Selasa, 13 Maret 2018

Mengajar Reflektif

Mengajar Reflektif
Fajriah Sulaiman  ;   Guru Sekolah Sukma Bangsa Pidie, Aceh
                                              MEDIA INDONESIA, 12 Maret 2018



                                                           
PROSES pembelajaran yang baik selalu berlangsung dua arah yang melibatkan guru dan murid. Guru dan murid berperan penting dan menjadi kunci keberhasilan proses ini. Jika guru sudah mengajar dengan baik, tetapi tidak mendapat respons positif dari siswa, pembelajaran itu bisa dikatakan belum berhasil.

Hal itu terjadi karena proses pembelajaran yang baik sangat ditentukan bagaimana guru dan siswa mampu memainkan peran mereka dengan optimal. Selama proses pembelajaran berlangsung, guru tentu berupaya menampilkan performa terbaik bagi murid. Guru mungkin saja beranggapan telah berhasil menyajikan proses pembelajaran terbaik, tapi sering kali guru tidak tahu persis bagaimana persepsi murid terhadap proses pembelajaran yang telah dilakukan.

Dengan kata lain, guru memiliki keterbatasan untuk mengetahui apakah performa yang ia tampilkan di hadapan muridnya benar-benar merupakan hal terbaik yang dibutuhkan para murid. Yang sering terjadi, ketika guru merasa sudah puas dengan performanya, guru itu akan merasa nyaman dengan proses yang telah ia lakukan, dan merasa tidak perlu lagi meningkatkan performanya.

Keadaan ini membuat guru terjebak rutinitas tanpa memiliki keinginan berkembang. Guru dilenakan oleh zona nyaman pengelolaan proses pembelajaran yang ia ciptakan dan cenderung tidak mau beranjak darinya. Pada akhirnya guru kehilangan gairah untuk belajar dan meningkatkan kualitas pembelajarannya.

Dalam praktiknya, guru sering kali hanya menghabiskan perhatian pada pencapaian murid atas patokan kelulusan atau ketuntasan tertentu. Apakah murid telah mencapai atau melampaui patokan kelulusan atau belum mencapainya. Namun, para guru jarang--atau malah tidak pernah--meminta umpan balik atas proses pembelajaran di dalam kelas.

Apakah murid puas dengan proses pembelajaran, lalu pembelajaran seperti apa yang sebenarnya cocok dengan gaya belajar mereka, atau apakah metode pengajaran yang dipakai guru dapat membantu siswa memahami apa yang diajarkan, jarang sekali dipersoalkan guru. Situasi ini mencerminkan tidak terjadinya proses pembelajaran baik yang berlangsung dua arah.

Hal ini semakin memburuk jika para murid mulai tidak menemukan kenyamanan dalam belajar. Karena itu, para guru harus mulai menimbang untuk mengevaluasi dan memperbaiki kondisi pembelajaran yang mereka lakukan. Salah satu solusi yang dapat diterapkan ialah dengan meminta umpan balik atau melakukan refleksi pembelajaran yang telah dilakukan.

Refleksi dalam mengajar

John Dewey (1933) menyatakan, refleksi adalah salah satu cara yang dapat membantu guru mengembangkan cara mengajar sehingga pembelajaran yang berlangsung dapat bermanfaat bagi siswa. Praktik refleksi semacam ini diterima dan diterapkan sebagai bagian standar pengelolaan proses pembelajaran yang baik di banyak negara dengan sistem pendidikan yang mapan.

Dalam proses pembelajaran di kelas, para murid selalu diminta memberikan umpan balik (kritik, masukan/saran dan perbaikan/koreksi) terhadap proses pembelajaran yang telah dijalani. Tujuannya sederhana, memberikan refleksi pada sisi mana dari proses pembelajaran yang telah berlangsung perlu diperbaiki. Misalnya, apakah ada catatan di sisi isi pembelajaran, metodologi penyampaian materi, atau cara para guru berinteraksi selama proses pembelajaran berjalan.

