan sebagai tahun kejujuran Indonesia. Nilai UN SMP yang pada 2004
rata-rata 55, meningkat terus hingga 75 pada 2012, dan kemudian menurun terus
sejalan dengan meluasnya penggunaan komputer. Pada 2018 nilai rerata UN hanya
50. Memang, bisa saja penyebabnya tak tunggal. Namun, setelah nilai yang jujur
dari hasil UNBK dalam data deret waktu, angkanya akan naik turun dalam jangka
pendek dan meningkat dalam jangka panjang.
Peningkatan
juga natural sedikit demi sedikit sebagaimana lazimnya pencapaian deret waktu
yang jujur. Pencapaian itu akan sejalan kemajuan ekonomi, perbaikan gizi,
perbaikan sekolah, pendidikan guru, penghasilan guru, proses pendidikan
terutama feedback ke siswa, dan perbaikan cara berpikir. Terutama berpikir
untuk pemecahan masalah, koordinasi, dan permodelan atau kreasi.
Variasi hasil
UNBK masih
terlalu pendek untuk dilihat sebagai data deret waktu yang mencukupi, tetapi
menarik juga melihat perbedaan antar-percentile dan antarwilayah. Sebagaimana
diduga, hasil UNBK bervariasi antara daerah maju dan daerah kurang maju.
Tertinggi DKI Jakarta dan terendah Papua. Pencapaian UNBK berkorelasi dengan
kemajuan ekonomi, misalnya pendapatan per kapita.
Ekonomi
keluarga yang membaik diasumsikan memperbaiki gizi anak dan meningkatkan daya
pikir, akses terhadap bahan ajar, dan tambahan pelajaran. Peningkatan APBN dan
anggaran Kemendikbud akan memperbaiki kualitas guru, pendidikan guru, sekolah,
dan proses. Perbaikan ini akan terjadi secara halus dalam jangka panjang dan
erratic atau naik turun dalam jangka pendek.
Jika dalam
jangka pendek data tak erratic atau naik turun, diduga terjadi otokorelasi atau
korelasi dengan dirinya sendiri antarwaktu yang menggambarkan adanya bias.
Kenaikan sebentar dan turun sebentar dan naik lagi adalah normal dan dapat
diterima sebagai perbaikan asalkan dalam jangka panjang berada dalam garis yang
meningkat sesuai perkembangan bangsa katakanlah pendapatan per kapita,
kesehatan, dan terutama gizi anak-anak.
Sebagai
cuplikan, hasil ujian matematika rata-rata untuk SMP dari UNBK 2019 adalah
46,2. Maka, jika standar 55 diterapkan, hampir 64,3 persen siswa akan gagal
atau hanya 35,7 persen siswa lulus. Dengan mencabut syarat kelulusan yang
meresahkan terutama untuk daerah tertinggal, UN menjadi natural tanpa tekanan
berlebihan. Walau tak jadi syarat kelulusan, UN memberi peta sangat penting
kualitas SDM kita. TNI/Polri, instansi pemerintah, dan industri utama kini bisa
menggunakan UNBK karena data ini asli mencatat kualitas capaian para pemuda
kita tanpa rekayasa.
Salah satu
ajaran penting statistik adalah jika dispersi atau sebaran suatu data sangat
besar, data rata-rata tak bisa digunakan dengan baik. Analisis harus dipisah
untuk melihat capaian secara tersebar antarkelompok. Meski rata-rata nilai
matematika anak SMP kita 46, perlu
dilihat bahwa 1,5 persen anak mencapai nilai sempurna 95-100. Karena penduduk
kita besar, berarti ada stok kumulatif SDM hebat lebih dari 4 juta anak dengan
kemampuan matematika sempurna.
Jika standar
diturunkan, yang mencapai nilai 85 ke atas atau nilai A adalah 3,58 persen,
stok SDM dengan nilai A generasi depan adalah 9,3 juta orang. Dan jika standar
diturunkan jadi 80 ke atas, besarnya stok SDM tinggi sekitar 12 juta orang.
Stok SDM dengan nilai sempurna cukup untuk memajukan Indonesia. Tak perlu semua
anak Indonesia ahli matematika. Empat juta anak adalah jumlah sangat besar
hampir sebanyak penduduk Singapura.
Mereka bisa
diberi kesempatan untuk jadi periset, inovator berbagai barang berteknologi,
wirausaha, politisi, dan penggerak bangsa yang lain. Misalnya, kita gandrung
pada start-up, pencipta-pencipta platform. Berapa jumlah platform diperlukan?
Jumlah SDM kita dengan nilai matematika sempurna itu lebih dari cukup.
Belajar dari China
Mempelajari
kemajuan China yang riil, semua hasil karya SDM China diekspos dalam platform
Jack Ma, Ali Baba. Di sana terekspos hasil ribuan jenis mesin yang cocok untuk
memodernisasi, dari teknologi pertanian, pengolahan pangan, pertukangan UMKM,
industri menengah, dan industri kapasitas besar.
Kita jangan
latah mengarahkan anak-anak ke teknologi informasi (TI). TI yang menyediakan
platform untuk menjual online memang diperlukan, tetapi yang penting adalah apa
yang diekspos dalam platform itu.
Apa yang diekspos
di platform Ali Baba? Ribuan jenis mesin
segala macam dengan ciri khasnya: relatif murah. Jadi, keahlian teknik mesin masih harus lebih
diperhatikan. Bantuan lab-lab simulasi perlu diarahkan, syukur bisa kelas
produksi ke sekolah. Di sini, peran aktif fakultas teknik diperlukan dan harus
diberdayakan.
Ke depan,
produk China mulai mahal karena didorong oleh kenaikan upah dan harga input
lain. Itulah saatnya Indonesia mengekspos berbagai mesin produksi dan industri
yang harganya sedikit lebih miring lagi. Gabungan SMK bisa diberi bantuan
bengkel-bengkel canggih dari pemerintah dan diarahkan untuk mereplikasi mesin
sebagaimana sejarah kemajuan China. Sebagian anak lain tentu bisa membuat aplikasi
platform untuk jualan atau market place.
Karena
bengkel-bengkel ini adalah tempat latihan, harga berbagai mesin produksi
ini tentu lebih murah, dan yang penting
sebagai platform tuan rumah yang baru, bisa dengan senang hati memberi garansi,
sekaligus untuk latihan. Inilah arah penggunaan anggaran pendidikan yang begitu
besar agar uang itu tak hilang tanpa hasil.
Bambang Setiaji ; Anggota
Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP); Rektor Universitas Muhammadiyah
Kalimantan Timur
Tidak ada komentar:
Posting Komentar