Berkaitan dengan pentingnya guru dalam melakukan refleksi, Bill Gates dalam sebuah paparannya di TedX memberikan gambaran tentang bagaimana negara-negara maju mengembangkan negara mereka melalui pengembangan kapasitas guru. Salah satu cara yang dilakukan para guru di negara maju untuk mengembangkan kapasitas dirinya ialah dengan melakukan reflective teaching (mengajar reflektif). Mengajar reflektif terjadi ketika guru bisa menelaah secara mendalam apa yang telah mereka lakukan selama proses pembelajaran berlangsung.

Dikenal beberapa cara untuk melakukan refleksi dalam proses pembelajaran. Richard (1990) menyatakan refleksi dalam mengajar dapat berupa, observasi sejawat, merekam pembelajaran, pelaporan swadaya, dan diari kolaboratif. Sementara itu, Moon (2006) juga memperkenalkan jurnal pembelajaran sebagai salah satu strategi dalam mengajar reflektif.

Mengajar reflektif sendiri merupakan sebuah kegiatan pembelajaran reflektif yang mampu merefleksikan proses pembelajaran yang berlangsung secara komprehensif dengan menelaah setiap detail yang terjadi untuk terus dapat diperbaiki menjadi lebih baik.

Jurnal belajar siswa

Pada dasarnya, terdapat banyak pilihan yang dapat dilakukan guru untuk menerapkan reflective teaching. Salah satu cara yang dapat dilakukan ialah dengan meminta umpan balik dalam bentuk jurnal belajar murid. Jurnal belajar--sering juga disebut logs atau catatan refleksi (reflective diary)--meskipun ketiganya memiliki tujuan yang sedikit berbeda satu sama lain--adalah salah satu cara untuk melakukan refleksi belajar (Moon, 2003).

Jurnal belajar murid dapat membantu guru melihat proses belajar yang dilakukan secara komprehensif dan lebih objektif. Sebagai manusia biasa, guru tentu memiliki kecenderungan sulit menerima kritik. Namun, dengan adanya umpan balik dari para murid melalui jurnal belajar yang mereka tulis secara berkala, guru akan mendapatkan tambahan informasi yang dapat dipakai sebagai basis perbaikan atas kekurangan dalam performa mengajar.

Refleksi yang dilakukan berdasar umpan balik berupa jurnal belajar murid, juga akan membantu guru dalam proses pembelajaran selanjutnya. Dengan membiasakan diri menjadi guru yang lebih reflektif, guru tidak akan mudah melakukan penghakiman negatif seandainya terdapat murid yang tidak mampu mencapai satu kompetensi tertentu karena bisa jadi letak kesalahannya bukan pada murid, melainkan pada praktik pembelajaran yang dilakukan guru.

Guru juga dapat menggunakan jurnal belajar murid untuk mengetahui apa yang murid rasakan dalam proses pembelajaran, termasuk kesulitan mereka memahami materi-materi tertentu dan bahkan bisa mengukur sejauh mana mereka aktif dan bisa memahami pembelajaran di dalam kelas. Sangat tidak adil jika guru masih terus hanya menyalahkan murid ketika mereka gagal. Seperti sering terjadi, guru terlalu sibuk mengevaluasi hasil belajar murid, tapi lupa mengevaluasi cara mengajarnya.

Sejatinya, muasal kualitas pendidikan dimulai dari proses belajar di dalam kelas. Maka seyogianya para guru menyadari dan memiliki kebutuhan menjadikan diri mereka lebih reflektif dalam mengajar. Tidak ada kata lain, diperlukan kerelaan untuk terus belajar dan membiasakan serta memperbaiki kapasitas diri menjadi lebih baik melalui umpan balik--berupa kritik, saran/masukan dan perbaikan/koreksi--dari murid, demi proses pembelajaran dan masa depan pendidikan yang lebih baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar